Devita mengulum senyumannya, dia kemudian memeluk lengan Olivia dan berjalan meninggalkan kampus, menuju ke restoran dekat dengan kampusnya.
"Devita...!" Suara bariton memanggil nama Devita. Membuat Devita dan juga Olivia menghentikkan langkah mereka.
Devita dan Olivia membalikkan tubuh mereka, menatap sosok pria tampan yang melangkah mendekat ke arah mereka. Kening Devita berkerut dalam ketika melihat pria itu.
"Apa kabar, Devita?" tanya pria itu, yang kini sudah berdiri di hadapan Devita.
"Kau...?" Devita berusaha mengingat pria yang ada di hadapannya itu.
"Perkenalkan aku William, kita pernah bertemu di Mariot Hotel. Apa kamu masih mengingatnya?" tanya pria yang bernama William itu.
"Ah, ya..ya! Sekarang aku mengingatmu." jawab Devita cepat.
William tersenyum dan berkata, "Terima kasih sudah mengingatku!"
"Devita, sepertinya aku akan makan duluan, karena aku sudah lapar sekali. Jangan lupa kau berhutang untuk mentraktirku makan." bisik Olivia di telinga Devita.
"Ya baiklah! Kau ini perhitungan sekali?!" Gerutu Devita. Olivia terkekeh pelan lalu dia berjalan meninggalkan Devita dan juga William.
"William, kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Devita bingung, kenapa Wlliam harus berada di kampusnya.
"Ya, aku hanya mampir saja. Siapa yang tidak tahu calon Istri dari Brayen Adams Mahendra adalah putri tunggal dari Edwin Smith. Aku juga mengenal Ayahmu, Devita.
"Kau mengenal Ayahku?" tanya Devita sambil menautkan alisnya, menatap tak percaya pada William.
William mengangguk. "Aku tentu mengenal seorang Edwin Smith. Ayahmu terkenal sangat pekerja keras. Dia orang yang hebat. Dia merintis bisnisnya dari bawah hingga kini dirinya berada dalam kesuksesan. Banyak orang yang kagum pada Ayahmu." ucap William.
Devita tersenyum kemudian berkata, " Kau benar, aku sebagai putrinya juga sangat kagum pada Ayahku."
"Kau pasti sangat bangga kepada, Ayahmu," balas William. "Devita, apa kau tidak keberatan mengobrol denganku?" tanya William.
"Aku hari ini sedang tidak sibuk!" Jawab Devita. "Kita bisa mengobrol di taman," tunjuk Devita pada sebuah taman yang letak tamannya itu tidak jauh darinya.
William pun mengangguk setuju. Kemudian, mereka duduk di taman, lalu duduk di kursi yang ada di taman itu.
"Devita, bagaimana kamu bisa mengenal,Brayen?" tanya William yang melihat ke arah Devita yang sedang duduk di kursi yang ada taman itu.
"Kami di jodohkan. Ayahku dan Ayah Brayen bersahabat sudah lama," jawab Devita dengan pandangan yang lurus ke depan, hembusan angin di pagi hari yang begitu menyejukkan. Devita sangat menyukai setiap hembusan angin yang menyentuh kulitnya.
"Bagaimana denganmu? Apa kau sudah lama mengenal Brayen?" tanya Devita balik pada Brayen.
"Siapa yang tidak mengenal Brayen Adams Mahendra? Bukankah dia pewaris Mahendra Enterprise yang banyak di incar oleh wanita?" balas William dengan nada yang terdengar tidak menyukai kenyataan.
Devita menggeleng pelan dan tersenyum. "Kau berlebihan, apakah semua wanita begitu menginginkan Brayen?"
William tertawa rendah "Maaf, jika aku sudah membuatmu cemburu."
"Cemburu?" Devita mengerutkan keningnya, ketika mendengar ucapan dari William.
"Ya, aku tahu kau pasti cemburu bukan? Kau tenang saja, selama ini Brayen tidak pernah terlibat skandal dengan wanita manapun" balas William.
"Tapi aku tidak...."
"Devita," Suara bariton memanggil namanya begitu keras, hingga membuat Devita mengalihkan pandangannya, dia langsung melihat ke arah sumber suara itu.
Devita beranjak dari tempat duduknya, ketika melihat sosok pria yang mendekat ke arahnya. "B..Brayen? Kau di sini?"
Brayen tidak menjawab dia langsung menarik tangan Devita agar berdiri di sampingnya. Brayen melayangkan tatapan dingin dan permusuhan ke arah William yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Untuk apa kau di sini?" suara Brayen terdengar begitu dingin terhadap William.
"Ya, aku tidak sengaja mampir dan melihat Devita," jawab William dengan santai.
"Aku rasa calon Istriku sangat memikatmu. Hingga matamu tidak berhenti untuk menatap calon istriku." tukas Brayen dengan penuh sindiran.
William tersenyum sinis, dia berjalan mendekat ke arah Brayen dan mendekatkan bibirnya ke telinga Brayen. Lalu berbisik tajam. "She is so beautiful, tidak ada alasan untuk tidak menatapnya,"
Rahang Brayen mengetat. Dia mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat mendengar perkataan dari William. Jika bukan karena ada Devita, sudah pasti ia kan menghajar pria yang ada di hadapannya itu.
"Devita, aku harus pergi dulu." pamit William. Dia juga langsung meninggalkan Brayen dan juga Devita.
Sedangkan Brayen, masih menatap William yang kini sudah berjalan meninggalkannya.
"Brayen, kenapa kamu di sini?" tanya Devita saat William sudah pergi.
"Lalu, kenapa kau bisa bersama dengannya?" tanya Brayen yang bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan Devita.
"William datang ke kampusku, ketika dia melihatku, dia mengajakku mengobrol," jawab Devita dengan santai.
"Kau ingin membuat skandal? Bukankah sudah ku katakan jangan pernah berani membuat skandal!" Tukas Brayen memperingati.
"Tidak Brayen, aku hanya...." Devita tersentak, dia tidak lagi menyelesaikan perkataannya ketika Brayen telah menarik tengkuk lehernya. Kini wajah mereka berhadapan sangat dekat. Jantung Devita berdegup dengan kencang, ketika Brayen begitu dekat dengannya.
"Let's play the game, Devita!" Bisik Brayen tepat di depan bibir Devita. Hingga kemudian Brayen tepat membenamkan bibirnya ke bibir Devita. Mata Devita membulat sempurna, kini bibir Brayen mulai mencium bibirnya.
Devita berusaha mendorong tubuh Brayen. Namun, Brayen mengunci tubuh Devita dengan pelukkan erat. Devita ingin berontak tetapi tubuhnya terlalu kecil untuk berhadapan dengan Brayen. Di detik berikutnya Brayen ******* bibir Devita.Dan kini Devita sudah tidak lagi berani melakukan perlawanan. Perlahan, Brayen mulai melepaskan pangguttannya.
"Brayen! Kau sudah gila!" Seru Devita saat panggutannya sudah terlepas.
Brayen menyeringai puas, dia membawa ibu jarinya menelusuri bibir Devita. Kini Brayen sudah tidak memperdulikan setiap umpatan yang kasar yang di lemparkan Devita padanya.
Kemudian Brayen mengedarkan pandangannya. dia menatap di ujung sana dia melihat masih ada William yang masih belum pergi. Brayen sudah tahu, sebenarnya, William sedang mengawasi dirinya dan juga Devita. Itulah alasan kenapa Brayen berani mencium Devita di depan umum.
"Kita pulang sekarang! Sopirku yang nanti akan datang kesini dan membawa mobilmu,"
Brayen kemudian menarik tangan Devita, masuk ke dalam mobil. Sedangkan Devita tidak bisa melakukan apapun, selain menuruti calon suaminya itu
Dan kini, suasana hening tercipta di dalam mobil dan Devita terus mengumpat di dalam hati. Beraninya Brayen mencium dirinya, Devita melirik ke arah Brayen yang tengah fokus menyetir. Pria itu tidak merasa bersalah ketika menciumnya. Bahkan Brayen ridak pernah meminta maaf padanya.
"I know that your first kiss right?" tukas Brayen, tanpa melihat ke arah Devita.
Devita melayangkan tatapan tajamnya ke arah Brayen.. "Kau sangat kurang ajar, Brayen.How dare you!"
"Come on Ms. Smith, you will be my wife.Jadi tidak masalah, karena aku sudah mendapatkan ciuman pertamamu, bukan?" Brayen menjawab santai tanpa merasa bersalah sedikit pun.
"Sialan kau Brayen! Padahal di surat kontraknya sudah tertulis dengan jelas kita tidak boleh melakukan sentuhan fisik seperti itu juga!" Seru Devita menggeram menahan emosinya, napasnya memburu dia mengepalkan sebelah tanganya dengan kuat.
"I know, tetapi jika hanya ada sebuah ciuman, it's not big deal!" Balas Brayen seolah tidak perduli dengan isi surat kontrak itu.
Devita tidak menjawab. Dia kembali menoleh ke arah jendela. Devita tidak berhenti mengumpat kasar di dalam hatinya. Ingin rasanya dia menghanjar Brayen.
...******...
Episodenya udah Author buat panjang, sekarang bantu Author untuk VOTE dan jangan lupa sehabis baca langsung LIKE sertakan KOMENTAR positifnya juga ya, Author sangat berterima kasih dengan komentar - komentar kalian yang sudah buat Author bersemangat.
Bersambung....
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan juga hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 427 Episodes
Comments
Enung Samsiah
mulai dri bibir besok ke leher besoknya lagi ke dada terus nya ke hati asyiiik
2023-02-27
0
Eva Susanti
brayen cemburu
2023-02-18
1
dyve
Brayen melayangkan tatapan
2023-02-05
1