Rena meletakkan cangkir di atas meja lalu dia menatap lembut ke arah Devita. "Kau tahu Devita sejak dulu Bibi sangat menyukai gadis Indonesia. Mereka sangat ramah dan baik. Tidak hanya itu mereka juga menjaga pergaulan mereka. Sejak dulu, Bibi sudah menginginkanmu sebagai menantu Bibi. Kau adalah gadis yang paling tepat untuk bersanding dengan Brayen. Dan untuk dirikku yang membelikkan barang - barang untukmu, itu karena Bibi menyayangimu, Devita. Bibi ingin kau selalu tampil sempurna ketika kau menikah dengan Brayen nanti,"
"Tapi Bibi...."
"Jangan menolak sayang, karena aku akan memaksamu untuk menerimamya," potong Rena cepat.
"Baiklah Bibi terima kasih," jawab Rena sambil mendesah pelan.
Rena tersenyum dan berkata, "Rena Bibi ingin bertanya sesuatu kepadamu?"
"Bertanya apa Bibi?" tanya Devita sambil menatap lekat Rena yang duduk di hadapannya.
"Apa kau menyukai Brayen?" tanya Rena langsung.
Seketika raut wajah Devita berubah ketika mendengar pertanyaan yang terlontar dari Rena.Devita tersenyum kaku dia tidak tahu harus menjawab apa. Devita terus mengumpat dalam hati. Devita berusaha bersikap tenang, meski sejak tadi Rena menunggu jawaban darinya.Devita terus berpikir mencari jawaban yang paling tepat.
Hingga akhirnya sebuah alasan tepat muncul di kepalanya. Kemudian Devita menjawab, " Bibi aku baru bertemu dengan Brayen. Aku melihat dia sosok pria yang baik dan bertanggung jawab. Aku rasa Bibi memahami jika aku membutuhkan waktu untuk mengenal Brayen lebih dalam."
Rena mengangguk paham. " Bibi berharap kamu bisa belajar untuk mencintai Brayen,"
"Ya Bibi." balas Devita dengan senyuman yang di paksakan di wajahnya.
"Mencintai pria yang seperti Brayen? Asataga, tak pernah terpikir olehku akan mencintai Brayen," ucap Devita dalam hati.
Tanpa terasa hari mulai gelap. Devita berpamitan pulang pada Rena. Awalnya Rena ingin mengantar Devita. Tapi Devita menolaknya, selain karena Devita membawa mobil sendiri, Devita lebih suka pulang sendiri dari pada harus di antar. Terkecuali jika Devita pergi bersama dengan Brayen, tidak mungkin Brayen tidak mengantarnya. Jika Devita menolak, Brayen akan mengancam seperti biasanya.
...****...
Devita meregangkan lehernya, tubuhnya begitu lelah hari ini. Kini Devita telah tiba di mansionnya dan dengan cepat Devita turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah dan segera menuju ke dalam kamarnya.
Devita membuang nafas kasar, ketika masuk ke dalam kamar sudah berada tumpukkan shoping bag yang tergeletak di lantai. Devita memijit pelipisnya, dia bingung harus di letakkan dimana barang - barang itu. Pasalnya Nadia, Ibunya selalu memenuhi walk in closet Devita dengan barang - barang yang sudah di belikan oleh Ibunya itu untuk dirinya.
Devita melanjutkan langkahnya menuju ranjang dia membiarkan shoping bag itu tergeletak di atas lantai. Kemudian Devita menjatuhkan pelan tubuhnya di atas ranjang. Dan langsung memejamkan matanya.
Terdengar dering ponsel, Devita kembali membuka matanya akibat dari deringan ponsel yang juga tidak berhenti berdering. Devita mengumpat kasar, dengan terpaksa Devita menyambar ponsel di tangannya dan menatap ke layar.
"Astaga! Kenapa pria ini menghubungiku malam - malam seperti ini! Dia tidak memiliki aturan!" Seru Devita kesal ketikan menatap layar yang tertera nama Brayen.
Devita meletakkan kembali ponselnya dia memilih untuk tidak menjawab telefon dari Brayen. Namun, saat Devita meletakkan ponselnya. Terdengar kembali deringan ponselnya. Devita mendengus kesal hingga kemudian dengan terpaksa Devita menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut, sebelum menempelkan ketelinganya.
"Ya!" Devita menjawab dengan ketus saat panggilan telepon itu terhubung.
"Kau kemana saja! Kenapa sangat lama sekali menjawab teleponku?! Hah!" Suara bentakan begitu keras dari sebrang telepon. Hingga membuat Devita menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Astaga Brayen! Kenapa kau berteriak kepadaku! Aku ini tidak tuli! Kau sudah membuat telingaku sakit!" Seru Devita yang ikut kesal.
"Kau salahkan saja dirimu! Kenapa kau baru menjawab telepon dariku begitu lama!" Ucap Brayen yang masih kesal.
Devita membuang napas kasar kemudian berkata, "Aku sedang sibuk! Cepat katakan ada apa? Aku ingin segera beristirahat!"
"Memangnya kau sedang sibuk apa bocah kecil? Kuliah saja kau belum lulus!" Tanya Brayen.
"Ck! Kau itu, memangnya kau saja yang bisa sibuk! Cepat katakan ada apa?!" Tanya Devita lagi.
"Besok, kau harus bersiap - siap. Aku akan mengajakmu ke Grand Launching ke perusahaan rekan bisnisku. Ingat, aku sangat tidak suka jika harus menunggu!" Ucap Brayen.
Devita berdecak kesal ia mendengus tak suka dan bertanya, " Kenapa kau harus mengajakku?"
"Kau jangan melontarkan pertanyaan bodohmu itu! Pernikahan kita ini tidak di sembunyikan, terlebih lagi banyak media yang sudah tahu tentang kita.Meski mereka belum mengetahui sepenuhnya. Tapi aku harus tetap membawamu, ingat Devita, tentang peraturan di perjanjian kita kau pasti tidak lupa bukan? Kita harus berpura - pura di depan publik!. jawab Brayen.
Devita beredecak kesal lagi dan berkata, "Ya, ya. Baiklah! Aku akan menemuimu!"
"Besok, jam tujuh aku akan menjemputmu. Aku tidak ingin menunggu.Kau ingat itu Ms. Smith!"
"Aku sudah tahu Brayen!" Ucap Devita langsung memutuskan panggilan teleponnya dan dengan wajah kesal, Devita melempar handphonenya ke ranjang.
"Berbicara dengannya itu sungguh sangat menyebalkan!" Gerutu Devita.
...*****...
Hay... hay! Kalian yang sudah baca Bab ini jangan lupa kasih likenya dong untuk author. Kalau ada yang mau ngasih 🌷atau ☕ juga boleh kok hehehe. Seperti biasa author juga mau mengingatkan pada para reader ku. Yuk, kasih sajen votenya untuk author. Komentarnya juga jangan sampai lupa yah~
Author selalu menunggu komenan dari kalian loh😁
Makasih...
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan juga hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 427 Episodes
Comments