Marsha mengernyit, memegangi kepalanya yang masih terasa sakit ketika membuka mata. Marsha menemukan kain yang menempel dikeningnya, sontak dia mengengangkat tubuhnya saat tersadar jika ini bukanlah kantor atau rumahnya. Peluh sudah membasahi bagian leher dan seluruh tubuhnya, Marsha meraba keningnya yang tidak lagi terasa hangat, dan meraba lehernya menggunakan punggung tangannya. Dia mengedarkan pandanganya keseluruh ruangan, sebuah kamar ukuran sedang, kasur yang dilapisi sprei bermotif sebuah club bola, dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang, matanya langsung berpindah pada pintu kamar yang sedikit terbuka.
"Dimana aku?"
Saat masih mencoba mengumpulkan ingatan dan nyawanya, aroma wangi dari mi instan langsung masuk ke indra penciumanya. Marsha menurunkan kakinya, berjalan menuju pintu.
"Kamu makan sendiri? Tidak menawariku Zidan?" Zidan terkejut mendengar suara bosnya. Kemudian Marsha langsung menyerobot piring mi instan ditangan Zidan. "Anak buah macam apa membiarkan bosnya kelaparan? Sedang dia enak-enakan makan sendiri." Marsha dengan lahap makan mi milik Zidan. Dan Zidan hanya bisa terbengong.
"Miss anda sedang tidak enak badan, kenapa makan milik saya? Lagipula itu mi instan milik saya." Zidan berdiri meraba kening Marsha, hingga kemudian menuju kebelakang, Marsha sama sekali tidak mempedulikan apa yang diucapkan sekretarisnya itu, dia benar-benar kelaparan.
Kemudian Zidan datang membawa sekotak makanan, Zidan membuka kotak makanan yang berisi ayam panggang lengkap dengan sambal dan sayur supnya.
"Sudah habis?" Heran Zidan piring yang diletakkan Marsha, bosnya itu mengelap mulutnya menggunakan tissu.
"Mi buatan kamu enak juga Zidan, aku berani membayar mahal jika kamu mau memasakkanya lagi untuk saya, kamu mau?"
"Tidak untuk sekarang, anda sedang sakit Miss," Zidan kemudian menyendokkan nasi dan ayam panggang, mengarahkan pada mulut Marsha "Makan ini, biar anda cepat sehat, saya membelinya khusus untuk anda Miss."
Marsha menggeleng cepat "Nggak mau."
"Anda harus mau, saya tidak punya cukup banyak uang untuk membeli makanan sehat seperti ini." Tatap Zidan mata bening bulat Marsha, kemudian dia mendekatkan wajahnya, keduanya seperti terhipnotis satu sama lain, tanpa Marsha sadari Zidan mencengkram pipinya hingga hingga bibirnya terbuka dan "Hup," satu sendok berhasil masuk kedalam mulut Marsha.
"Zidan kamu?" Marsha menahan marah, pipinya seketika memanas.
"Apa sih Marsha? Kenapa malah jadi salting begini ... akhhh memalukan sekali." Rutuk Marsha dirinya sendiri.
"Habis ini anda harus minum obat Miss, tadinya saya mau membawa anda kerumah sakit, atau membawa anda pulang kerumah. Tapi supir anda mengatakan jika anda sakit tidak mau amam dan apap anda tahu, jadi saya tidak ada pilihan lain selain membawa anda kekontrakan saya." Kemudian Zidan kembali menyuapi Marsha makan, kali ini Marsha menurut, tidak ingin membuat Zidan melakukan hal aneh-aneh padanya lagi.
Marsha memindai keseluruh ruangan, "kamu tinggal sendiri?"
"Kelihatannya?"
"Kenapa pertanyaan dijawab pertanyaan? Nggak sopan."
"Ini rumah saya, anda harus mengikuti aturan saya."
"Zidannn, kamu itu kurang ajar sekali ya sama bos kamu?" Bentak Marsha, namun itu tak berpengaruh untuk Zidan. Zidan kemudian mengambil tissu ingin mengelap mulut Marsha yang kotor terkena bumbu ayam panggang. Belum juga tangannya menyentuh bibir bosnya, dengan cepat Marsha mengambil tissu itu.
"Nggak usah lancang, dari tadi kamu ambil kesempatan terus."
Zidan menunduk, tertawa kecil atas tindakannya yang spontan pada Marsha, tidak pernah dia sepeduli ini, padahal Marsha bukanlah tipe wanita idamanya, bringas dan galak. Dia menyukai wanita lemah lembut dan penyayang.
"Kenapa anda tidak mau orang tua anda tau kalau anda sedang sakit, Miss?" Zidan coba mengalihkan kecanggunganya.
"Menurut kamu?" Marsha membalas ucapan Zidan.
"Anda membalas saya Miss?"
"Saya bukan pendendam Zidan, apa menurut kamu aku pendendam?"
Zidan seolah disadarkan oleh ucapan Marsha "Yasudah jika tidak mau menjawab, sebagai sekretaris anda, saya sangat ingin tahu alasannya. Tapi jika itu rahasia, saya tidak memaksa."
Marsha menghembuskan nafas kasar, membersihkan giginya yang terselip daging ayam "Daging ayamnya nggak matang Zidan, jangan beli di restoran itu lagi, belilah ayam dikedai ayahku. Aku tidak biasa makan makanan sembarangan." Sedikit memberitahu kesukaanya.
"Jika amam tahu aku sakit, aku bisa disuruh istirahat dirumah selama sebulan, aku tidak suka itu. Sebagai anak sulung perempuan, aku harus bisa memegang kendali perusahaan, karena jika aku menikah, aku tidak mau suamiku yang mengendalikan perusahaan apap."
"Dalam kata lain anda tidak mau dimanfaatkan?" Terka Zidan mengapa Marsha jadi perempuan gila kerja.
Biasanya wanita seusia Marsha masih suka menghambur-hamburkan uang orang tuanya, nongkrong kesana sini tanpa tujuan, asik berpacaran, menikmati masa muda, tapi tidak dengan bosnya, Marsha seolah menutupi sikap manjanya dengan bersikap galak dan angkuh agar tidak mudah ditindas sesama pengusaha, dan membatasi hubungan dengan lawan jenis karena tidak ingin laki-laki yang mendekatinya hanya untuk memanfaatkan kekayaan orang tuanya.
"Tidak juga, aku memang suka kerja."
"Selama menjadi sekretaris anda, saya tidak pernah melihat anda berlibur ataupun jalan-jalan, otak juga butuh diistirahatkan Miss. Tidak bisa dipaksakan. Lihat, anda tadi sempat pingsan, karena anda terlalu memforsir tenaga anda." Zidan mulai menunjukkan kekhawatirannya.
"Kenapa kamu jadi cerewet sih?"
Zidan terdiam, dia melipat bibirnya segaris, membenarkan ucapan Marsha, ya, dia tak perlu khawatir.
* * *
"Pak, tuan muda membawa Nona Marsha kekontrakan barunya, wanita itu sedang sakit." Seorang kepercayaan kakek Zidan memberikan laporan.
Kakek Zidan mengambil foto yang anak buahnya letakkan diatas meja. Melihat Zidan menggendong Marsha masuk dengan wajah khawatir.
"Terus awasi dia, jangan sampai ketahuan."
Kakek menghela nafas, tidak ada kedekatan antara laki-laki dan perempuan yang tidak melibatkan perasaan. "Kita lihat Zidan, apa kamu bisa membuktikan ucapan kamu yang akan membalas dendam atas apa yang terjadi pada ibumu?"
*
*
*
Malam ini merupakan malam acara akbar ulang tahun televisi milik keluarga Marsha. Marsha datang bersama kakek dan kedua adik kembarnya, Mahendra Mahardika, dan Mahawira Mahardika, yang sedang kuliah di Bandung sengaja pulang kejakarta untuk menghadiri pesta yang dibuat sang kakak.
Zidan menghembuskan nafas berat, dia sebenarnya tidak ingin ikut menghadiri acara itu, jika kakeknya tahu, kakek pasti marah, dan dia takut jika ada pengusaha yang mengenalinya, walau selama ini dia tidak berhubungan langsung saat membangun usaha sang kakek, tapi ada beberapa kali dia bertatap langsung dengan para pengusaha itu.
"Semoga malam ini semua berjalan lancar." Zidan menggelembungkan mulut, membuang nafas.
Zidan melihat dari jauh Marsha yang kini berjalan diatas red carpet bersama kakeknya. Marsha diapit kedua adik kembarnya berjalan mengiring sang kakek, Marsha terlihat begitu cantik dan bersinar dibawah sorot lampu dan blitz camera.
Namun pujian itu cepat-cepat ditarik oleh Zidan saat menyadari jika gaun bertabur kristal swarovski yang dikenakan Marsha begitu seksi, Zidan lantas berjalan cepat, menunggu Marsha keluar dan selesai dari sesi foto, dia sudah melepaskan jas miliknya, dan ketika Marsha turun dari Red carpet, berpisah dari adik kembar dan kakeknya, dengan cepat Zidan menutupi punggung terbuka Marsha.
"Astaga Zidan, kamu berhasil buat jantung aku copot."
"Apa anda tidak memiliki gaun lain selain ini Miss? Kenapa seksi sekali? Anda bisa dikerok kalau masuk angin."
"Kenapa kamu makin hari makin perhatian sih Zidan?" ceplos Marsha tak bisa menahan ucapannya. "Jangan-jangan kamu sudah mulai ada rasa sama aku?"
Glegg, Zidan menelan ludah kasar "Mana mungkin Miss, saya tidak tertarik wanita galak seperti anda."
Marsha kecewa atas jawaban Zidan, dia melepaskan jas Zidan dari pundaknya "Kamu ambil ini, jangan dekat-dekat saya, saya mau mendekati penyanyi duda yang terkenal dengan kharismanya, aku penasaran, dia tertarik nggak sama wanita cantik, sukses seperti aku."
Marsha berjalan berlenggak lenggok, kebetulan ada penyanyi wanita yang mengenalinya melambaikan tangan untuk minta foto bersama. Dan saat bersamaan penyanyi incaranya juga menyapanya, mengajaknya berfoto, dengan pipi yang saling menempel.
"Miss Marsha, anda begitu cantik dan wangi, saya seperti sedang berada dikebun bunga dekat dengan anda." Puji sang penyanyi.
Marsha menutup mulutnya "Tapi bukan bunga kematian kan?" Candanya mengakrabkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Muhammad Dimas Prasetyo
Cakra khan
2022-07-05
0
Rachmawati 8281
marsha and the bear pundungan ma Aa Zidan 🤭🤭🤭
2022-07-03
0
Almiraaa Nasution
kok aku jadi melting ya thor 💞💞❤❤
2022-07-02
0