Berperang dalam perasaan, berharap ada keajaiban untuk memenangkan hati yang telah menjadi milik orang lain. Bukan ingin menjadi orang ketiga, tetapi Rayan tidak bisa membohongi perasaannya sendiri jika dia telah benar-benar jatuh hati kepada Nafisya.
"Nafisya."
Seakan Brayan tidak percaya akan hadirnya seorang wanita yang baru saja dia pikirkan. Dengan mata yang tak berkedip, Rayan terus menatap Nafisya yang baru saja gabung di ruangan tersebut.
Sekilas, Nafisya melihat sosok Rayan yang berada tidak jauh darinya. Karena di dalam ruangan itu ada beberapa orang yang telah dipercayakan untuk membantu jalannya tahfidz hari ini. Biasanya Nafisya akan turut membantu jalannya tahfidz jika Butik sedang tidak ramai.
"Pak!" Salah seorang murid yang hendak menyetorkan hafalannya.
"Bapak jaga pandangan anda! Kak Nafisya sudah ada yang punya."
Rayan segera memutuskan pandangannya dari Nafisya lalu melanjutkan tugasnya untuk mengajar anak-anak yang ingin menyetorkan hafalan mereka.
Satu jam telah berlalu, ini Rayan sedang berkemas untuk pulang. Saat melirik arlojinya yang melingkar di pergelangan tangannya, ternyata hari sudah menunjukkan pukul 17.30 dan sudah hampir memasuki waktu maghrib.
"Kamu mau pulang sekarang?" Tiba-tiba suara yang menghantarkan hati Rayan menggema di pendengarannya.
Rayan segera menoleh ke belakang, di mana saya sudah berdiri di belakangnya.
"Iya. Aku akan pulang. Mau ikut?" tanyanya.
"Tidak. Aku nanti pulangnya selepas magrib. Kamu nggak mau magriban disini?"
Sebisa mungkin Rayan mencoba menahan gejolak dadanya. Jangan ditanya lagi jantung Rayan akan ingin berlari saat mendengar suara dari Nafisya.
"Astaga jantung, kamu bisa tenang gak? Jangan buat aku gugup di depan Fisya, dong!"
Rayan merutuki hatinya yang selalu bergerumuh jika bertemu dengan Fisya. Mungkinkah ini adalah karma di masa lalu ketika dia selalu membenci Fisya terlalu berlebihan.
"Ray! Ditanya malah bengong!"
"Kalau kamu yang meminta, aku pasti akan shalat di sini menjadi imam mu."
Seketika itu juga, Rayan langsung menutup rapat mulutnya dengan kedua telapak. Mulutnya benar-benar lepas kendali.
Fisya hanya bisa menahan tawanya. Tak disangka seorang Rayan bisa mengatakan hal seperti itu. Apakah kepergian ke luar Negeri mampu melunakkan hatinya yang keras.
"Kamu ini ada-ada aja, Ray." Fisya malah meninggalkan Rayan begitu saja tanpa ingin menimpali ucapan dari Rayan.
"Mana mungkin dia percaya dengan ucapanku. Lagian mulut ini kenapa bisa lepas kendali, sih?" Rayan menggerutu sendiri.
Tidak ingin membuang waktu yang ada, Rayan mengurungkan niatnya untuk lebih awal dari jadwal sebelumnya. Namun, sebelum itu dia mengirimkan sebuah pesan kepada mamanya jika dia akan pulang telat karena masih ada kegiatan di pondok. Tidak mungkin Rayan menulis pesan kepada mamanya jika dia sebenarnya masih ingin melihat Nafisya.
***
Sebaik-baiknya kata adalah doa. Siapa yang menyangka jika Rayan menjadi kenyataan. Saat ini yang menjadi imam salat magrib adalah Rayan. Entah sebuah kebetulan atau memang itu adalah ucap Rayan yang di jabah oleh Allah.
Karena sudah terbiasa menjadi imam di Masjid, Rayan tidak merasa gugup lagi. Semua jamaah terkesima akan lantunan dan irama yang dibawakan Rayan dalam salat. Membuat jamaah Putri yang ada di belakang tidak bisa khusyuk dalam menjalankan salatnya.
Dalam hati mereka memuji Rayan. Selain tampan ternyata dia juga memiliki suara yang indah dan menyentuh hati.
Setelah selesai salat magrib, kasak-kusuk di shaf bagian putri tidak dapat terelakkan lagi. Bahkan Fisya sendiri juga kagum akan suara Rayan yang menyentuh hatinya.
"Ya ampun, Ra! Kalau Pak Rayan yang selalu menjadi imam, aku pastikan akan selalu salat tepat waktu. Bukan hanya wajahnya saja yang mempesona, suaranya juga mampu menghipnotis hatiku. Aduh ... kira-kira udah ada yang punya belum ya."
"Stttt! Ini masih di masjid, Al! Nanti saja kalau mau heboh, di kamar saja!"
Dengan jelas Fisya bisa mendengar perbincangan yang ada di sampingnya. Ternyata bukan hanya dirinya saja yang terhipnotis, tetapi hampir semua jamaah yang hadir.
"Sya, tunggu!" Rayan menghentikan langkah Fisya.
"Ya, ada apa?"
"Kamu sudah mau pulang?" tanya Rayan cepat.
"Iya. Tapi aku mau mampir ke Butik dulu."
"Gak takut?"
Fisya ingin tertawa melihat wajah Rayan yang terlihat serius.
"Buat apa takut, jika Allah akan selalu menyertai langkahku. Kamu lupa kalau aku ini bekas altet taekwondo?"
Saat itu juga Rayan hanya nyengir. Kekhawatirannya hanya mempermalukan dirinya di depan Fisya.
"Ah, iya. Aku lupa." Rayan tertawa pelan.
"Kalau begitu, aku antar ya!"
"Aku 'kan bawa motor sendiri Ray."
Lagi-lagi Rayan hanya bisa menelan rasa malunya.
"Ya sudah aku antar dari belakang."
***
Sesampainya di Butik, kedatanga Nafisya bersama dengan Rayan disambut hangat oleh para karyawan Butik. Meskipun selama ini mereka tahu jika pemilik Butik sudah memiliki tunangan, tapi sosok itu tidak pernah mau meluangkan waktunya untuk masuk ke dalam butik.
"Kamu tunggu di sini ya aku ambil minum dulu untukmu," kata Fisya yang hendak berlalu menuju belakang.
"Gak udah, Sya. Gimana kalau kita keluar cari makan malam depan sana. aku sudah lama tidak makan di lesehan, gimana kamu mau kan nemenin aku?"
Fisya masih terdiam. Ingin menolak tapi lagi-lagi dia merasa tidak enak.
"Ya sudah ayo!"
Kali ini Rayan terlihat sangat bahagia. Untuk kali pertamanya dia bisa duduk di dekat Fisya tanpa beradu mulut.
"Sya!" panggil Rayan.
"Ya."
"Aku aku cuma mau minta maaf karena selama kita satu sekolah dulu aku sering membuatmu marah. Bahkan aku sering mengerjai mu. Sering memasukkan tikus ke kelas putri." Rayan menatap Fisya tanpa berkedip.
Fisya menarik kedua garis simpul bibirnya. Dia ingin tertawa jika mengingat kekonyolan di masa sekolahnya. Gimana dia juga lebih jahil daripada Rayan.
"Sudahlah, nggak usah diingat-ingat lagi. Anggap aja saat itu kita masih puber dan labil. Yang penting sekarang adalah waktunya untuk membenahi diri. Aku juga minta maaf ya jika dulu sudah sering menghakimimu sendiri, tanpa ingin mendengarkan penjelasanmu."
Rayan dan Fisya saling menatap. Hanyut dalam pikiran masing-masing, membuat keduanya tidak sadar jika pesanan mereka sudah hampir dingin.
"Sya, bisakah kita melupakan masa-masa sekolah dan kita berteman?" tanya Rayan penuh keraguan. Namun, dia yakin jika Fisya akan menerima pertemanannya.
Fisya mengangguk pelan sebagai jawabannya
"Serius?" Rayan memastikan lagi.
"Dua rius." Fisya menujukan jari kelingking sebagai kesungguhannya.
Dengan senang hati Rayan mengaitkan jari kelingkingnya pada Fisya. "Janji, ya. Apapun itu yang terjadi kita akan berteman selamanya."
"Insha Allah."
Sya, mungkin saat ini kamu masih menerima ku sebagai teman biasa. Tapi aku akan pastikan suatu saat aku akan menjadi tempat luar biasa. Setiap malam aku selalu berdoa jika hubungan mu dengan Alqan kandas di tengah jalan, meskipun aku tahu itu tidak mungkin. Saat itu tiba aku akan segera mengikatmu dalam ikatan yang suci di mata agama dan negara. Sya, maafkan jika doaku tidak baik untukmu, tetapi baik untuk ku."
...~~~...
...🌹Bersambung🌹...
...Jan Lupa Like ya!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
maya ummu ihsan
menikung di dalam doa
2024-04-06
0
Amanah Amanah
doamu udh di dikabul SMA Allah ray
2023-01-01
1
anti sinetron suara hati istri
kalau berkarakter islami,ganti atuh kata astaga nya,sama astaghfirulloh🤭🤭🤭
2022-10-02
1