Part 17

Perasaanku bercampur aduk saat ini, aku bahkan tak ingin melihat semua orang yang ada di sini.

"Wi! Dewi!" Merry berteriak memanggilku, entah panggilannya yang ke sekian kali aku baru menoleh kearahnya.

"Ada apa Wi?"

"Nanti saja Mer, ayo kita pergi dari sini!" ajak ku padanya.

Aku dan Merry berjalan menuju parkiran, Merry mengeluarkan sepeda motornya dan kami melaju ke pusat perbelanjaan yang sudah kami janjikan.

Setelah turun dari sepeda motor, tak ada sesuatu apapun yang dapat aku katakan. Aku hanya mencari tempat duduk di depan tempat parkiran motor. Merry mengikuti kemana aku melangkah, aku hanya bisa duduk terdiam memegangi kepalaku dengan kedua tanganku.

"Ada apa Wi?" ia menatapku lekat, seakan mengerti apa yang sudah terjadi. Pertanyaannya pun seakan tak ada arti, seakan ia telah mengerti jawabannya.

"Aku dipecat Mer, mulai besok aku nggak akan bekerja di sana lagi," ucapku masih tertunduk, tak terasa air mata mulai mengalir di pipiku. Aku kesal, sangat kesal.

"Sabar ya Wi, apa pak Briyan sudah tahu tentang ini?" Merry mengelus bahuku perlahan.

Aku hanya menggeleng, "aku sudah nggak ada hubungan sama pak Briyan, lupakan saja dia Mer!" aku berdiri dan melangkah masuk menuju pusat perbelanjaan.

Merry mengikuti ku masuk ke dalam, di sana kami berjalan tanpa banyak mengobrol. Biasanya suara teriakan dan tawa kecil kami membuat berisik para pembeli yang lain. Hari ini jangankan tertawa, berpapasan dengan orang lain saja enggan rasanya.

"Wi, aku haus. Ayo kita beli minuman dingin!" ajak Merry. Aku hanya mengikuti langkahnya saja.

Merry memesan 2 boba drink, rasa dinginnya lumayan menyegarkan otak dan perasaanku. Sepertinya Merry tahu apa yang aku butuhkan.

Merry membeli beberapa make up yang sedang diskon besar-besaran. Tapi aku dari tadi hanya mengintari pusat perbelanjaan ini tanpa mengambil satu barang pun.

Hingga mataku tertuju pada selembar kertas yang di tempel pada dinding kosong. Di sana tertulis sedang mencari karyawati sebagai SPG salah satu pakaian branded.

Aku tertarik untuk membacanya, setelah itu aku memfoto lembaran kertas itu. Merry hanya memperhatikan dan tak melarang apapun yang ku perbuat di sana.

Setelah puas jalan-jalan, kami mampir untuk membeli makanan. Malam ini, aku ingin makan soto ayam. Aku butuh kehangatan untuk hatiku yang sedang diterpa badai.

Merry memesan nasi goreng ditambah dengan acar yang banyak. Aku lebih banyak diam sejak pulang dari kantor, begitupun dengan Merry, hanya sesekali kami berbicara, itupun hanya jika ada yang penting.

Setelah makan, kami pulang ke wisma, Merry membeli beberapa keperluannya. Sedangkan aku hanya menenteng bungkusan berisi cemilan.

Kulihat kamar wisma Sean masih sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Aku mulai cemas, apa yang sebenarnya terjadi pada Briyan dan Sean. Kenapa sejak kedatangan bapak dan ibu presdir jejak Briyan dan juga Sean hilang tak berbekas?

Bahkan pesan WhatsApp yang ku kirim hanya ber centang 1 sejak seminggu lalu. Aku mulai gemas dengan semua ini. Tapi aku harus segera pergi dari sini karena aku telah kehilangan hak ku untuk tinggal di sini.

Aku bingung harus kemana lagi tinggal, memindahkan barang-barangku bukanlah hal yang mudah bagiku. Sekian puluh menit aku menghabiskan waktuku berbaring di springbed. Kulihat Merry dari tadi mondar-mandir seakan sedang mencari sesuatu. Sesekali ia mencuri pandang ke arahku.

Setelah kurasa hilang penatku, aku menyiapkan beberapa berkas dan membawanya ke ruang tengah di depan televisi. Aku menulis surat lamaran kerja yang akan ku kirimkan ke pusat perbelanjaan tempat kami shoping tadi sore.

*************

Dilain tempat, Briyan dan Sean sedang bekerja keras membantu memuat kayu-kayu bulat, lebih tepatnya pekerjaan mereka hanya mengawasi. Hanya saja..

"Sean..! setelah kita pulang ke kota nanti aku pasti akan mengusir mu dari wisma ku!" Teriak Briyan dengan lantang dari kejauhan, ia terlihat jengkel pada Sean.

"Ya, pak bos! lakukan saja apapun yang membuatmu bahagia nanti!!" balas Sean dari kejauhan.

"Aku akan mengusir mu nanti, lihat saja! dan ingat, bokong mu!" Briyan menarik nafas panjang, keringatnya bercucuran, "bokong mu sialan! aku akan tendang bokong mu!!!"

"Ya, terus perhatikan pekerja di hadapan mu, pak bos!" teriak Sean.

"Sialan!" ia semakin jengkel dengan Sean.

"Hey, kalian perhatikan jalannya! itu sangat licin!" ucap Briyan pada pekerja yang mendorong kayu bulat dengan sebuah alat yang memiliki roda.

Briyan terduduk lesu di bawah pohon, ia tak berhenti mengumpat. Seumur hidup baru kali ini merasakan kerja berat. Briyan terus minum air putih yang dibawanya dengan botol.

Sean ikut duduk di samping Briyan, ia memberikan Briyan makan siang yang dibungkus kertas nasi.

"Makan dulu, nanti kamu jadi kurus," ucap Sean membaringkan tubuhnya di bawah pohon tanpa alas.

"Aku rasa kamu perlu kacamata."

"Ini nggak silau Bri, di sini bukan pantai."

"kacamata itu agar matamu lihat dengan sangat jelas, kalau badanku sudah kurus sejak hari pertama kita datang!"

Sean menahan gelak tawanya, "tenang saja Bri, cinta Dewi padamu nggak akan luntur cuma karena badanmu yang kurus."

"Aku bukan cuma kurus, tapi sudah jadi hitam dan dekil!"

"Aku nggak memaksamu ikut, kamu lah yang ngotot mau ikut."

"Paling enggak sebelumnya kamu bilang kalau di sini tak ada listrik, tak ada sinyal, atau paling tidak di sini ada toko kecil untuk membeli makanan dan cemilan, sialan!!"

Sean menahan gelak tawanya, "bukankah ini menyenangkan Bri?"

Briyan tertunduk lesu mendengar perkataan Sean, setidaknya ia berpamitan dulu pada Dewi agar ia tak salah paham. Sinyal ponsel Briyan hilang sama sekali membuatnya terputus kontak dengan dunia luar. Di sini hanya ada hutan belantara. Tak jarang ia menemukan ular yang sangat berbisa, gangguan orang otan yang merasa terusik keberadaanya. Dan yang pasti, mendapatkan bahan makanan di sini sangat susah. Untung saja mereka memiliki orang bayaran khusus memasak, tentu saja gaji nya bukan kaleng-kaleng. Gajinya setara tiga kali lipat gaji perusahaan Briyan perbulannya.

Briyan membaringkan tubuhnya di pohon, namun sepetinya ia menindih sesuatu yang licin.

"Oh, tidak!! sialan!! bajingan!!" teriak Briyan ketakutan.

Sontak Sean melompat dari tidurnya, seekor anak ular melingkar di bawah pohon membuat Briyan hampir terjun ke lobang curam di samping mereka.

"Itu cuma anak ular," Sean mengusir anak ular itu dengan ranting di dekatnya.

"Ya, 2 bulan lagi anak itu akan dewasa dan siap menerkam mu."

Para pekerja yang melihat kejadian itu menahan tawa mereka, membuat Briyan semakin malu dibuatnya.

"Aku menyerah, aku akan pulang besok!"

"Baiklah pak bos, kita pulang besok. Sisanya biar ayah dan ibuku yang mengerjakannya," ucap Sean kembali duduk.

"Habislah kamu besok, Sean sialan!"

Sean hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecut pada Briyan. Mereka melanjutkan istirahat nya hingga pukul 1 siang.

Terpopuler

Comments

Nana Shin

Nana Shin

viewnya lumyn jua 2000an

2022-08-06

0

Nana Shin

Nana Shin

sudah di kontrakan kah,ni? rancaki ma up kaina di promosi in Ntoon, biar 500 j up tp 3 kli shri. punku yg Cinta dalam doa itu nh semlm rjin up dpromosi in NToon 2 kli sdah. walau masih sepi like. tp poplrtsnya lmyn bnaik cpt

2022-08-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!