15

Janeta dan Syifa pulang ke rumah mereka setelah agak lama main.

Pramana dan Reyhan juga baru pulang dari kerja, mobil mereka datang berurutan memasuki kawasan rumah.

Turun dari mobil satu persatu, Pramana langsung mengangkat cucunya yang terlihat sangat bahagia, mereka masuk ke rumah satu persatu, Reyhan masuk paling belakangan.

Mereka pulang pukul 5 sore dan masih sempat untuk mengobrol santai di ruang tamu.

"Duduk dulu sini," ucap Janeta pada semuanya saat dia sendiri sudah duduk.

"Ada apa?" tanya Pramana yang juga langsung duduk bersama cucunya.

Reyhan melepaskan tas dan juga jasnya di meja, dia ikut duduk.

"Ternyata Annisa guru ngajinya Syifa adalah putrinya Pak Harun dan Bu Aisyah," Janeta memulai cerita

"O ya? kok bisa kebetulan banget ya!" ucap Pramana yang sedikit kaget.

"Iya, nama Annisa tu banyak jadi saat mengenalnya waktu itu, gak terpikir sedikitpun tentang putrinya pak Harun," kata Bu Janeta

Reyhan hanya diam mendengar keduanya bercerita, dia tidak terlalu peduli hal luar selain pekerjaan.

"Tapi bukan ini inti yang mau diceritakan, keluarga mereka sedang ada masalah, Annisa akan menikah minggu depan," ucap Janeta serius

"Itu bukan masalah tapi hal bagus," kata Pramana yang merasa istrinya aneh.

"Jelas ini bukan hal bagus, Annisa terpaksa harus menikah sama pemilik tanah pesantren karena takut pesantren ditutup, masalahnya pemilik tanah orang yang sudah berumur dan beristri, jadi ini adalah masalah besar bukan hal bagus," cerita Janeta penuh prihatin, mereka pernah hampir jadi besan jadi dia sedikit peduli, ditambah lagi cucunya ini sangat menyukai Annisa.

"Apa hubungannya sama kita?" tanya Reyhan biasa saja. Baginya di dunia ini jodoh dan maut sudah ditakdirkan, mungkin jodoh Annisa adalah orang seperti itu.

"Ayo kita bantu, kita pinjamkan uang sama mereka biar Annisa gak menikah dengan orang itu," ucap Janeta sedikit memohon.

"Ma, kita tidak boleh terlalu ikut campur urusan orang lain jika tidak diminta, kecuali memang keluarga mereka minta tolong maka wajib bagi kita menolongnya," kata Reyhan yang masih terlihat santai.

"Iya ma, keluarga mereka punya caranya sendiri, kita tidak ada hak untuk ikut campur," tambah Pramana

Syifa menatap ke arah Reyhan dengan wajah polosnya, walau baru berusia 4 tahun tapi dia sedikit mengerti pembicaraan mereka, dia tau tante Annisa nya sedang dalam masalah.

"Iya Pa, kasian Tante Annisa," ucap Syifa dengan wajah sedih dan berharap.

Reyhan menatap wajah polos putrinya, dia tidak bisa menolak keinginan tulus putrinya ini, begitu juga Pramana yang mulai berpikir dan tidak ada salahnya membantu tanpa diminta.

"Berapa?" tanya Pramana langsung

Syifa dan Janeta tersenyum mendengar pertanyaan itu.

"Tanah pesanten harganya 700 juta, tanah panti asuhan 200 juta," jawab Janeta yang tadi sudah mengetahui jumlahnya dari bu Aisyah.

"Ya sudah kita pinjamkan sama Pak Harun, ini untuk menebus rasa bersalah kita 5 tahun lalu saat membatalkan perjodohan Reyhan dan Annisa, kalaupun nanti mereka tidak bisa membayar, kita ikhlaskan uang itu, anggap investasi dalam pekerjaan kita gagal," ucap Pramana

Janeta dan Syifa tersenyum bahagia dan langsung memeluk Pramana.

"Terima kasih Opa," ucap Syifa

Reyhan hanya tersenyum melihat mereka, walau dia punya uang tapi uangnya tidak sebanyak uang papanya, walau sebenarnya Ia juga memegang uang milik keluarga, tapi keputusan seperti ini hanya papanya yang bisa bicara, dia hanya akan mengikuti semua keputusan itu.

Wanita seperti apa Annisa ini sehingga Syifa sangat menyukainya begitu juga mama batin Reyhan

 

*

Di rumah Annisa di malam hari.

Annisa ingin melihat para Santri, dia memakai cadarnya lagi.

Ibunya yang melihatnya langsung mendekat.

"Nak cadar tidaklah wajib, jadi jika wajahmu dilihat orang lain sesekali tidaklah haram," ucap Aisyah saat melihat putrinya di malam hari masih tidak lupa memakai cadarnya.

"Pendapat ulama ada 2 Bu tentang masalah hukum cadar, wajib dan sunnah, jika kita menyakini cadar itu wajib maka saat lelaki bukan mahram kita melihatnya itu jadi haram, tapi kalau kita meyakini cadar itu sunnah maka tidak apa-apa saat wajah kita terlihat sesekali," ucap Annisa, bukan menggurui tapi hanya mengatakan yang Ia tau sedikit.

Bu Aisyah tersenyum, dia tau putrinya ini wanita shalihah sejak kecil tapi perubahan besar terjadi setelah 5 tahun ini, mungkin pergaulan Annisa dengan wanita-wanita shalihah lah yang semakin membuatnya jadi baik, dia bersyukur punya putri seperti ini.

"Ya sudah bu, Nisa keluar sebentar melihat santri," ucap Annisa yang bersiap pergi, ibunya hanya mengangguk.

 

*

Keesokan harinya Janeta datang lagi bersama Syifa ke pesantren.

Syifa masuk keruangan Annisa mengajar, Annisa memangkunya sambil mengajar, Syifa anak yang pintar, sedikitpun dia tidak mengganggu yang lainnya.

Dia hanya duduk dan kadang bermain dengan kertas yang diberikan Annisa.

Sedangkan Janeta duduk di luar bersama Bu Aisyah dan Pak Harun. Mereka berbicara tapi tidak keras.

"Oh ya lebih baik kalian membatalkan pernikahan Annisa, kami akan meminjamkan uang untuk membayar tanah ini," ucap Janeta pada pak Harun dan bu Aisyah yang duduk di hadapannya.

"Gak usah, kami gak mau merepotkan kalian," tolak Pak Harun tidak enak, seharusnya tentang ini tidak boleh dibicarakan pada orang lain.

"Ini kesepakatan kami, jadi batalkanlah secepatnya, Reyhan sedang ke Bank mengambil uang tunai, sebentar lagi dia datang ke sini," ucap Janeta memaksa

"Kami merasa malu karena harus merepotkan keluarga kalian, itu bukan jumlah sedikit, seharusnya kemarin saya tidak bercerita," ucap Bu Aisyah merasa bersalah, kenapa kemarin dia harus bercerita panjang lebar tentang urusan keluarga mereka.

"Anggap ini untuk menebus rasa bersalah kami di masa lalu karena membatalkan perjodohan dengan Annisa," ucap Bu Janeta

"Ini bukan salah kalian, tapi merekanya saja yang gak berjodoh," ucap Pak Harun yang dari dulu memang tidak mempermasalahkan pembatalan perjodohan karena mereka nya juga belum ketemu dan hanya baru rencana.

"Tapi kami selalu merasa bersalah, dan ini kami ikhlas untuk meminjamkan, memang niat hati kami ingin membantu, pak Harun bisa membayarnya dengan dicicil, cicilan berapapun akan kami terima tidak ditentukan," bu Janeta meyakinkan.

Bu Aisyah dan pak Harun saling melihat, mereka bersyukur ada orang baik yang ingin membantu padahal mereka tudaklah terlalu dekat tapi mereka bisa mempercayainya.

Pak Harun mengangguk, "Insya Allah kami akan mencicil setiap bulannya,"

"Iya, tapi jika tidak ada jangan merasa terbebani, kami bukan rentenir yang akan menagih," bu Janeta tersenyum

Pak Harun kembali mengangguk, "Alhamdulillah,"

*

Reyhan keluar dari Bank dan langsung masuk ke mobil. Dia melaju menuju ke pesantren.

"Sudah lama sekali gak ke sana, terakhir ke sana waktu umur 13 tahun, mungkin semuanya sudah berubah," gumam Reyhan yang mengingat-ngingat masa sekolahnya dulu.

1 jam berlalu, dia sudah sampai di depan pesantren, dia berjalan masuk dan bertanya ke salah satu orang di sana yang sedang berjalan di luar, mungkin itu ustadznta jika dilihat dari pakaiannya.

Dia berjalan menuju ruangan yang di tunjuk oleh orang itu.

Dari jauh dia bisa melihat mamanya mengobrol bersama Pak Harun dan Bu Aisyah. Pak Harun yang dulu juga mengajar dimasa sekolahnya sekarang sudah sedikit tua, wajahnya tidak terlalu berubah. Bu Aisyah istri pak Harun yang diingatnya dulu masih secantik dulu.

Dia berjalan mendekat dan mengucap salam membuat semuanya menoleh saat menjawab salam.

"Ini Reyhan sudah datang," ucap Janeta

Reyhan menyapa Pak Harun dan Bu Aisyah dengan ramah sambil tersenyum

"Kamu sudah berubah banget, kami jadi gak bisa mengenali wajah kamu lagi sekarang," ucap Pak Harun yang sudah berdiri, dia menepuk pundak Reyhan yang sekarang hampir sekeras batu, dulu terakhir dia memegangnya, pundak ini masih lembut dan tulangnya tidak sekuat ini.

"Ini sudah belasan tahun, wajar Bapak dan Ibu lupa wajah saya," ucap Reyhan tersenyum, "Tapi bapak dan ibu tidak berubah sedikitpun jadi saya masih gampang mengenali walau dalam jarak jauh,"

Bu Aisyah dan Pak Harun tersenyum.

Annisa sudah selesai mengajar, dan terlihat sekarang lagi mengajari Syifa mengaji.

Santri yang diajar sudah pergi keluar jadi di dalam hanya tersisa Annisa dan Asyifa.

 

 

 

Pak Harun mempersilakan Reyhan duduk di dekatnya, mereka mengobrol sedikit sambil menunggu Syifa selesai mengaji.

 

 

Terpopuler

Comments

Jafisa98

Jafisa98

*dalam* lebih ngena *dari*

2022-06-01

1

Jafisa98

Jafisa98

*ustadz*

2022-06-01

1

Jafisa98

Jafisa98

*tidaklah*

2022-06-01

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!