Seperti janji Nuri kepada Rayan, hari ini dia akan membawa Rayan ke pondok Al Jannah. Sebuah sekolah yang berbasis boarding school yang telah bekerja sama dengan sebuah pondok pesantren modern. Dimana para siswanya diwajibkan untuk tinggal di asrama sekolah.
Kedatangan Rayan disambut dengan suka cita oleh pengurus pondok. Mereka sangat bahagia mendengar kabar jika Rayan berhasil lulus dengan nilai terbaik. Terlebih Rayan juga mengajukan diri untuk mengajar di sekolahan tersebut. Suatu kebanggaan untuk pengelola pondok jika Rayan bersedia menjadi tenaga pengajar di pondok.
"Dengan senang hati kami akan menerima nak Rayan untuk menjadi tenaga pengajar di sini, tetapi untuk saat ini belum ada asrama untuk tenaga pengajar baru. Tidak apa-apa 'kan pulang balik dari rumah ke pondok?" tanya Pak Dzaki selaku pengurus dari pondok.
"Iya nggak papa Pak, yang penting saya bisa ngajar secepatnya," balas Rayan dengan manisnya
Dengan ditemani oleh pak Dzaki dan mamanya, Rayan menelusuri bangunan yang ada di pondok tersebut.
Masih sama seperti dahulu, hanya saja sedikit penataan yang berbeda. Saat memasuki kantin, sekilas Rayan mengingat, disana dia pernah adu mulut dengan Nafisya.
Senyum tipis terukir di bibirnya, kenangan demi kenangan mulai bermunculan. Rasanya baru kemarin dia meninggalkan sekolahan itu dan berpisah dengan teman-temannya. Siapa sangka sudah 4 tahun berlalu.
Setelah puas berkeliling, Rayan dan Mamanya-pun memutuskan untuk pulang dan mempersiapkan keperluan Rayan. Sebagai orang tua, Nuri akan selalu mendukung apa yang akan menjadi pilihan anaknya, selagi itu adalah pilihan yang positif.
"Ray, mampir di butik bentar, ya! Mama mau mengambil pesanan Mama," pinta mama Nuri.
"Siap, Ma."
Dengan petunjuk arah dari mama-nya, kini mobil Rayan telah berhenti disalah satu bangunan dengan bertuliskan sebuah nama Nafisya Fashion.
Rayan menepis jauh pikirannya. Nama Nafisya di dunia ini banyak bukan hanya Nafisya Haira Ramadhani, musuh bebuyutan di bangku Madrasah Aliyah.
"Ma, kenapa butiknya diberi nama Nafisya Fashion, sih?" tanya Rayan.
"Mungkin karena onwernya memiliki nama Nafisya, makanya dinamakan Nafisya Fashion. Kamu mau ikut masuk atau menunggu disini?" tanya Mamanya.
"Ikutlah Ma," jawab Rayan cepat.
Rayan langsung merasa penasaran dengan owner butik ini. Entah mengapa Rayan sangat berharap jika itu memanglah butik milik Fisya.
"Mama kasih tahu ya, Ray. Selain butik ini pelayanan yang ramah, ternyata sebagian besar busana yang ada disini di rancang langsung oleh pemiliknya lho. Masih muda, cantik lagi. Tapi sayang udah udah ada yang punya. Bentar lagi nikah. Coba aja masih kosong, mama daftarin kamu sebagai kandidat calon suaminya."
"Mama apaan sih, Ma? Kayak mau ngelamar DPR aja pakai kandidat segala," protes Rayan.
"Soalnya dia itu cantik luar dalam," sahut mamanya.
Rayan hanya mengekor mamanya saat menanyakan pesanan kepada salah satu pegawai butik.
"Pesanan ibu sudah ada di ruangan Bu Fisya."
Nuri mengangguk pelan dan menuju ke ruangan pemilik butik.
Tok ... Tok ... Tok
Nuri mengetuk pintu dan tak lama terdengar suara dari dalam yang mengatakan untuk masuk saja.
Saat melihat jika yang datang ternyata adalah salah satu pelanggan tetapnya, wanita muda dengan hijab nude segera menyalami Nuri dengan sopan.
"Tante ... kenapa mau kesini gak bilang-bilang?" sambut wanita muda itu.
"Tadi kebetulan lewat sini terus ingat pesanan Minggu lalu, jadi sekali aja," kata Nuri.
"Tante kesini sendirian atau diantar Om Agung?"
"Tante sama anak Tante."
"Tumben Riyan mau mengantar Tante, biasanya sibuk di studio."
"Bukan Riyan, tapi anak Tante yang baru pulang dari Al Azhar. Itu lho, kembarannya Riyan," jelas Nuri.
Deg!
Saat itu juga detak jantung Fisya seakan berhenti sampai disini. Jelas Fisya tahu siapa sosok kembaran dari Riyan. Dia adalah Brayan Al Bani Jalaluddin, musuh bebuyutan selama 3 tahun mengeyam pendidikan di Madrasah Aliyah.
"Rayan," gumam Fisya.
"Kamu kenal?" tanya Nuri yang mendengar nama Rayan disebut oleh Fisya.
"Kenal, Tan. Kami dulu 'kan satu sekolah," jawab Fisya lemas.
"Wah ... Tante baru tahu lho, kalau kamu lulus alumni boarding school Al Jannah," seru Nuri.
Setelah Nuri mengambil pesanannya, dia memaksa Fisya untuk menemui Rayan yang ada di depan. Ingin memperkenalkan Fisya kepada Rayan, meskipun Nuri tahu jika Fisya sudah di lamar oleh seorang pria, tetapi niatnya hanya untuk memperkenalkan saja, siapa tahu mereka memang saling mengenal.
"Tapi, Tan ... " Fisya pasrah saat tangannya di gandeng keluar oleh Nuri.
"Tante cuma mau kenalin kamu sama Rayan aja kok. Tenang saja Mas Alqan-mu tidak akan marah," bujuk Nuri.
Sesampainya di sofa khusus menunggu, Rayan sedang membaca sebuah majalah seputar fashion.
"Ray," panggil mamanya.
Rayan mendongak. Spot jantung hampir lepas saat melihat seseorang yang telah berada disamping mamanya. Wanita yang sangat familiar, bahkan tidak bisa terhapus dari memori Rayan selama 4 tahun terakhir ini.
"Kamu!" Tunjuk Rayan pada Fisya.
Berbeda dengan Rayan yang merasa sangat shock, air muka Fisya datar biasa saja, seolah tidak mengalami keterkejutan sama sekali.
"Kalian sudah saling mengenal?"
"Sudahlah, Ma. Dia itu dulu teman Rayan di pondok," timpal Rayan.
"Owalaah ... Mama kira belum kenal. Ya sudah, gak jadi Tante kenalin." Nuri tertawa kecil sambil menahan rasa malu.
Sepanjang perjalanan pulang, tak ada sepatah kata yang terucap dari bibir Rayan. Hatinya tiba-tiba gundah saat dia bisa melihat Fisya yang bertransformasi menjadi wanita cantik dan anggun, tak seperti Fisya 4 tahun lalu.
"Ray, kamu gak mau turun?" Mamanya menepuk bahu Rayan.
"Eh ... iya, Ma," gagap Rayan.
Rayan pun segera melepaskan safety belt dan langsung mengekori mamanya masuk ke dalam rumah.
"Sayang banget ya, Fisya udah di lamar oleh orang lain. Coba aja kalau belum, mama akan lamarkan dia untuk kamu, Ray. Apalagi kalian dulu satu pondok," celoteh mamanya.
"Mama ngomong apa sih? Dia itu musuh bebuyutan Rayan di pondok. Mana mungkin Rayan mau menjadikan dia sebagai seorang istri. Yang ada Rayan akan selalu di banting setiap hari. Dia itu atlet taekwondo, Ma," jelas Rayan.
Bukankah prihatin atas pengakuan anaknya, Nuri malah tertawa saat mendengar ucapan Rayan.
"Jangan terlalu membenci, Ray! Benci dan cinta itu tipis perbedaan. Bisa jadi orang yang kamu benci saat ini adalah jodohmu kelak," Nuri tertawa sambil meninggalkan Rayan yang masih terpaku.
Lagi-lagi Rayan menepis semua ucapan mamanya. Tidak mungkin dia akan jatuh hati kepada Fisya, sedangkan Fisya saja tidak pernah bisa menghargai dirinya, meskipun dia tidak bersalah. Setiap hari hanya berantem dan beradu mulut. Apa jadinya jika Rayan bersanding dengan Fisya, bisa-bisanya keduanya setiap hari hanya makan perdebatan.
"Mengapa juga aku malah memikirkan dia!" Rayan menggusar kasar rambutnya.
..._...
..._...
..._...
...🌹Bersambung 🌹...
...Mohon jangan lupa Like-nya 🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Amanah Amanah
itu kn dlu raay klo udh nika MH lain ceritanya
2023-01-01
2
Noer Anisa Noerma
biasa nya suka berjodoh
2022-07-25
1
Baek chanhun
thanks mbak, sudah kembali
untuk menghibur kami lagi.
semoga selalu update.
semoga mbak sehat selalu dan
rezeki yang berlimpah,💪😍👍🙏🏻
2022-07-01
4