Zidan memejamkan mata. Sungguh ini kecerobohan, kenapa dia jadi seringkali tak bisa mengontrol dirinya.
"Zidan kamu disini? Iya? " lagi suara melengking itu membuat telinganya berdengung.
"Saya lagi dikontrakan Miss, tadi saya lihat ada tetangga yang sedang sakit keluar dari kamarnya, jadi saya salah bicara."
"Oh ya, benar begitu? Bagaimana kalau besok saya cek cctv kalau itu benar kamu, kamu siap menerima hukuman dari saya Zidan, saya tidak suka dibohongi."
"Bagaimana kalau saya tidak ada Miss? Bagaimana anda bisa menghukum orang yang tidak bersalah?"
Entahlah Zidan kini lebih senang membantah setiap ucapan bos-nya, dan mendengar ocehan Marsha menjadi sesuatu hal yang menyenangkan. Zidan merasakan posisinya yang aman, dan jauh dari pantauan cctv.
"Zidan, kamu makin lama makin kurang ajar ya? Menelepon boss kamu malam-malam juga seharusnya kamu sudah salah. Itu sangat mengganggu."
Mulut Zidan sudah terbuka untuk kembali membantah, namun panggilan itu seketika terputus, hati Zidan mencelus, ada rasa tak rela panggilan mereka terhenti begitu saja. Kemudian Zidan menatap pada Marsha yang sudah hilang dari tempatnya, dan lampu kamar itu kembali gelap, Zidan tersenyum, setidaknya dia kini sudah tau mana kamar milik Marsha.
Saat hendak memakai helmnya, sebuah motor besar masuk kedalam pekarangan rumah Marsha, Zidan menunggu, memastikan siapa malam-malam bertamu kerumah bossnya itu. Zidan masih terus menyorot, menunggu sang pengendara membuka helmnya. Ternyata itu Mahesa, adik angkat yang Zidan tahu memiliki rasa pada Marsha.
Tak ada yang bisa Zidan lakukan saat ini, walaupun dia sedikit geram terhadap Mahesa, tapi dia akan mengorek lebih jauh kedekatan Mahesa melalui bossnya itu. Namun sepertinya Marsha tidak menyukai adiknya, Zidan akan memanfaatkan itu. Zidan memutar kunci motornya, menyalakan starter, kemudian melajukan kuda besi miliknya menuju kontrakannya.
"Mahesa? Ada apa malam-malam kesini?" Rasya yang mendengar suara bel keluar dari kamarnya, melihat tamu yang datang.
"Kata Amam tadi Marsha pulang cepat, apa dia sakit?"
"Tidak, tidak, hanya pekerjaannya saja sedikit."
"Tadi Mahesa dari club motor, Mahesa belikan kebab dari restoran kesukaan Marsha."
"Sepertinya Marsha sudah tidur Hes, kamu menginap saja disini, kamar Mahendra dan Maheswari 'kan kosong."
"Iya Pap, kalau begitu, Mahesa kekamar saja langsung, eh Mahesa juga belikan untuk Apap dan Amam. Coba makan Pap."
"Wah kebetulan perut Apap juga lagi keroncongan Hes, kamu tahu saja." Rasya berbinar menerima kebab dari Mahesa. sambil mengusap perutnya "Mumpung Amam sudah tidur, bagaimana kalau kita begadang nonton bola?"
Mahesa nyengir, dia sebenarnya sudah mengantuk, tapi tidak masalah, walau tanpa menjilatpun Mahesa tetap dekat dengan Rasya dan Mawar, jadi dia harus bisa mengambil hati orang tua Marsha terlebih dahulu, sebelum mendapatkan hati anaknya.
Saat mereka sudah menyalakan televisi dan mulai menyantap kebab yang dibawa Mahesa, Mawar datang seolah menjadi penyelamat bagi Mahesa.
"Pap, kamu mau begadang? Nggak ingat itu kolesterol? Amam nggak izinin ya." Mawar berdiri diambang pintu sambil bertolak pinggang.
"Malam ini saja ya Mam, ini ditemani Mahesa."
"Yasudah, kalau begitu untuk malam-malam seterusnya Apap tidur diluar saja. Karena Amam nggak mau ngurusin Apap kalau kolesterolnya kambuh." Ancam Mawar.
"Amam kok gitu sih?" Rasya mendesah "Yasudahlah Mahesa, malam ini kita tidak jadi nobarnya." Rasya berdiri, masuk kekamarnya sebelum dikunci dari luar. Dan Mahesa terkekeh melihat dua orang tua yang walaupun sering bertengkar, namun mereka tetap harmonis.
* * *
Pagi hari Marsha sudah bersiap akan kekantor, seperti biasa, tampilanya selalu rapi dan wangi, rambut keriting buatan yang membuat tampilanya semakin memukau, memikat para kaum adam yang lemah iman.
Marsha yang akan bergabung untuk sarapan memelankan langkahnya ketika melihat Mahesa bergabung disana.
"Kok pagi-pagi sudah ada disini sih?" Ujarnya ketus, lalu mendudukkan bokongnya ditempat biasa dia duduk, disebelah Mawar.
Bagi Mawar ataupun Rasya, sudah biasa Marsha berucap ketus terhadap Mahesa, karena Marsha dan Mahesa sudah bersama sejak kecil, tanpa mereka ketahui, jika Mahesa memiliki perasaan terhadap putrinya.
"Semalam aku kesini, bawain kebab dari restoran kesukaan kamu." Ucap Mahesa lembut.
Walau Marsha selalu berkata ketus padanya, namun itulah keunikan dari Marsha yang ia sukai, banyak gadis dikampusnya yang mengejar-ngejar dan mendekatinya, tapi Mahesa sama sekali tidak tertarik dengan para wanita itu. Bagi Mahesa, daya tarik Marsha tiada duanya, semakin Marsha menolaknya, dia merasa semakin tertantang.
Marsha memutar pupil matanya jengah, sangat tahu tujuan Mahesa. Tak ingin banyak berdebat, dan dia memang menyukai makanan yang dibawa Mahesa, Marsha mengambil satu, dan menghabiskannya dengan lahap.
"Amam, Apap, Marsha berangkat dulu, Marsha sudah terlambat." Marsha bangkit dari duduknya, sangat enggan berlama-lama didekat Mahesa. Marsha menyalami punggung tangan orang tuanya, kemudian dia cepat berlalu.
"Bisa kita bicara sebentar." Mahesa memegangi pergelangan tangan Marsha, namun langsung ditepis kasar oleh Marsha.
"Jangan melebihi batas Mahesa." Marsha begitu kesal "Jika kau melebihi batas, maka aku yang akan mengatakan pada Apap dan ayah kelakuanmu."
"Katakan saja, aku tidak takut, niatku baik ingin melindungi mu, namun ada satu hal yang harus kau tahu, jangan terlalu dekat dengan sekretaris baru mu itu."
Ya, Mahesa mencurigai Zidan yang mampu bertahan dengan Marsha, karena selama ini, baik disekolah ataupun yang menjadi sekretaris Marsha, tak ada yang sanggup berlama-lama bersama Marsha, karena Marsha memanglah wanita yang tidak bisa berbasa-basi ataupun berkata lembut pada siapapun. Diam-diam juga, Mahesa telah menyelidiki siapa Zidan yang sebenarnya.
Mahesa tahu, jika Zidan bukanlah dari keluarga biasa yang sangat membutuhkan pekerjaan atau uang, namun Mahesa harus mencari bukti lebih banyak lagi, sebelum memberi tahu pada Marsha.
"Kenapa memangnya? Harus menjelekkan orang lain, demi sesuatu yang kamu inginkan. Jangan pernah mencampuri urusanku Mahesa." Marsha enggan lagi berdebat, Mahesa selalu mengacaukan moodnya. Tak lagi Marsha hiraukan Mahesa yang kembali ingin berucap, dia segera masuk kedalam mobilnya.
Setelah kemarin mereka bisa pulang cepat dan beristirahat, nyatanya hari ini mereka dikejar banyak pekerjaan, selesai meeting bersama para staff keuangan dan pajak, membahas pengeluaran, keuntungan, serta kerugian. Kini Marsha harus meeting bersama para staff dari televisinya, membahas hal apa saja yang sedang digemari oleh penonton, agar acara yang akan dibuat bisa mencakup segala usia.
Dalam diam Zidan terus memperhatikan Marsha, wanita itu seperti tak ada lelahnya, Zidan juga tak pernah mendengar Marsha mengeluh, hanya saja, dia tidak suka jika Matthew selalu datang hanya untuk mengajaknya keluar untuk makan atau mengantarnya pulang.
Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, selesai meeting, Marsha langsung menandatangani dokumen, dia bahkan melewatkan makan siangnya.
"Anda belum makan Miss, nanti anda sakit lagi." Zidan datang membawa dua kotak makan "Boleh saya menemani Miss makan siang disini?" Zidan meletakkan dua kotak makan dimeja tamu, kemudian menghampiri Marsha.
Marsha mendongak, melihat kotak makanan yang dibawa oleh sekretarisnya, kemudian menatap Zidan yang kini menatapnya lembut.
"Kamu sedang mencoba mendekatiku Zidan?" Bukan ucapan terima kasih yang Zidan dapat, malah ucapan tuduhan yang ia terima.
Zidan terkekeh, "apa saya terlihat sedang mendekati anda Miss, saya hanya tidak ingin boss saya sakit lagi, itu akan merepotkan sekali, bagaimana jika anda pingsan lagi, saya tidak akan membawa anda kekontrakan saya, melainkan ke hotel."
"Dan kamu akan menaggung akibat dari perbuatan mu itu, Zidan. Jangan harap kamu bisa selamat setelah ini."
Tanpa disadari Zidan mengulurkan tangannya untuk membantu Marsha berdiri, namun dia lupa, jika bossnya yang garang ini tidak suka disentuh oleh laki-laki, alhasil Marsha tidak menerima uluran tangannya, dan Zidan harus menahan malu akan hal itu.
Zidan tersenyum kecil, kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kembali dia tak bisa mengontrol segala panca indranya untuk tidak lancang atau ceroboh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Ingat ingat pesan kakek jgn jatuh cinta
2022-07-05
0
Rachmawati 8281
Aaaa,,,, Zidan bentar lagi bucin and possesive nih,,, Mahesa minta jodoh yang lain aja ma author,,,, 🤣🤣🤣🤣
2022-07-04
0
Firli Tanjung
Zidan,,,,,Zidan antara mulutmu dah hatimu sudah gk sejalan, niatmu sudah molai melenceng tpi kamu gk sadar🤭🤭🤭🤭
2022-07-04
1