Setelah bertemu Nafisya, hati Rayan dilanda gundah berlebihan. Apalagi saat mengetahui jika sebentar lagi Nafisya akan segera menikah. Hati Rayan benar-benar terasa panas, seolah dia tidak terima akan kenyataan yang ada.
"Astaghfirullahaladzim." Rayan mengusap wajahnya kasar saat bayangan Nafisya melintas di dalam pikiran. Padahal saat ini Rayan baru saja siap melakukan shalat malam.
"Ya Allah Engkaulah pemilik hati ini yang sesungguhnya. Hamba tidak tahu kemana hati ini akan berlabuh, tetapi hamba percaya jika Engkau telah menyiapkan jodoh terbaik untukku. Jika memang dia adalah jodoh yang telah Engkau siapkan untukku, tolong jaga dia. Namun, jika bukan, tetaplah jaga dia agar selalu Istiqomah di jalan Mu."
Setelah memanjatkan doanya, Rayan kembali lagi ke tempat tidurnya. Angin malam berhembus dingin. Meskipun sudah berada di sebuah kamar yang berdinding beton, tetapi rasa dingin itu masih bisa Rayan rasakan.
"Fisya, jika kamu bukan jodohku, ku harap kamu pergi dari pikiranku."
Rayan membuang kasar napasnya sebelum pada akhirnya dia memejamkan matanya kembali.
Mentari menyingsing menyapa bumi yang telah merindukan cahaya terangnya. Burung berkicau, menari di udara, mendadak hari memang sudah pagi.
Sehabis subuh, Rayan tidak lantas kembali ke tempat tidurnya. Dia memilih untuk bersiap untuk joging ditemani oleh Rayan.
Sudah lama Rayan tidak pernah melakukan joging, karena selain tinggal di asrama Rayan paling malas untuk bergaul bersama dengan teman-temannya. Hari-hari selalu dihabiskan untuk belajar dan belajar agar dia bisa lulus dengan baik. Itu semua terbayar lunas saat dia mendapatkan gelar Jayyid Jiddan dari Universitasnya.
"Ma, kami berangkat dulu ya," pamit Rayan.
"Hati-hati, Nak!" sahut Nuri dari dapur.
Riyan mengajak saudara kembarnya untuk melakukan joging di sebuah taman, karena taman itu masih asri dan udara juga masih segar.
"Ray, kenapa kamu malah memilih menjadi tenaga pengajar sih? Enak langsung masuk ke perusahaan Papa jadi CEO."
"Aku tidak tertarik, Riy. Lebih enak jadi orang biasa saja, kamu tahu kan sebagai CEO otak harus mikir terus untuk mempertahankan saham dan aku tidak suka berpikir keras," sahut Rayan.
"Nah, benar itu. Aku juga malas mikir, mending nge-vlog dapat duit. Harusnya momen kita ini diabadikan, tapi aku lupa malah tidak membawa ponselku."
Rayan hanya menggelengkan kepalanya saat isi kepala Riyan hanya konten saja. Semua yang dilakukan harus dijadikan konten, demi uang.
Saat Riyan sedang beristirahat di sebuah bangku, matanya menangkap seseorang yang dia kenal. Dia adalah Alqana Maulana Ibrahim, pria yang telah mengikat Nafisya dengan ikatan pertunangan.
"Ray, lihat itu!" perintah Riyan dengan jari telunjuk yang menunjuk kearah seorang pria.
"Kenapa?"
"Menurut kamu dia bagaimana?"
"Dilihat dari jauh dia tampan."
"Itu namanya Alqana Maulana Ibrahim anak dari salah anggota DPR yang sangat terkenal ramah. Namanya bagus kan, Alqan, tapi tidak semua orang tahu kelakuan yang sebenarnya," jelas Riyan.
Rayan hanya menggelengkan kepalanya. Ternyata selain menjadi seorang youtuber, Riyan ternyata diam-diam juga merambah sebagai pengamat nasional. Dia bisa memberikan penilaian kepada orang lain.
"Kamu hebat ya, selain sebagai youtuber, ternyata juga menjadi seorang pengamat nasional," ledek Rayan.
Mendengar ledekan dari Rayan, Riyan langsung menyebikkan bibirnya. Dia merasa sangat kesal karena Rayan sudah mengambil kesimpulan yang begitu cepat tanpa ingin bertanya lebih lanjut.
"Aku hanya akan memberitahu mu saja, dia itu pria yang telah di jodohkan dengan Fisya."
Deg!
Jantung Rayan seakan ingin berhenti berdetak setelah mendapatkan penjelasan dari Riyan. Jadi pria yang di jodohkan dengan Fisya adalah anak seorang pejabat, meskipun dia tampan, tetapi tidak dengan perilakunya. Begitulah kesimpulan dari Riyan.
Dada Rayan rasakan sesak. Karena tidak ingin memperlihatkan kepada Riyan, dia langsung mengajak Riyan untuk pulang.
"Ray, kita baru saja sampai. Masa iya langsung pulang?" protes Riyan.
"Kalau kamu masih ingin disini, silahkan! Aku mau pulang!"
Riyan-pun segera mengejar langkah Rayan. Dia tau jika saat ini hati Rayan sedang dibakar oleh api cemburu. Riyan semakin yakin jika saudara kembarnya itu memiliki perasaan kepada Fisya. Namun, karena rasa gengsi yang amat besar, Rayan menutupi perasaannya tersebut.
"Dasar! Dari dulu sampai sekarang tidak berubah. Gengsi dibesarkan," keluh Riyan.
**
Saat ini Rayan sedang mempersiapkan perlengkapannya yang hendak dibawa ke pondok. Pilihannya untuk menjadi tenaga pengajar sudah bulat.
"Kalau kamu merasa tidak nyaman tinggal dengan fasilitas pondok, bilang saja sama Papa! Nanti Papa akan nego bersama pak Dzaki," pesan Agung kepada anaknya.
Rayan ingin tertawa saat sang Papa tidak berubah dan masih terus mengkhawatirkan dirinya.
"Papa tenang saja. Berhubung belum ada kamar jadi aku tidak tinggal di asrama, kok."
"Bilang saja kalau sebenarnya Mas Agung itu gak rela kalau Rayan tinggal di asrama 'kan?" tuduh Nuri.
Agung hanya terkekeh pelan sambil menggaruk tengkuknya. "Kenapa kamu buka kartu di depan anak kita, sih?" Tanpa rasa malu Agung mentoel pipi istrinya.
Rayan berusaha menahan tawanya. Diusianya yang sudah tidak muda lagi, tetapi kedua orang tuanya masih seperti pasangan muda lainnya yang harmonis. Namun, dibalik itu semua, masih terekam dengan jelas dalam ingatan Rayan, bagaimana kelakuan papanya saat dirinya masih kecil.
"Pokoknya kalau kamu tidak nyaman disana, segera kasih tau Papa, oke?"
"Siap, Pa."
Rayan hanya menatap kepergian orang tuanya. Ada setitik rasa bahagia melihat kemesraan yang tak pernah pudar. Itu semua butuh perjuangan.
Tiba-tiba wajahnya menjadi muram saat mengingat dirinya sendiri. Miris, tidak bisa berterus terang dengan perasaan sendiri dan memilih menjadi seorang pengecut ketimbang berjuang.
Disisi lain, Fisya tidak bisa memejamkan matanya setelah melihat pria yang paling menyebalkan selama ini. Pergi tanpa berpamitan, pulang tanpa pemberitahuan dan tiba-tiba muncul dihadapannya dengan keadaan yang telah berbeda.
Fisya yang telah di lamar oleh orang lain, terlebih Fisya sama sekali tidak mempunyai perasaan kepada pria tersebut. Andaikan saja yang mengkhitbah adalah Rayan, mungkin Fisya akan merasa sangat bahagia.
"Ray, mengapa kamu datang di waktu yang tidak tepat?"
"Haih ... mengapa juga aku malah memikirkan dia, sih?"
Fisya hanya mengacak gulingnya sebagai pelampiasan rasa kesalnya.
"Untuk apa aku memikirkan dia? Ingat Fisya, dia itu musuh besar mu, jangan tergoda dengan wajahnya. Lihatlah, wajah Mas Alqan juga lebih menawan." Fisya bermonolog sendiri.
Bayangan Rayan mampu menghancurkan rasa kantuknya. Hingga pukul 11 malam, Fisya mata Fisya belum juga bisa untuk memejam. Sebenarnya Fisya ingin sekali menanyakan bagaimana kabar Rayan, tetapi semua itu hanya tertahan dalam anganan saja. Fisya sadar dengan statusnya saat ini ada hati yang harus dia jaga.
..._...
..._...
..._...
...🌹Bersambung 🌹...
...Jangan Lupa lap like, oke!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Mister Sutijono
lanjut katanya akan ada konflik ditunggu aja .
2023-12-21
1
Benazier Jasmine
lanjut
2023-01-01
0
Amanah Amanah
gayung bersambut ,hati mereka sma2 suka
2023-01-01
0