Bayan ditatap intimidasi oleh Abinya Fisya saat dia meminta izin hendak membawa Fisya menghadiri acara reuni, sementara hari sudah malam.
"Apakah tidak ada siang hari untuk melakukan acara reuni?" tanya Abinya Fisya.
"Ada, Bi. Tapi akan sulit bagi kami untuk mencari waktu luang di siang hari. Abi tenang saja saya akan membawa Fisya pulang tepat waktu."
Abi Fisya menatap tajam ke arah Brayan, membuatnya hanya bisa bergidik ngeri. Ternyata Abinya Fisya tak seperti yang dia bayangkan. Meskipun sebutannya adalah Abi, tetapi Brayan melihat tidak ada aura kelembutan dari wajah Abinya Fisya.
"Boleh ya Abi. Ini adalah acara, teman-teman Fisya. Masa iya, Fisya enggak datang. Apa kata mereka? Pasti mereka akan mengatakan bahwa saat ini Fisya sudah menjadi orang yang sombong dan enggan bergaul bersama mereka lagi." rengek Fisya sambil mengiba dengan raut wajah yang dibuatnya sedih.
Sejenak Abi Fisya berpikir untuk memberikan izin kepada anaknya. Terlalu berat, tetapi saat melihat wajah Brayan yang terlihat teduh, akhirnya Abi Fisya mempercayakan Brayan untuk membawa Fisya.
"Ya sudah Abi mengizinkan, tetapi kamu harus sampai rumah pukul 9 malam!"
"Wah, enggak bisa ditambahin satu jam lagi, Bi?" protes Brayan cepat.
"Kalau kamu tidak setuju ya sudah tidak apa-apa, tapi kamu tidak boleh membawa Fisya untuk ke acara reuni itu. Dan untuk kamu Fisya, Abi tidak akan mengizinkan jika kamu tidak setuju dengan permintaan Abi."
Brayan hanya bisa mendengkus pelan. Namun, demi bisa membawa Fisya ke acara reuni, maka Brayan akan menuruti saja syarat dari Abinya Fisya.
"Iya kan saja lah, biar urusannya cepat selesai. Maaf Abi aku akan memulangkan anakmu paling lambat pukul 10 malam."
Brayan tertawa dalam hati sambil menyusun rencananya sendiri. Tidak ada gunanya berdebat dengan orang tua.
"Ya sudah saya setuju. Saya akan memulangkan Fisya sesuai dengan permintaan Abi," ucap Rayan.
"Baiklah. Aku izinkan kamu membawa Fisya. tapi ingat jika kamu sampai telat satu detikpun, maka jangan harap kamu bisa datang lagi ke rumah ini, mengerti!" Abi Fisya memberikan sebuah ancaman kecil untuk Rayan.
"Dasar, bapak-bapak enggak bisa diajak nego. Rayan sabar, ingat kamu harus mengambil hati Abinya Fisya, jangan sampai satu-satunya jalan menuju pelaminan itu langsung kena blokir ."
Brayan terpaksa harus menyunggingkan senyumnya, seolah dia tidak merasa keberatan dengan permintaan Abinya Fisya.
"Tenang saja Abi, saya pasti akan memulangkan Fisya tepat waktu." Brayan menaikkan kedua alisnya membuat Abinya Fisya hanya menggelengkan kepalanya.
Aroma wangi parfum yang berbeda mampu menyengat hidung saat keduanya sudah masuk ke dalam mobil. Penggunaan yang berlebihan, membuat aroma itu semakin tajam.
Dada yang terus bergerumuh, terasa berisik. Beruntung saja keduanya tidak saling mendengarkan detak jantung yang sedang berisik. Hanya rasa gugup yang menyelimuti keduanya saat mereka berada di dalam satu mobil.
Sebisa mungkin Brayan berusaha untuk menetralkan detak jantungnya agar dia tidak terlihat gugup di depan Fisya. Entah kemana keberanian yang dimilikinya sehingga hilang begitu saja saat berada di sisi Fisya.
"Sialan ini jantung! Kalau seperti ini aku bisa terkena serangan jantung jika berada di dekat Fisya. Lalu bagaimana jika aku berjodoh dengannya, apakah aku langsung akan terkena serangan jantung? Tidak! itu tidak boleh terjadi." Brayan bergidik sendiri sambil membayangkan yang tidak pasti.
"Kamu kenapa Ray?" tanya Fisya heran saat melihat Brayan bergidik.
Brayan tersentak akan pertanyaan dari Fisya. Lagi-lagi jantungnya berdetak lebih keras.
Perlahan Brayan mencoba untuk menghembuskan napas beratnya lalu berkata, "Tidak apa-apa Sya. Aku hanya kepikiran saja jika aku sampai telat untuk mengantarkanmu pulang. Bisa-bisa aku di sate oleh Abimu."
Fisya malah menertawakan ucapan Brayan. Memang, semua orang yang belum mengenal abinya dengan baik, maka mereka akan mengira jika abinya itu sangat garang. Namun, nyatanya Abi Fisya tidaklah seperti itu.
"Abi itu orangnya baik loh. Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh tentang Abi! Ya ... begitulah cara Abi untuk melindungi anaknya. Dia tidak ingin anaknya terbawa pergaulan malam bebas. Kamu tahu 'kan apa yang aku maksud?"
Brayan hanya mengangguk dengan pelan. Bukan tidak ingin menjawab, tetapi memang dia masih ingin menetralkan detak jantungnya yang masih belum tenang.
Lagi-lagi sebuah lagu Muhasabah Cinta diputar berulang-ulang. Namun, kali ini tidak ada yang memprotes lagu tersebut, karena nyatanya Fisya juga menikmati lagu tersebut. Bahkan sesekali mengikuti reff-nya.
"Kamu suka lagu itu, Sya?" tanya Brayan.
"Iya tapi aku lebih suka yang versi Anisa Rahma," ucapnya.
"Ya sudah ganti saja!"
Entah keberanian dari mana, tangan Fisya terulur untuk mengambil ponsel Brayan. "Bukain password-nya dulu!" Ponsel milik Brayan diarahkan kepadanya
"Tekan saja 100595!"
Fisya mengernyit saat mendengar angka yang disebutkan oleh Brayan. Bukan angka sembarangan, itu adalah angka tanggal bulan dan tahun kelahiran miliknya. Lalu mengapa angka itu bisa digunakan sebagai password di ponsel milik Brayan.
"Ray, kamu apa-apaan? itu kan angka—"
"Iya itu angka kelahiranmu. Aku sengaja menggunakan itu agar selalu mengingatmu dimanapun aku berada. Kamu keberatan? Kalau keberatan biar nanti aku ganti."
Fisya menggeleng pelan. "Tidak perlu," ucapnya dengan lirih.
**
Kini Brayan mempersilahkan Fisya untuk jalan lebih dulu untuk memasuki restoran, dimana sebagian teman-teman sudah berdatangan.
Kedatangan keduanya disambut meriah oleh teman-temannya. Saling menyapa dan saling berpelukan untuk melepaskan rasa rindu setelah lama tidak bertemu. Bahkan di antara mereka juga sudah ada yang menikah dan memiliki anak. Namun, banyak juga yang masih melebarkan sayapnya dalam bisnis mereka masing-masing.
Siapa yang menyangka ternyata dalam reuni kali ini Fisya bisa bertemu dengan Zulfa, teman satu angkatan saat dia duduk di bangku kuliah.
"Ray, aku ke sana sebentar ya."
"Oke." Brayan mengangguk sambil mengacungkan jempol kepada Fisya.
Sesampainya di dekat wanita yang mengurai rambut panjangnya Fisya memanggil nama wanita tersebut.
"Zulfa."
Wanita yang bernama Zulfa itu menoleh saat dia mendengar namanya dipanggil.
"Fisya." Zulfa menghampiri Fisya lalu memeluk teman lamanya.
Keduanya saling bertukar kabar dan bertukar cerita. Ternyata Zulfa datang ke acara malam ini karena diajak oleh sahabatnya yang ternyata juga alumni dari Al Jannah boarding school juga.
"Jadi kamu ke sini sama siapa Sya?" tanya Zulfa.
"Aku ke sini sama Rayan. Kebetulan kami satu arah," kilah Fisya.
Zulfa mengangguk pelan lalu dia berkata kepada Fisya. "Aku ke sini juga bersama dengan calon suami aku. Nanti aku kenalin ya, dia orangnya baik."
"Wah ... udah punya calon suami. Berarti bentar lagi ada yang mau nikah nih. Jangan lupa undangannya ya aku tunggu."
"Aman itu."
Saat keduanya asik saling bercerita, tiba-tiba datang seseorang yang datang lalu memeluk pinggang Zulfa di depan Fisya.
Fisya hanya membulatkan matanya saat melihat sosok yang tengah memeluk tubuh Zulfa. Begitu juga dengan sosok tersebut yang langsung terbelalak saat melihat Fisya yang berada di depan matanya.
...~~~...
...🌹 Bersambung 🌹...
...Jangan lupa tinggalkan Like. karena satu tanda like itu adalah semangat author 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Amanah Amanah
naaah.....loooh g ush nyari bukti langsung di perlihtkn di depan mata ..sya...
2023-01-01
1
Azizah az
calon suami Zulfa mantan tunangan fisya
2022-09-26
0
AlmiraAzniAdzkia🥰🌺
alqan itu pasti,,,,
2022-07-06
3