Separuh Hati Yang Hilang
Halo-halo, Assalamualaikum sahabat Teh Ijo. Selamat datang di Novel Separuh Hati Yang Hilang. Ini adalah kisah anak dari pasangan Nuri Dan Agung dalam novel pertama Teh Ijo yang berjudul Dinikahi Mr.A
Novel ini pernah pernah aku publish, tapi aku hapus kembali. Nah, kali ini aku angkat mereka lagi dalam judul yang berbeda.
Bismillah, semoga kalian suka ❤️
Sebuah kebanggaan bagi seseorang bisa lulus dengan predikat Jayyid Jiddan di Universitas Al Azhar, Mesir.
Hampir 4 tahun lamanya seorang Brayan Albani Jalaluddin mengenyam pahit dan manisnya kuliah di kota Kairo. Jauh dari keluarga adalah hal yang sangat menyiksa dirinya. Namun, hari ini dengan perasaan berat Brayan harus meninggalkan tempat di mana dia menimba ilmu selama 4 tahun terakhir ini. Kerena setelah kelulusannya, Brayan akan langsung pulang ke Indonesia.
Hampir 13 jam berada di dalam sebuah pesawat membuat Brayan sangat bosan. Namun, rasa itu hilang saat dia bisa melihat kedua orang tua serta adiknya yang berada di sisinya. Kali ini kepulangannya ke Indonesia dijemput langsung oleh keluarganya.
Tidak ada yang berubah dari rumah yang sudah dirindukan oleh Brayan. Hanya saja ada beberapa kamar yang telah direnovasi, termasuk kamarnya.
Jika dulu Brayan tidur satu kamar dengan saudara kembarnya, maka saat ini kamar mereka telah dipisahkan atas permintaan Brayan sendiri. Dia tidak mau lagi berbagi kamar dengan adik yang hanya beda 2 menit dari dirinya.
"Ray, setelah ini apa rencana mu?" tanya Agung, papa Brayan.
"Belum tahu Pa. Mungkin Rayan akan mengajar atau buka usaha," jawabnya.
"Mending kamu jadi tenaga pengajar di pondok. Mama dengar disana sedang membutuhkan tenaga pengajar," celetuk Nuri, mamanya.
"Nantilah, Ma. Rayan pikir dulu."
"Ya sudah kalian berdua istirahat dulu. Mama juga ingin beristirahat, capek sekali," kata mamanya, yang kemudian berlalu meninggalkan kedua anaknya.
Briyan tak lantas masuk ke dalam kamar, melainkan mengikuti Rayan untuk masuk ke kamarnya.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Rayan dengan dahi mengerut.
"Aku 'kan juga masih kangen," celoteh Riyan.
Rayan merebahkan tubuhnya di kasur besar diikuti juga dengan Riyan membuat Rayan menautkan alisnya.
"Aku tahu kamu adalah saudara kembar ku, tetapi tidak seperti ini juga Riy! Kenapa kamu mengikuti semua gerakan ku?" protes Rayan.
"Aku hanya ingin bernostalgia saja Ray, kamu tidak merindukan masa kecil kita? Baru juga 4 tahun berpisah, sudah melupakan semuanya!" gerutu Riyan.
Hening untuk sejenak. Rayan mencoba memejamkan matanya. Dia ingin menyambung kembali tidurnya yang terputus.
"Ray, aku denger Fisya sudah di jodohkan oleh orang tuanya." Riyan mencairkan keheningan.
"Lalu?" sahut Brayan malas.
"Tidak ada. Aku hanya memberitahu mu saja. Semoga hatimu bisa lapangan," ucap Brayan.
"Aku tidak memiliki perasaan apapun kepada dia, untuk apa aku harus berlapang. Aku akan merasa bahagia jika telah telah menemukan jodohnya.
"Seharusnya kamu itu jodohnya Fisya! Aku dengar Fisya sempat menolak, tetapi pada akhirnya Fisya hanya bisa pasrah atas kehendak orang tuanya. Bahkan orang tua Fisya saja tidak tahu seluk beluk calon menantunya," imbuh Briyan.
Sebenarnya Brayan tertarik untuk bertanya lebih, tetapi dia segera menepisnya. Itu sama saja dia hanya akan menjatuhkan dirinya sendiri. Namun, dia juga penasaran ingin mengetahui bagaimana kabar perempuan itu.
Setelah Rayan memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di kota Kairo, Rayan sama sekali tidak pernah mendengar kabar berita perempuan yang disebut namanya oleh Riyan tadi. Bibir Rayan terasa keluh saat ingin mengucap nama Nafisya, satu-satunya orang yang akan menentang keras dirinya dalam segi apapun, meskipun itu benar.
"Jadi apa hubungannya denganku?"
"Aku tidak tahu ada apa dengan kalian berdua. Tetapi aku yakin kalian memiliki hati yang sama, sama-sama ingin diperhatikan dan sama-sama suka cari masalah. Terlebih kalian juga sama-sama gengsi untuk mengakui perasaan kalian!" tandas Riyan.
Rayan menghela nafas kasarnya. Dia tidak percaya jika saat dirinya kembali, ternyata perempuan yang bernama Nafisya itu telah dijodohkan oleh orang tuanya. Antara rasa bahagia dan kesal beradu menjadi satu.
Semua orang juga sudah tahu bagaimana hubungan antara Brayan dengan Nafisya saat mereka masih duduk di Madrasah Aliyah.
Layaknya Tom dan Jerry yang tidak pernah akur. Akan ada saja bahan yang dipermasalahkan oleh keduanya, meskipun sebenarnya itu adalah masalah sepele.
Rayan hanya menarik kedua garis bibirnya saat mengenang masa-masa di mana dia masih duduk di bangku Madrasah Aliyah.
Empat tahun kini sudah berlalu, rasa rindu kepada teman-temannya pun tak terelakkan. Rayan berjanji setelah hari ini dia akan menghubungi satu persatu temannya dan akan mengadakan reuni bersama.
Semua anggota telah bersiap untuk melakukan makan malam. Moment ini telah ditunggu oleh sepasang orang tua yang merindukan momen seperti ini. Dimana mereka bisa berkumpul bersama.
Dengan penuh kasih sayang Nuri meladeni Rayan, bahkan dia hampir saja melupakan suaminya yang duduk termenung melihat pancaran bahagia dari raut wajah sang istri.
"Makan yang banyak!" seru mamanya sambil menyendokkan lauk ke piring Rayan.
"Sepertinya ada yang sudah dilupakan," sindir Agung.
Seketika itu Nuri menepuk jidatnya saat menyadari jika piring suaminya masih kosong.
"Astaga ... maaf Mas, lupa." Nuri tertawa kecil kemudian berpindah untuk meneladani suaminya.
"Apakah aku juga telah dilupakan?" celoteh Briyan yang ternyata terabaikan juga oleh mamanya.
"Hmm ... bilang saja iri," ejek mamanya yang kemudian juga melayani mengambilkan nasi serta lauk untuk Riyan.
"Nah ... ini baru adil," kelakar Riyan.
Makan malam keluarga kecil itu berjalan dengan khidmat. Tidak ada percakapan selama acara makan berlangsung, karena Agung sudah membiasakan hal itu sejak kedua anaknya masih kecil.
Setelah acara makan malam selesai, mereka memilih bersantai di depan televisi sambil mengobrol untuk melepaskan rasa rindu yang mendalam.
"Ray, apakah kamu tidak berminat untuk terjun ke perusahaan Papa?" tanya Papanya.
"Tidak, Pa. Rayan tidak tertarik. Rayan hanya ingin menjadi seorang pengajar saja karena itu adalah cita-cita Rayan semenjak kecil," ungkap Rayan.
"Jadi siapa yang akan meneruskan perusahaan Papa kelak?" tanya papanya lagi.
"Anak Papa 'kan tidak hanya aku saja, itu ada Riyan!" Tunjuk Rayan pada sang adik.
"Maaf aku tidak tertarik dengan dunia seperti itu. Aku mending menjadi youtuber saja, tidak terikat dan banyak duit yang masuk. Daripada menjadi tenaga pengajar yang tidak seberapa, mending kamu saja yang urus perusahaan Papa, Ray!" saran Riyan.
"Sudah-sudah! Kalian ini di manapun tempatnya suka eyel-eyelan!" seru mamanya.
Agung hanya bisa membuang kasar napasnya. Kedua anaknya tidak ada yang peduli dengan nasib perusahaannya kelak.
Bagaimana jika sewaktu-waktu sang pencipta menyabut nyawanya, apakah kedua anaknya juga tidak akan peduli dengan nasib perusahaannya?
"Sudahlah kalian memang tidak ada yang peduli dengan nasib perusahaan Papa."
"Bukan begitu Pa, tapi aku masih ingin untuk menggapai cita-citaku lebih dahulu. Bukankah dulu Papa juga seperti itu?" timpal Rayan.
"Kamu benar, Ray. Papa harap setelah kalian puas bermain-main dengan keinginan kalian, suatu saat kalian akan meneruskan perusahaan Papa ini. Ya sudah beristirahatlah ini sudah malam," pungkas Agung.
Malam ini pikiran rakyat tidak kenal saat mengingat jika Nafisya lagi kitab oleh seseorang.
"Kenapa aku malah memikirkan dia, sih?" gerutu Rayan.
"Mau dilamar kek, mau menikah kek, apa hubungannya denganku? Mengapa hatiku malah terasa panas." Rayan menggusar kasar rambutnya. Meskipun malam ini terasa dingin, tetapi tidak untuk Rayan yang merasakan hawa panas menyengat di hatinya.
🌹Bersambung🌹
Seperti bisa jangan lupa tinggalkan Like dan komentarnya 🙏 Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Mister Sutijono
ok lanjut
2023-12-21
0
funny hamster
salam kenal
2023-11-09
0
Bunga Syakila
menyimak
2023-10-28
0