Mendengar dirinya akan menikah satu minggu lagi, benar - benar membuat Devita seperti tersambar petir. Bahkan Ayah dan Ibunya tidak mengatakan apapun pada dirinya.Entah kenapa Devita merutuki kebodohannya yang mau bertemu dengan keluarga dari pria yang di jodohkan olehnya. Jika Devita tahu, orang tuanya sudah menyetujui mereka akan menikah satu minggu lagi dan sudah pasti Devita akan melarikan diri.
"Paman dan Bibi. Maaf, boleh saya berbicara sebentar dengan Devita?" kata Brayen menatap Edwin dan Nadia.
David dan Rena tersenyum, saat mendengar Brayen ingin mengobrol dengan Devita.
"Tentu Boleh. Kau kan akan menjadi suaminya," jawab Nadia.
"Devita! Pergilah dengan Brayen, dia ingin mengobrol denganmu," kata Edwin.
Devita menghela nafas dalam dan langsung beranjak dari tempat duduknya. Lalu mengikuti Brayen menuju taman di mansionnya.
"Jadi kau Devita?!" Seru Brayen yang kini sudah tiba di taman belakang mansion keluarganya.
"Astaga Paman. Aku sungguh tidak tahu kalau kau itu Brayen," kata Devita yang membuat Brayen menatap tajam dirinya.
Devita berdecak kesal. "Kau itu lebih tua dariku. jadi aku memanggilmu dengan sebutan Paman."
"Panggil aku Brayen." tukas Brayen dingin.
Devita mendengus "Baiklah, Brayen. Maaf, karena sudah merusak bajumu. Sungguh aku tidak sengaja.
"Lupakan masalah bajuku gadis kecil! Jika lain kali, kau menabrakku dengan kue mu lagi, lihatlah aku akan benar - benar melemparmu dari sini!" Desis Brayen tajam.
"Tenanglah, aku akan berhati - hati," balas Devita. " Ya sudah, apa yang ingin kau bicarakan. Kenapa kau membawaku kesini?" tanya Devita dengan kesal.
"Aku bertanya denganmu? Apakah kau menginginkan perjodohan ini?" tanya Brayen sambil menatap lekat Devita yang sedang berdiri di hadapannya itu.
"Aku ini masih muda. Siapa yang ingin di jodohkan denganmu. Terlebih lagi usia kita berbeda jauh." balas Devita sinis.
"Kau tidak menyukai perjodohan ini? Harusnya kau bangga akan menjadi Nyonya Mahendra?!" Ujar Brayen yang masih tidak percaya akan ada gadis yang menolaknya. Karena dalam hidup Brayen tidak pernah di tolak oleh gadis manapun.
Devita membuang napas kasar. "Aku tidak perduli dengan itu.Memangnya siapa yang menginginkan menikah muda."
Brayen masih tidak percaya apa yang sudah di ucapkan oleh gadis kecil yang ada di hadapannya ini. Gadis kecil yang ternyata menabraknya kemarin dan menumpahkan kuenya ke baju miliknya dan kini ternyata gadis kecil itu akan di jodohkan padanya.
Brayen kembali menatap Devita yang tengah mengalihkan pandangannya, jika di lihat - lihat memang Devita adalah gadis yang sangat cantik. Itulah yang di pikir oleh, Brayen. Tetapi, tetap saja Brayen tidak pernah memiliki pasangan seorang gadis kecil seperti Devita.
"Jadi kau ini tidak suka dengan perjodohan ini?" tanya Brayen kembali.
"Tentu, jika aku bisa menghindar dan melarikan diri dari perjodohan ini. Percayalah aku akan melakukannya," jawab Devita meyakinkan.
Brayen menyeringai " Good. Kalau begitu, kita buat kesepakatan."
"Kesepakatan?" tanya Devita mengerutkan dahinya. Dia sedikit bingung dengan ucapan Brayen.
"Ya. Kesepakatan. Kita akan tetap menikah dan berpura - pura menerima perjodohan ini. Aku akan membuat perjanjian besok untuk kita. Besok pagi kau ke kantorku. Aku akan memberikan surat perjanjian itu padamu," jelas Brayen.
Mendengar ucapan Brayen membuat Devita tersenyum. "Setuju! Tentu saja aku akan menyetujuinya!"
"Alright! Sekarang berikan nomer ponselmu." Brayen menyerahkan ponsel miliknya dan Devita langsung menerima ponsel milik Brayen.
"Aku sudah missed call, nomerku dari ponselmu" ucap Devita sambil menyerahkan ponsel milik Brayen.
"Aku akan mengirimkan alamat kantorku. Sekarang, lebih baik kita masuk." balas Brayen.
Devita mengangguk setuju. Kemudian dia berjalan masuk kedalam mengikuti Brayen. Sejak tadi Devita, tidak berhenti untuk tersenyum senang. Karena itu artinya meskipun dia sudah menikah tapi dia tetap bebas.
Rena menatap Brayen dan Devita masuk ke dalam dan menatap mereka dengan tatapan yang lembut. "Kalian sudah selesai bicara?"
Brayen mengangguk singkat "Ya,"
Rena tersenyum. "Devita sayang, kau sering datang kesini ya,"
"Ya Bibi.Aku akan mengusahakannya untuk sering datang," balas Devita dengan senyuman hangat di wajahnya.
"Baiklah David. Kami harus pulang," pamit Edwin.
David mengangguk. " Ya hati - hati. Kau, sering - seringlah main kesini. Kita sudah lama tidak bertemu."
Edwin menepuk bahu David. "Sebentar lagi anak - anak kita akan menikah dan kita akan sering bertemu,"
"Kau benar, Ed" balas David.
Setelah itu keluarga Devita berpamitan mereka langsung berjalan menuju ke mobil, dan segera meninggalkan kediaman keluarga milik Mahendra.
...*********...
Ke esokan harinya, Devita langsung bersiap menuju ke kantor Brayen. Kemarin, saat Devita sudah pulang Brayen mengirimkan alamat kantornya pada Devita. Devita sudah tidak sabar untuk membahas perjanjian yang di maksud oleh Brayen.
Beruntunglah, hari ini Devita tidak memiliki jadwal kuliah. Jadi, dia tidak perlu terburu - buru. Devita menuju ke walk in closet miliknya, dia memilih mini dres bermotif kuning tanpa lengan. Di padukan dengan sepatu flat shoes merk gucci pemberian dari Ibunya.
Devita memoles wajahnya dengan menggunakan make up tipis. Kemudia dia mengambil kunci mobil, di atas meja riasnya. Dia berjalan meninggalkan kamar menuju mobil. Tidak lama kemudian Devita masuk ke dalam mobil, dan mulai melajukkan mobilnya menuju perusahaan milik Brayen.
Setelah dari kantor Brayen.Devita sudah mengirim pesan pada Olivia untuk bertemu di caffe. Dia sudah tidak sabar untuk menceritakan ini pada Olivia. Dia memang beruntung, ternyata Dewi Fortuna masih memihak kepadanya.
Empat puluh lima menit, waktu yang di tempuh Devita menuju ke kantor Brayen. Kini mobil Devita sudah memasuki halaman parkir perusahaan milik Brayen. Devita turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam lobby perusahaan.
"Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang receptionist itu ketika Devita menghampirinya.
"Pagi, aku Devita Smith. Ingin bertemu dengan Brayen Adams Mahendra," jawab Devita.
"Maaf, apa Nona sudah membuat janji dengan Tuan Brayen?"
"Sudah. Aku sudah membuat janji dengannya." jawab Devita.
"Baiklah. Kalau begitu mohon di tunggu, Nona," ucap sang receptionist itu.
Devita mengangguk. Kemudian sang receptionist itu melakukan panggilan telefon.
"Nona, nona bisa langsung naik ke lantai 60. Di lantai itu adalah ruangan kantor Tuan Muda Brayen." ujar sang receptionist itu, sambil menyerahkan kartu akses gedung.
"Baiklah, terima kasih." Devita langsung mengambil kartu akses gedung dan berjalan menuju lift.
Ting.
Pintu lift terbuka dan Devita melangkah keluar dari pintu lift. Dia menatap sosok pria yang melangkah mendekat ke arahnya.
"Selamat pagi, Nona. Saya Albert, Asistent dari Tuan Brayen" sapa Albert ketika melihat Devita keluar dari pintu lift.
"Pagi, aku Devita Smith," jawab Devita dengan lembut.
"Mari Nona, Tuan Brayen sudah menunggu anda," kata Albert dan Devita pun mengangguk lalu mengikuti Albert masuk ke ruang kerja Brayen.
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan juga hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 427 Episodes
Comments
Lidya Waney
sepertinya ceritanya menarik.
2022-08-06
1
Jasmine
haruskah mereka bersatu...
2022-06-24
0
Jasmine
typo thor..Rena atau.Devita
2022-06-24
0