Mentari tidak mendengarkan perkataan Bintang karena setelah masuk kamar, air matanya kembali tumpah ruah.
"Mengapa begitu sakit sekali." Mentari menekan dadanya lalu meremas pakaiannya sendiri. "Aku ingin bertahan tetapi rasanya tidak kuat. Aku ingin melepaskan tetapi ada banyak hal yang membelenggu pikirku." Ia membenamkan kepalanya di bantal. Mengukir sarung bantal dengan aliran air mata yang membentuk peta.
"Papa, mengapa Papa tega membuatku terjebak dalam pernikahan seperti ini. Kalau bisa aku menawar, lebih baik aku menjadi pembantu saja di rumah Papa daripada menjadi mantu Papa." Kali ini Mentari sesenggukan mengingat saat-saat Tuan Winata datang dan memberitahukan keinginannya.
"Kupikir dengan pernikahan ini segala masalahku telah usai, nyatanya semua baru dimulai. Aku benci hidupku, aku benci!" Mentari memukul-mukul bantal. Meluapkan segala kesal dan sesal.
Saat menangis ia melihat sebuah kotak yang ada di atas laci. Mentari duduk. Meraih kotak itu dan membukanya. Sebuah kalung bertahtakan berlian nampak berkilau di hadapannya. Kalung itu pemberian Bintang.
Satu bulan yang lalu Bintang menghadiahi Mentari karena dia mendapatkan bonus dari atasannya Gala atas keberhasilan proyek yang mereka tangani.
"Meme sayang ini untukmu."
"Apa ini Mas?"
"Ini hadiah untukmu karena telah menemani hidupku." Bintang membuka kotak itu dan memasangkan kalung itu ke leher Mentari. Kemudian mengecup kening istrinya itu.
"Setiap keberhasilan suami karena ada doa sang istri di belakangnya. Makanya aku berikan ini untuk istriku tercinta. Mentari terima kasih ya sudah mendoakan suamimu ini." Saat Bintang berkata seperti itu Mentari tersenyum tetapi meneteskan air mata, air mata haru. Namun kini saat-saat mengingat-ingat momen tersebut maka yang menetes adalah air mata luka.
"Aku rindu saat-saat seperti itu Mas." Mentari mengecup kalung itu lalu menaruh kembali ke dalam kotak. Ia kemudian memasukkan ke dalam laci.
Setelah puas menangis Mentari keluar dari kamar dan mengunci pintu apartemennya. Setelah itu ia pergi ke dapur. Menghampiri menu makan malam yang susah-susah ia masak tetapi tidak tersentuh sama sekali.
Tadi sebelum Bintang datang Mentari mengulurkan niatnya untuk makan malam terlebih dahulu. Dia pikir malam ini Bintang tidak akan lembur lagi, jadi tidak ada salahnya dia menunggu. Namun prediksinya salah, Bintang tetap saja pulang larut malam. Bahkan ia langsung meminta kerokan pada Mentari dengan alasan masuk angin.
Mentari mengambil nasi dan lauk cumi pedas manis kesukaan Bintang dan menaruhnya ke dalam piring. Setelah itu dia melahapnya sampai cumi itu habis tak bersisa. Padahal makanan yang biasanya enak di lidah itu kali ini rasanya seakan hambar tapi tetap saja Mentari menghabiskannya. Seolah wanita itu melampiaskan kekesalannya pada makanan yang ada di hadapannya.
"Meski aku sedih aku harus tetap makan. Aku tidak ingin ibu dan Pandu merasa aku tidak bahagia." Ia terus mengunyah makanannya meski sesekali harus menyeka air mata yang seakan tidak mau berhenti.
Hingga ia merasa perutnya sudah tidak bisa menerima asupan lagi, Mentari kembali ke dalam kamar. Ia merebahkan tubuhnya secara kasar.
"Aku lelah, benar-benar lelah."
Ternyata lelah batin lebih parah daripada lelah fisik. Jikalau lelah fisik dibawa tidur akan segar kembali tetapi ketika lelah batin maka tidur pun rasanya tak enak dan tidak nyenyak.
Mentari menggulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Ia benar-benar tidak bisa tidur malam ini. Ia gelisah, lebih gelisah daripada melihat orang-orang yang datang ke rumahnya untuk menagih hutang tempo dulu.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 277 Episodes
Comments
Nining Rahayu
jangan paksakan hati bila tak kuat,,, tapi kalau kamu bertahan kamu harus kuat dan membuat Bintang bersikap adil,,, kalau perlu singkirkan istri siri yang penuh dusta🤬🤬
2022-07-24
1