Pagi yang mendung, namun tak terlihat ada tanda-tanda akan turun hujan. Hari ini hari Minggu, waktu bersantai dan menikmati uang usai menerima gaji. Merry mengajakku keluar untuk membeli pakaian, tetapi aku menolaknya. Aku berdalih takut menghabiskan uang gaji ku. Karena gaji yang ku terima kemarin hanya 1,2 juta. Dan itu sudah habis 200 ribu tadi malam.
Merry mengatakan kalau ia takut pergi sendirian ke pusat perbelanjaan. Terakhir ia belanja dengan mantan pacarnya.
"Jadi, kenapa kalian putus?" tanyaku penasaran.
"Dia punya perempuan lain selain aku Wi," raut wajah nya kini menjadi sangat sedih. Ia pasti belum bisa melupakan mantan kekasih nya itu.
"Apa itu sudah lama?"
"Baru satu tahun wi," ia nampak bersedih.
"Kelihatannya kamu sangat mencintainya Mer. Jadi, kamu belum pernah pergi ke pusat perbelanjaan sejak putus darinya?" tanya ku keheranan.
"Ya, wi. Aku sangat sedih sampai sekarang. Tega sekali, dia mengkhianati aku. Selama ini aku yang selalu membiayai kehidupannya. Aku pikir yang aku lakukan sudah benar, ternyata salah besar." ia bercerita sambil menahan air matanya yang seperti mendung.
"Cukup jadi pelajaran saja Mer, jangan sampai terlalu mencintai membuat kita buta," ucapku mengusap bahu nya.
Setelah curhatan Merry yang cukup lama, kami memutuskan untuk tetap tinggal di rumah. Cuaca semakin mendung, hampir memuntahkan jutaan liter air. Aku sempat membeli banyak cemilan dari penjual keliling, sayangnya aku lupa kalau Merry tak bisa memakan makanan yang aku beli ini.
Aku mengejar penjual bakso, cilok sekaligus cemilan yang di panggang. Dengan saos yang pedas membuat aku tak tahan untuk memakannya. Aku selesai membeli dan duduk di teras. Untung saja Merry bisa makan cemilan bakar nya, jadi aku tak makan sendirian.
Hujan mulai turun, kami masuk ke dalam duduk di sofa. Tiba-tiba sebuah mobil melesat parkir di depan halaman wisma, Briyan. Briyan datang berlari-lari menuju pintu, kemudian dengan cepat ia melepaskan sepatunya dan masuk ke dalam.
"Hampir saja!" ucapnya sambil meletakkan beberapa bungkusan di atas meja kami. Ia berkata sambil mengatur nafasnya yang memburu. Parkir mobil berjarak beberapa meter dari halaman kami, sehingga sempat membuat kemejanya agak basah oleh air hujan.
"Hampir apa pak?" tanya Merry keheranan. Sedangkan aku bersikap acuh saja dengan kedatangannya.
"Untung saja hujannya belum terlalu deras," ucapnya dengan nafas yang masih memburu.
"Bapak bawa apa? makanan?" tanya Merry membuka bungkusan di hadapannya.
"Yang berwarna putih itu untuk kamu Merry, yang berwarna biru itu untuk temanmu yang bawel di sampingmu itu."
Aku tertarik untuk menatapnya kali ini, "pak Briyan, kemarin kamu memanggilku 'hani', sekarang kamu panggil aku juga dengan sebutan 'bawel'? jadi besok aku harus memanggilmu apa, pak Briyan?"
"Kamu boleh memanggilku dengan sebutan 'sayang', aku suka itu," ucapnya membuka bungkusan cemilan yang ku beli dan memakannya tanpa izin.
Aku terdiam mendengar perkataan dan melihat tingkah nya, ia sengaja menjahili ku lagi. Rupanya, satu hari saja tak bertemu denganku membuatnya rindu dengan segala bentuk omelan ku.
Hujan di luar semakin deras, sudah setengah jam lamanya. Kami bertiga terjebak hujan, ingin rasanya aku tarik selimut dan tidur. Namun Briyan tak mungkin ku tinggalkan sendirian. Merry juga terlihat canggung, bingung dengan apa yang akan kami lakukan. Jadi aku mengambil selimut dan bantal, aku memberikannya kepada Briyan dan menyuruhnya tidur saja di sofa. Akhirnya kami bertiga tidur di sofa ruang tamu.
Hari ini hari libur, tadi malam Briyan mengatakan akan menjemputku. Ia bilang akan mengajakku dan Merry jalan-jalan. Tentu saja mengajak Merry adalah ide ku.
Aku mengenakan kaos oblong pendek berwarna hitam dengan celana kain kulot berwarna krim. Biasanya aku mengenakan pakaian tomboy, tapi karena Briyan yang memintaku, secara kami akan pergi ke salon... em, baiklah.
Sedangkan Merry terlihat berbeda hari ini, ia memaki rok plisket berwarna hitam manik-manik. Dengan kaos oblong berwarna putih dan blazer berwarna pink. Ia terlihat manis mengenakan itu. Ia mengikat rambut ikalnya dan mengganti kaca matanya yang berwarna pink. Ia sungguh sangat manis hari ini.
Sedangkan Briyan berpakaian biasa saja, kaos oblong yang berkerah berwarna abu dan celana berwarna krim. Ia nampak rapi dan wangi seperti biasa.
"Kalian sudah siap? ayo berangkat!" teriaknya dari luar pintu.
Aku dan Merry keluar dan mengunci pintu. Briyan terkejut melihat penampilan Merry,
"Merry, hari ini kamu cantik sekali. Kenapa tidak berdandan seperti itu di kantor?" tanya Briyan masih memperhatikan Merry, kemudian ia masuk ke dalam mobilnya.
Briyan memang suka bercanda, suka usil. Namun apapun yang dikatakannya apabila ia sudah berjanji, ia akan menepatinya. Dan perkataan Briyan barusan membuat Merry tersipu malu.
Kami masuk ke dalam mobil dan meluncur menuju salon. Briyan memutar musik pop dengan nyaring, suara speaker mobil terdengar hingga keluar. Tak berapa lama sampailah mereka di sebuah salon yang lumayan besar.
"Pak, tunggu! jangan ke salon dulu," aku setengah berteriak padanya.
"Ada apa?" Briyan menghentikan mobilnya yang sudah tepat di halaman depan salon.
"Aku malu kalau jalan-jalan dengan rambut baruku. Lebih baik kita jalan-jalan saja dulu, baru setelah pulang kita ke salon. Iya kan Merry?"
"Iya, pak. Saya juga malu. Ke salon nya nanti saja."
Briyan kembali menjalankan mobilnya ke pusat perbelanjaan. Kami bertiga masuk ke sana dan mulai mencari barang yang kami butuhkan.
"Hani, ingat. Carilah beberapa pakaian yang pantas untuk bertemu kakek dan nenek nanti. Ingat, jangan yang berlebihan modelnya. Cari yang biasa saja tapi elegan."
"Aku nggak ngerti pakaian seperti apa yang kamu maksud pak, kamu mungkin bisa membantuku mencarinya," pintaku pada Briyan.
"Ya, aku akan membantumu mencarinya."
Kami bertiga naik eskalator ke lantai atas, di sana ada bermacam-macam jenis dan merk pakaian. Merry sudah lebih dulu melihat-lihat pakaian yang diinginkannya.
"Pak, kami lihat pakaian di sana. Apa itu cocok untuk ku?" aku menunjukkan sebuah setelan blazer dengan rok panjang berwarna hitam.
"Bagus, tapi aku nggak suka modelnya."
Aku kembali memilih pakaian, aku mendapatkan sebuah setelan celana panjang putih dengan kaos panjang berwarna hitam,
"Bagaimana dengan yang ini?" tanyaku pada Briyan.
"Aku nggak suka pakaian berwarna hitam putih, carilah warna lain," ucapnya sambil terus memilih-milih pakaian.
Aku kembali menemukan pakaian yang menurutku cantik, "pak, bagaimana dengan yang ini?" aku memperlihatkan pada Briyan setelan celana motif etnik yang santai tak terlalu mencolok berwarna coklat muda kombinasi hitam.
"Bagus juga, ambil itu satu dan pilih lagi yang lain!" ucap Briyan padaku.
Dengan santai dan perlahan tanganku memilih-milih pakaian yang menurutku pantas, aku kembali menemukan dress panjang bercorak abstrak. Terlihat seperti daster tetapi sangat elegan dengan warna gold dan blazer berwarna coklat muda.
"Pak, ini sangat cantik. Aku suka yang ini, boleh kan?" aku tersenyum kecut berharap ia mengiyakan.
"Ya, itu lumyan cantik."
Aku bersorak ia menyetujui pilihanku. Aku kembali memilih lagi, kali ini aku jatuh hati pada dress panjang mix jeans. Kali ini Briyan juga mengiyakannya.
Merry juga telah selesai memilih pakaiannya. Ia mengambil 1 lembar celana jeans, dress panjang bercorak etnik, setelan dress dengan blazer jeans. dan beberapa lembar pakaian tidur yang tipis.
Setelah selesai memilih beberapa pakaian kami menuju salon. Aku meminta untuk mengubah rambut lurus panjang milikku menjadi rambut pendek dengan warna gold yang agak mencolok.
Sedangkan Merry tak ingin rambut ikal panjangnya dirubah, ia hanya ingin mengubah warna rambutnya menjadi warna rich caramel. Sementara menunggu kami mengubah warna rambut, Briyan melakukan perawatan tubuh seperti pemijatan, spa dan lain-lain yang membuatnya merasa rilex.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments