"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan -Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan -Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." ( QS. Ar-Rum: 21 )
Fisya terlihat sangat cantik dengan gaun kebaya putih yang senada dengan hijabnya. Polesan make up tipis menempel di wajahnya. Senyum indah terus terukir saat dirinya di jemput oleh calon suaminya untuk berangkat ke sebuah Masjid terdekat.
Hari ini adalah hari bahagia untuk Fisya, karena sebentar lagi dia akan di pinang oleh Alqan, calon imam yang di pilih oleh Abi-nya.
"Kamu sangat cantik, Nak," puji Nuri yang ikut hadir dalam acara akadnya.
"Terimakasih, Tante."
Nuri bersama dengan Uminya menggandeng tangan Fisya untuk masuk kedalam Masjid. Sementara itu, Rayan hanya bisa mengekori calon pengantin dari belakang.
Hatinya sangat remuk saat akan menyaksikan sebuah ikrar pernikahan Fisya dengan pria yang tidak mencintainya.
Andaikan bisa, saat ini juga Brayan ingin menggantikan pria brengsek yang bernama Alqan.
"Saya nikah dan kawinkan engkau wahai Brayan Albani Jalaluddin dengan anak saya yang bernama Nafisya Haira Ramadhani dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai."
Brayan menjabat tangan Abi-nya Fisya dan menjawab dengan lantang, hingga terdengar kata SAH dari belakangnya.
Akhirnya Brayan bisa tersenyum lebar saat menatap Fisya dengan tatapan penuh mendambakan. Akhirnya penantian selama 4 tahun tidak sia-sia. Saat ini Rayan sudah sah meminang Fisya sebagai istrinya.
Setelah selesai akad, Brayan segera menghembuskan doa di ubun-ubun Fisya sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
"Allahumma ini as'akula min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a' udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltahaa 'alaih."
Setelah itu, Fisya langsung mencium telapak tangan Brayan. Namun, saat hendak mengecup kening Fisya, tiba tiba saja ...
Bruukkk
Brayan merasa tubuhnya telah terjatuh di lantai. "Aduh .... " ringisnya sambil mengusap kepalanya.
Brayan membuka matanya dengan sempurna. Dia mengamati ke sekelilingnya, dimana dia masih berada di kamarnya dengan pakaian sehabis sholat Subuh tadi.
"Ternyata hanya mimpi."
Brayan menghela napas panjangnya sambil menggusar kasar rambutnya saat menyadari apa yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi. Dia pun berusaha untuk bangkit dan menjatuhkan lagi tubuhnya di tempat tidur, seolah merasa kecewa dengan mimpinya.
"Mengapa aku bisa bermimpi menikah dengan Fisya, ya? Apakah itu sebuah pertanda jika aku dan Fisya memang akan menikah?" gumamnya. Namun, detik itu juga Brayan segera menepis prasangkanya. "Ah, tidak mungkin! Fisya sudah diikat oleh pria lain. Mimpi hanyalah bunga tidur. Terlebih mimpi setelah sholat Subuh. Itu semua adalah tipu daya syaitan. Astaghfirullahaladzim."
Brayan segera mengusap kasar wajah lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Sya, Abi ingin mempercepat pernikahanmu dengan Alqan. Karena niat baik itu jangan ditunda lama-lama."
Nasi yang baru saja hendak masuk kedalam mulut hanya tertahan di udara. Ucapan Abi membuat jantung Fisya berpacu lebih cepat.
"Sya!" Umi menyenggol lengan Fisya yang tak bergerak.
"Umi." Fisya menggerutu saat nasi yang ada di sendoknya tumpah di meja.
"Kamu ini gimana sih? Malah ngelamun."
"Maaf Umi."
Abi hanya bisa melihat raut wajah datar dari Fisya. Bahkan tak ada kata-kata untuk menimpali ucapan tadi.
"Sya, apakah kamu merasa tidak rela untuk menikah dengan Alqan?" tanya Abi-nya.
"Abi kenapa bisa berpikir seperti itu? Fisya akan bahagia jika Abi juga bahagia. Karena kebahagiaan Abi dan Umi adalah kebahagiaan Fisya juga."
Lain di bibir, lain juga di hati. Begitulah yang saat ini sedang Nafisya rasakan.Dia tidak ingin membuat Abi-nya merasa kecewa, jika Fisya mengatakan sejujurnya, bahwa dia tidak setuju akan pernikahannya dengan Alqan.
"Ya sudah, habiskan sarapanmu. Nanti Abi akan bicarakan hal ini lagi pada Amir. Mumpung hari Minggu."
Rasa lapar tiba-tiba hilang begitu saja. Bahkan untuk menelan ludah saja rasanya sangat susah.
"Ya Allah, apakah Mas Alqan adalah pria yang sudah Engkau tetapkan untukku? Lalu, apakah salah jika hamba-Mu ini memiliki perasaan kepada pria lain? Ya Allah, berilah petunjuk agar hamba bisa menemukan jodoh yang telah sesungguhnya Engkau tetapkan."
Setelah membantu Umi membereskan meja makan, Fisya segera bergegas untuk membersihkan diri. Meskipun hari Minggu, tetapi Fisya tetap akan ke Butik. Karena biasanya Butik akan ramai jika hari libur.
"Umi, Fisya berangkat ke Butik, ya." pamitnya pada Umi yang sedang menyeduh teh untuk Abi.
"Ini 'kan hari Minggu, Sya! Ngapain ke Butik?"
"Justru hari Minggu, Umi. Karena pelanggan akan banyak yang datang. Sudah, Fisya berangkat ya, assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam, hati-hati."
**
Siapa yang tidak merasa kesal jika perjalanannya harus di hadang macet dan lampu merah yang menghadang di depan mata.
Fisya hanya bisa mendengkus kesal saat beberapa mobil tidak sabar untuk saling mendahului, padahal dalam keadaan macet.
"Ya ampun ... gak bisa sabar banget sih!" gerutu Fisya saat melihat sebuah mobil memepet motornya agar bisa berjalan lebih dahulu.
"Eh, tunggu! Itu 'kan mobilnya mas Alqan. Bersama siapa dia?"
Fisya yang sekilas melihat wanita di dalam sebuah mobil yang sangat dikenalinya merasa sangat penasaran. Terlebih wanita itu tidak mengenakkan hijab, sementara mama Alqan itu selalu menutupi kepalanya dengan hijab saat keluar rumah.
Suara klakson dari belakang membuat Fisya tersentak dalam lamunannya dan segera menjalankan motornya. Sepanjang perjalanan Fisya masih memikirkan siapa wanita yang ada di dalam mobil Alqan tadi. Bahkan pesan yang dikirim oleh Fisya saja belum dibalas oleh Alqan.
"Fisya, kamu tidak boleh berburuk sangka. Mungkin tadi itu adalah familinya." Fisya berusaha untuk menepis prasangkanya.
Setelah sampai di Butik, ternyata sudah ramai. Seperti biasa, Fisya akan turun tangan saat Butik sedang ramai.
"Bu, tadi ada seseorang yang mencari Anda, tetapi karena anda lama, orang itu pergi."
"Siapa dia?"
"Sekilas hampir mirip dengan mas Riyan, tapi kalau yang tadi itu lebih bersih dan tidak banyak bicara. Kalau mas Riyan pasti dia akan langsung ngevlog, nah ini diam aja, Bu."
Tanpa dijelaskan lagi, Fisya tahu siapa yang sedang dimaksud oleh pelayan butik. Tidak salah lagi jika itu adalah Brayan. Tapi ... untuk apa dia datang ke butik? Apakah ada yang dibicarakan lagi? Tapi jikapun ada, mengapa tidak langsung menghubungi saja? Sementara keduanya sudah bertukar nomor telepon.
Fisya pun segera menghubungi nomer Brayan. Dia penasaran, mengapa pria itu datang ke butik tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Sementara itu, Brayan yang masih berada di sekitar Butik, memilih tidak mengangkat panggilan dari Fisya. Entah dorongan darimana yang membuat Brayan tiba-tiba nekat datang ke butik milik Fisya.
"Tuh 'kan dia telepon. Angkat gak ya? Kalau aku angkat, aku kasih alasan apa ya? Duh ... kenapa juga tadi kaki ini malah nyelonong masuk ke butik, sih?" Brayan menimang ponselnya, antara ingin mengangkat dan mengabaikan panggilan telepon dari Fisya.
...~~~...
......🌹Bersambung 🌹......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Amanah Amanah
kakimu lebih tau dimna calon istrimu rayan
2023-01-01
0
Nena Anwar
hatimu sudah mencintai dan ingin memiliki Fisya kan Rayan sampai sampai terbawa mimpi 😄😄😄
2022-07-03
2