Brayen menyandarkan punggungnya di kursi, sembari menyesap wine yang ada di tangannya. Brayen sedang menatap tumpukan dokumen yang ada di hadapannya. Kini pikirannya sedang tidak bisa berpikir jernih. Terlebih menjelang hari pernikahannya dengan Devita Smith, membuat Brayen terus memikirkan Elena. Hingga detik ini Brayen masih belum tahu, bagaimana harus menjelaskannya pada Elena.
Terdengar suara ketukan pintu membuat Brayen menghentikkan lamunannya. Brayen mengalihkan pandangannya, dia menatap ke arah pintu dan langsung menginterupsi untuk masuk.
"Tuan," sapa Albert menundukkan kepalanya saat masuk ke dalam ruang kerja Brayen.
"Tuan, saya ingin menginformasikan jika dua hari lagi grand launching dari perusahaan teknologi Xavier Company," ujar Albert.
Brayen membuang napas kasar kemudian bertanya, "Apa tidak bisa di wakilkan saja denganmu?"
"Maaf Tuan, tidak bisa. Jika sampai Tuan David sampai tahu, beliau pasti akan sangat marah," jawab Albert.
Brayen pun mengangguk dan berkata, "Baiklah, aku akan kesana."
"Tuan, ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada anda Tuan?" tanya Albert dengan hati - hati.
"Apa lagi, Albert?! Kau ini, kalau bicara makanya jangan setengah - setengah!" Tukas Brayen dingin.
"Maaf Tuan," balas Albert. "Saya hanya ingin memberi saran bahwa anda harus membawa Nona Devita. Dan publik pun akan mengetahui jika Tuan Muda akan menikah dengan Nona Devita Smith.Menurut saya lebih baik Tuan Muda membawa Nona Devita ke acara grand launching itu. Selama ini publik hanya tahu dari paparazzi yang secara diam - diam sudah mengambil foto anda dan foto Nona Devita. Di acara grand launching itu, pasti akan banyak sekali wartawan. Setidaknya para wartawan itu akan memberitakan hubungan anda dengan Nona Devita,"
"Albert, apa tidak ada cara lain? Aku malas membawa gadis kecil itu!" Seru Brayen.
"Ini adalah cara terbaik untuk membawa Nona Devita, Tuan," jawab Alberlt.
"Aku akan bicara dengannnya. Sekarang kau kembali ke ruanganmu dan selesaikan pekerjaanmu!"
"Baik Tuan." Ucap Albert sambil menunduk lalu mengundurkan diri dari hadapan Brayen.
Suara deringan ponsel terdengar, Brayen mengalihkan pandangannya. Dia mengambil ponsel dan menatap ke layar tertera nama Elena kekasihnya itu tengah menghubunginya. Brayen kemudian menggeser tombol hijau, sebelum kemudian menempelkannya di telinganya.
"Ya?" jawab Brayen saat panggilannya terhubung.
"Sayang, apa kau tidak merindukanku! Sejak kau kembali ke Indonesia. Kau bahkan sama sekali tidak memberi kabar kepadaku!" Seru Elena.
"Maaf, aku sibuk. Banyak pekerjaan yang harus segera aku selesaikan. Kapan kau akan ke Indonesia?" tanya Brayen.
"Aku baru bisa ke Indonesia bulan depan, sayang. Maafkan aku, karena aku harus menyelesaikan syutingku terlebih dahulu." jawab Elena.
"Ya, lebih baik kau selesaikan pekerjaanmu lebih dahulu,"
"Sayang, apa boleh aku meminta sesuatu darimu?" tanya Elena.
"Katakan. Apa yang kau inginkan?"
"Aku tadi baru saja melihat mobil Ferarri keluaran terbaru. Apa kau bisa membelikannya untukku, Sayang?"
"Dalam waktu lima menit, aku akan mengirimkan uang ke rekeningmu,"
"Terima kasih sayang. Aku mencintaimu,"
"Aku juga sangat mencintaimu,"
panggilan pun terputus dan Brayen meletakkan ponselnya ke tempat semula. Brayen kini bisa bernafas dengan lega paling tidak, Brayen sekarang jauh lebih tenang karena Elena masih belum bisa datang ke Indonesia.
...*******...
Devita tengah bersantai di kamar sembari membaca novel romantis kesukaannya. Seperti biasa Devita menghabiskan waktu bersantainya dengan membaca novel kesukaannya. Terdengar dering ponsel Devita mengalihkan pandangannya menatap ke layar handphonenya. Devita mengerutkan keningnya ketika nomor yang tidak kenal, tertera di layar ponselnya. Meski ragu, Devita tetap menekan tombol hijau untuk menerima panggilan sebelum kemudian menempelkannya ke telingannya.
"Hallo?" sapa Devita saat panggilannya terhubung.
"Devita, sayang. Ini Bibi Rena. Apa Bibi menganggumu?" tanya Rena pada sambungan telefonnya.
"Bibi Rena? Tidak Bibi, aku sedang ada di rumah..Ada apa, Bibi?"
"Besok, Bibi ingin mengajakmu ke Mall. Apa kamu bisa menemani Bibi?"
"Bisa, Bi. Aku pasti bisa menemanimu,"
"Good. Kalau begitu Bibi akan kirimkan tempat dan jam kita bertemu,"
"Ya Bibi, aku menunggunya."
"Baiklah, kalau begitu sampai besok Devita."
"Sampai besok Bibi,"
Panggilan terputus. Devita meletakkan ponsel di tempat semula. Dia membaringkan tubuhnya di atas ranjang menatap ke arah jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Devita menarik selimut dan dia memilih untuk memejamkan matanya.
...***...
Bunyi alarm yang sejak tadi terus berbunyi. Tapi Devita yang masih tertidur pulas juga, berkali - kali mematikkan alarm yang menganggunya itu. Devita mulai membuka matanya saat bunyi alarm yang tak juga berhenti. Devita mengumpat dan dia beranjak serta menyambar ponsel. Seketika Devita mendelik, setelah melihat ke layar ponselnya yang kini sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan Devita langsung loncat dari tempat tidur dan berlari menuju ke arah kamar mandi.
Setah selesai mandi dengan cepat Devita mengganti pakaiannya mengambil tas, kunci mobil, lalu dia berlari keluar kamar.
"Devita. Sarapan dulu! Kenapa kau berlari seperti itu?!" Seru Nadia ketika melihat putrinya itu berlari hendak menuju ke arah mobil kemudian Devita membalikkan tubuhnya, dia berjalan menghampiri kedua orang tuanya.
"Ma...Pa..." Aku harus berangkat sekarang karena sudah terlambat," ucap Devita sambil meneguk susunya hingga tandas lalu mengecup pipi Edwin dan Nadia, kemudian berlari ke arah mobilnya.
Edwin membuang napas kasar " Lihatlah Mah, kapan Devita akan dewasa,"
"Papa, jangan salahkan Devita. Dia itu putri kita satu - satunya." balas Nadia.
"Semoga Brayen bisa bersabar menghadapi tingkahnya yang seperti anak keci itu."
"Mama yakin, Brayen adalah suami yang terbaik untuk Devita,"
"Ya Papa juga yakin bahwa Brayen adalah suami yang baik untuk Devita."
Di samping itu Devita sedang mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Saat tiba di kampus Devita langsung memarkirkan mobilnya secara sembarangan, dia melompat turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam kampus. Ketika sudah sampai di kelas Devita belum juga melihat dosennya itu datang ke kelasnya. Devita pun berlari menghampiri Olivia dan dia langsung duduk di samping Olivia.
"Devita, kenapa hari ini kau bisa terlambat?" Olivia berbisik di telinga Devita.
"Alarm di handphone ku tidak bekerja dengan baik," jawab Devita dan Olivia terkekeh pelan.
"Alarm yang tidak bekerja, atau kau yang sudah terlalu lelah menghabiskan waktu untuk bersama calon suamimu yang tampan itu." ledek Olivia yang membuat Devita langsung mencubit lengan Olivia.
"Kau ini! Aku tidak bersama dengannya sepanjang hari! Kemarin siang aku sudah pulang!" Seru Devita kesal.
Olivia mengulum senyumannya dan berkata, "Ya..ya...baiklah...."
Tanpa sengaja pandangan Olivia menatap cincin yang begitu berkilau di jari Devita.Olivia terus menatap cincin blue shappire itu.
"Devita, apakah cincinmu dari Brayen?" tanya Olivia yang terus melihat cincin yang di pakai oleh Devita.
"Bukan," jawab Devita singkat.
...*****...
Hay... hay! Kalian yang sudah baca Bab ini jangan lupa kasih likenya dong untuk author. Kalau ada yang mau ngasih 🌷atau ☕ juga boleh kok hehehe. Seperti biasa author juga mau mengingatkan pada para reader ku. Yuk, kasih sajen votenya untuk author. Komentarnya juga jangan sampai lupa yah~
Author selalu menunggu komenan dari kalian loh😁
Makasih...
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan juga hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 427 Episodes
Comments
Vera Susanti
up
2022-07-02
0
Jasmine
zaman aku kuliah dulu byk teman2 kampus titip tanda tangan absen, ada dosen yg langsung baca nama mahasiswa/i nya itupun dosennya 1-2 org aja
2022-07-01
0
Jasmine
klu udh kuliah mau telat jg gpp emang zaman SD, SMP, SMA kena hukuman...paling persentase absen berkurang
2022-07-01
0