"Paman!" Mentari berlari ke arah Danu, kakak dari ayahnya.
"Darimana saja?" tanya Danu.
"Biasa Paman, mencari daun pakis sama jamur di hutan untuk dijual."
"Ini dia anaknya." Danu beralih bicara pada orang yang duduk di sampingnya.
"Kayaknya cocok sama Bintang."
Mentari nampak mencerna pembicaraan kedua laki-laki yang ada di hadapannya.
Beberapa saat kemudian Warni tampak menyuguhkan kopi kepada Danu dan temannya. Kebetulan kedatangan kakak iparnya dari kota membawa oleh-oleh sembako termasuk gula dan bubuk kopi.
"Silahkan diminum Kak Danu, Tuan." Setelah mengatakan itu Warni langsung berdiri dan hendak kembali ke dapur.
"Warni duduk dulu!" perintah kakak iparnya itu.
Warni mengangguk dan duduk di kursi samping Danu.
"Mentari juga."
"Iya Paman."
"Aku pergi ya Me," pamit Alya. Niatnya berlama-lama di rumah Mentari dia urungkan tatkala melihat ada tamu di rumah tersebut.
"Iya Al. Eh, Al tunggu ini buat kamu saja." Mentari menyodorkan jamur kepada Alya.
"Buat kamu aja Me. Kamu lebih membutuhkan. Jual sana biar dapat uang!"
"Nggak Al ini buat kamu. Bibi Aisyah kan suka sayur lodeh yang dicampur jamur sama rebung."
"Tapi Me ...."
"Sudah bawa saja Al, ini kan masih banyak," timpal Warni.
"Baik Bik terima kasih. Kalau begitu Alya pamit ya."
"Iya."
Mentari kembali ke samping Danu dan ikut duduk.
"Sebelumnya, perkenalkan ini adalah Tuan Winata. Salah satu sahabat paman sejak SMA."
"Tuan Winata, ini adik ipar saya Warni dan ini putrinya Mentari."
"Wah namanya indah mengingatkanku pada seseorang. Wajahnya juga seolah tidak asing padahal baru pertama kali bertemu," ujar Tuan Winata.
"Benarkah?" tanya Danu tidak percaya.
"Benar."
Warni dan Mentari masih menebak-nebak arah pembicaraan serta tujuan keduanya datang ke tempat tersebut.
"Oh ya Mentari, Paman sekarang kena PHK jadi sudah tidak punya penghasilan tetap. Walaupun dapat pekerjaan tetap lagi, belum tentu bisa bantu kalian karena kakak kamu sudah masuk kuliah. Maafkan Paman ya, mulai sekarang sudah tidak bisa membantu keuangan kalian lagi termasuk tidak bisa mengirimkan pulsa untukmu. Sekolahmu sudah tidak online lagi, kan?"
"Iya Paman."
Meskipun sedih tetapi Mentari cukup pintar menyembunyikan perasaannya. Walau tidak seberapa bantuan yang diberikan Danu paling tidak bisa sedikit meringankan beban keluarga.
"Oleh karena itu Paman ingin menjodohkan kamu dengan anak Tuan Winata ini."
Mentari terlonjak kaget. Menatap wajah Danu dan Tuan Winata secara bergantian. Melihat Tuan Winata tersenyum padanya Mentari menunduk.
Warni pun tak kalah kagetnya. Namun ia hanya diam.
"Kamu tenang saja Mentari, Tuan Winata ini baik jadi sudah bisa dipastikan anaknya juga baik."
"Tapi Paman kami belum saling mengenal."
"Tidak apa-apa kalian nanti bisa saling mengenal satu sama lain saat sudah menikah," ujar Danu.
"Apa menikah?" Akhirnya Warni bersuara.
"Iya kalau kalian setuju, nanti kita akan langsung menikahkan keduanya dan Mentari akan saya bawa ke kota," jelas Tuan Winata.
Warni terlihat menggeleng. Apa jadinya kalau dirinya dan Pandu ditinggalkan oleh putrinya itu. Siapa yang akan menjaga Pandu saat dirinya menjadi kuli di sawah?
"Ayolah Warni kalau kalian setuju beliau berjanji akan membangun rumah yang layak untuk kalian serta membayar
hutang-hutangmu. Kapan lagi kamu bisa mendapatkan kesempatan seperti ini? Apa kamu tidak kasihan sama Pandu yang harus tinggal di rumah yang hampir roboh ini?"
Warni tidak menjawab. Semua yang dikatakan Danu memang menarik tetapi dia tidak mau menukar semua itu dengan kebahagiaan putrinya.
"Mentari kamu tahu? Kalau kamu memenuhi keinginannya untuk menikah dengan putra beliau maka beliau juga berjanji untuk menjamin kesejahteraan adik dan ibumu."
"Paman aku ...."
"Ayolah Mentari apakah kamu tidak ingin melihat mereka tersenyum? Apakah kamu tega melihat mereka menangis setiap saat karena dibentak-bentak oleh orang yang menagih hutang orang tuamu?"
Mentari mendongak dan menatap wajah adik dan ibunya yang terlihat sendu.
"Baiklah Paman aku mau menerima tawaran Tuan ini." Akhirnya keputusan itu diambil juga walaupun terasa berat.
"Mentari."
"Kakak."
Ketiga orang tersebut berpelukan sambil menangis sesenggukan.
Danu dan Tuan Winata terenyuh melihat kasih sayang dari ketiga orang di hadapannya kini yang benar-benar terjaga meski hidup mereka dalam lingkaran kemiskinan.
"Semoga kau bisa menemukan kebahagiaan dengan putra Winata," batin Danu.
"Semoga kau bisa membuat putraku terlepas dari jerat wanita itu," batin Tuan Winata sambil mengingat wanita yang selama ini selalu menempel pada putranya. Sungguh Tuan Winata tidak menyukai gadis itu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 277 Episodes
Comments
Femmy Femmy
pamannya seperti mau menjual keponakannya sama Tuan Kaya😔
2024-05-14
0
Bzaa
semoga mentari bahagia
2024-04-27
0
Lovesekebon
Semoga jadi awal yang baik ☺️☺️
2023-02-16
0