Zulfa, wanita yang telah mengisi hati Alqan selama 3 tahun terakhir. Wanita yang digadang-gadang akan menjadi istrinya. Namun, kenyataan berbeda. Alqan sempat memberontak saat dirinya hendak ditunangkan oleh Nafisya. Bukan tanpa alasan orang tua Alqan menjodohkannya dengan Nafisya. Semua itu karena balas budi orang tua Alqan kepada keluarga Nafisya.
Sudah pukul 9 malam Alqan belum juga pulang ke rumahnya. Papa Alqan merasa ada yang tidak beres dengan anaknya yang akhir-akhir ini yang pulang hingga malam. Padahal jika mengingat pekerjaannya, kantor tutup pukul 5 sore. Akan tetapi, Alqan selalu pulang di atas jam 9 malam.
"Aku sudah yakin jika anak itu masih menjalin hubungan dengan wanita itu!" Papa Alqan mengepalkan kedua tangannya.
"Bahkan dia sampai mengabaikan status pertunangannya," lanjutnya lagi.
Dengan ditemani sang istri papa Alqan menunggu kedatangan anaknya di teras rumah, karena ingin segera menodong Alqan.
"Bukankah papa sudah tahu jika Alqan itu mencintai Zulfa, tetapi papa malah bersikeras untuk menunangkannya dengan Nafisya. Alqan itu mencintai Zulfa, Pa." Maria, mama Alqan membela anaknya.
"Teruskan saja kamu membela anak itu. Jika bukan karena keluarga Abi Yusuf, kita tidak akan sampai di titik seperti ini, Ma. Kalian harus mengerti itu!"
Maria hanya menghela napas beratnya. Sungguh dia tidak mengerti apakah balas budi harus dengan mengorbankan kebahagiaan anaknya.
"Mama tahu, tapi keputusan Papa itu salah, Pa. Harus berapa kali Mama bilang, jika Alqan itu mencintai Zulfa, Pa!" tegas Maria lagi.
Amir hanya bisa memijat pangkal hidungnya. Dia merasa pusing karena anak istrinya tidak mendukung dalam perjodohan ini. Sebenarnya papa Alqan ingin jika perjodohan ini bisa membuat Alqan berubah menjadi yang lebih baik lagi.
"Nah itu dia pulang!" Tunjuk Maria pada sebuah mobil yang sudah masuk ke garasi.
Alqan terkejut saat kedatangannya di hadang oleh papanya. Dengan dahi yang mengerut Alqan bertanya, "Ada apa ini?"
"Kamu dari mana mengapa jam segini baru pulang?" tanya papanya langsung.
"Alqan dari kantor-lah, Pa. Memangnya mau darimana lagi?" gugup Alqan.
"Kamu ini bener-bener ya! Kamu kira Papa tidak tahu jika kamu baru saja bertemu dengan wanita itu kan?"
Alqan menelan kasar salivanya sambil menatap bingung kepada sang mama.
"Alqan, kamu itu sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Papa harap kamu tidak melupakan itu!" tandas papanya kesal.
Tak perlu dijawab lagi, papa Alqan tahu jika anaknya memang baru saja bertemu dengan Zulfa. Padahal papa Alqan hanya menebaknya saja, tetapi wajah Alqan sudah bisa memberikan menjawab atas dugaannya.
"Sudahlah. Papa rasa kalian memang tidak ada yang peduli lagi dengan Papa." Papa Alqan memilih berlalu meninggalkan anak dan istrinya yang sama-sama terdiam.
"Kenapa Papa bisa tahu kalau aku memang bertemu dengan Zulfa, Ma?" bisik Alqan pada mamanya.
"Mana Mama tahu. Sudahlah pusing mikirin kalian semua." Mama Alqan pun turut meninggalkan Alqan yang masih terpaku di depan pintu.
Seindah suara yang menggema adalah lantunan ayat suci Alquran. Tidak semua orang mampu untuk membaca dengan fasih, tetapi mereka akan hanyut saat meresapi lantunan yang terdengar merdu.
Pagi ini Brayan sengaja diajak oleh papanya untuk sholat subuh berjamaah di Masjid terdekat. Sebelum masuk waktu subuh biasanya akan ada kaset potong ayat yang akan di bunyikan lewat pengeras suara. Tujuan agar sebagai orang tahu jika sebentar lagi tiba waktu subuh. Namun, kali ini bukan kaset yang diputar, melainkan suara merdu dari seorang Brayan.
Dengan irama Bayyati Brayan sangat fasih dalam membacakan surah Ar Rahman, surah yang sering terdengar sebelum Adzan subuh tiba.
Siapa saja yang mendengar suara Brayan, pasti mereka akan terlena dengan suara emasnya. Suara yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Suara emas Brayan mampu menarik sebagai orang untuk datang ke Masjid untuk mengetahui siapa pemiliknya. Alhasil, Masjid yang biasanya sepi, pagi ini mendadak bisa sampai 3 shaf.
"Masha Allah nak, Rayan. Baru kali ini jama'ah Masjid banyak seperti ini. Mereka semua merasa sangat penasaran denganmu, Nak," puji imam Masjid saat Brayan dan Agung hendak meninggalkan Masjid.
"Ah, bapak bisa saja," ucap Brayan malu-malu.
"Tapi itu benar adanya, Nak. Bapak harap besok sebelum subuh kamu mengaji lagi, ya?"
"Insha Allah, Rayan akan mengaji lagi besok, Pak." Bukan Rayan yang menjawab, melainkan papanya.
Hal itu tentu saja membuat Brayan tidak terima, tetapi karena tidak ingin membuat Imam Masjid merasa kecewa, Brayan mengiyakan ucapan papanya.
Sesampainya di rumah Brayan masih mendiamkan papanya yang terlalu cepat memberikan jawaban. Padahal Brayan sendiri paling malas untuk pergi Masjid, karena saat-saat itu matanya seperti di lem, sangat lengket.
"Lho, kenapa kok malah manyun?" tegur Nuri yang menyambut dua lelaki hebatnya.
"Tanyakan saja sama suami Mama!" ketus Brayan yang langsung nyelonong masuk ke dalam.
Nuri yang penasaran segera menghampiri suaminya lalu menanyakan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Agung tertawa pelan saat mengambil menceritakan keputusan yang diambil tanpa persetujuan dari Brayan.
"Itu ... aku tadi langsung menyetujui permintaan Pak Imam Masjid saat meminta Rayan untuk mengaji lagi sebelum adzan subuh," jelas Agung.
"Lha ... Bagus itu. Tapi dia kok malah ngambek?"
"Kayak enggak tahu anaknya sendiri aja! Meskipun sudah sekolah jauh di sana, tetap saja kalau bangun paling susah." Agung segera berlalu meninggalkan Nuri yang masih terdiam. Memang tidak dipungkiri jika anak-anaknya masih susah untuk bangun pagi. Namun, meskipun begitu kedua anaknya tidak pernah meninggalkan shalat subuh.
Berhubung hari Minggu, Brayan kembali melanjutkan tidurnya yang tertunda. Semua itu gara-gara papanya yang meminta untuk menemani shalat berjamaah di Masjid. Siapa yang menyangka jika di Masjid Brayan akan dikerjai oleh papanya sendiri.
"Dasar bapak durhaka."
Saat Brayan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, ada sesuatu yang tidak beres di bawah selimutnya. Brayan pun segera menyebabkan selimutnya.
"Astaga ... sejak kapan kamu di sini?"
"Apaan sih, Ray. Tutup lagi! Dingin tau!"
"Minggir! Ngapain kamu ke kamarku? Bukankah kamu memiliki kamar sendiri?" usir Brayan.
"Aku lupa meletakkan kunci kamarku dimana. Tutup lagi selimutnya!"
Beayan hanya bisa membuang kasar napasnya melihat kelakuan adik yang hanya beda 2 menit saja. Selama satu minggu meninggalkan rumah, tanpa kabar dan tiba-tiba merusak suasana hatinya. Sungguh menyebalkan!
"Ri, kamu kenal sama tunangan Fisya?" tanya Rayan ditengah keheningan pagi.
"Hmm."
"Ri, sedang bertanya!"
"Iya, aku kenal! Dia teman satu kampusku dulu."
"Berarti kamu juga kenal dengan pacarnya, dong?"
"Iya, aku kenal! Dia mantanku!"
Mata Rayan segera membulat saat mendengar jawaban dari saudara kembarnya. Pantas saja Briyan mengetahui lebih detail tentang Alqan, ternyata ada penyebabnya.
"Jangan berpikir macam-macam! Dia hanya mantan yang harus di buang!" lanjut Briyan sambil mengeratkan guling dalam dekapannya.
Memang sudah sepantasnya, mantan itu harus dibuang. Masih banyak calon lain yang lebih baik. Jadi ... jangan pernah fokus pada mantan yang tak seharusnya dipikirkan.
...~~~...
...🌹 Bersambung 🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Azizah az
buanglah mantan pada tempatnya 😅
2022-09-26
2
Baek chanhun
semangat lanjutkan Thor 💪😍👍🙏🏻
2022-07-03
1