Part 15

Sean terlihat sedang berbicara dengan Briyan mengenai mobilnya yang mogok. Sean dan Briyan pun pergi setelah bertukar pendapat tentang ini dan itu hal yang tak ingin aku perduli kan.

Aku dan Merry berangkat kerja, sesampainya di sana Merry nampak sangat sibuk mengumpulkan data-data karyawan dan karyawati baru di perusahaan itu. Setelah mengumpulkan data karyawan, ia menemui Presdir di lantai atas.

Sekitar 1 jam lamanya Merry di lantai atas, ia turun dan langsung menuju ke ruangan ku.

"Wi, sepertinya presdir akan melakukan sesuatu pada karyawan baru," ucapnya dengan nada dan ekspresi yang agak cemas.

"Benarkah? yah.. mau bagaimana lagi, dia kan Presdir di sini, apapun yang dia lakukan adalah hak nya," ucapku santai berusaha menenangkan Merry, sejujurnya aku sendiri nggak yakin sama diriku sendiri.

"Karyawan baru akan di evaluasi menyeluruh dan mendalam wi, kamu nggak boleh gugur dalam penilaiannya nanti," ucap Merry terus memperingatkan ku.

"Oke, makasih kamu sudah memperingatkan. Jadi apa yang terjadi pada karyawan yang gugur dalam penilaian? apa dia akan dipecat?" tanyaku penasaran.

"Ya, wi. Karyawan yang gugur penilaian akan diperintahkan membuat surat pengunduran diri."

"Terdengar sadis, tapi aku nggak akan menyerah segampang itu Mer. Semua orang ingin memiliki pekerjaan yang layak dan mendapatkan upah yang layak pula. Bisa bekerja di sini merupakan suatu anugerah buatku, jadi akau akan terus menjaga anugerah itu."

"Baguslah wi, aku senang sekali mendengarnya. Nanti pukul 2 siang kamu harus ke lantai atas bersama dengan karyawan baru lainnya. Aku akan memberitahu mereka terlebih dahulu." ucap Merry berjalan menjauhiku menuju ke luar ruangn untuk mencari karyawan baru lainnya.

Sampai pukul 1 siang, Briyan dan Sean belum juga tiba. Aku merasa semakin dekat waktuku bertemu Presdir, jantungku serasa semakin mau copot. Aku berusaha tetap tenang dan berharap Briyan dan Sean akan segera tiba.

Sesekali kulihat ayah Briyan berjalan mondar-mandir kebingungan seperti ada sesuatu yang sedang ia cari. Dan pak Presdir akhirnya menanyakan tentang Briyan padaku. Dan aku mengatakan apa yang telah terjadi, tak termasuk Briyan yang tidur di kamar wisma anak perempuan, hiks.

Pukul 2 siang aku dan karyawan baru lainnya naik ke lantai atas menemui presdir. Ada 4 orang karyawan baru termasuk aku yang sedang berjalan menaiki anak tangga.

"Deg-deg an, kelihatannya buk presdir sangar sekali wajahnya," ucap salah seorang karyawan di sampingku, dari name tag nya bisa kulihat namanya, Rendi.

"Aku takut di pecat, karena bulan kemarin aku nggak masuk 1 minggu karena sakit," ucap Leli, karyawati di sampingku.

"Aku full saja sampai bulan ini, tapi aku melakukan beberapa kesalahan kecil dan itu membuat aku dimarahi HRD," ucap Mala pada kami semua.

"Posisi paling yang aman ya kamu, Dewi. Enak sekali ya jadi kamu, calon istri bos. Terus langsung jadi sekretaris keuangan lagi."

Degh!

Aku terkejut mendengar perkataan Leli barusan, rupanya rumor aku adalah calon istri Briyan sudah menyebar ke seluruh pelosok perusahaan.

"Belum tentu juga, buk presdir sama sekali belum mengenalku. Aku nggak pernah besar kepala hanya karena aku calon istrinya." ucapku kepada yang lain.

"Kamu beruntung, Dewi." ucap Mala.

Tak berapa lama kami sudah sampai di depan ruangan buk presdir. Kami menjadi sangat gugup olehnya. Kami hanya bisa berdoa di dalam hati semoga kami tak mendengar perkataannya yang pedas, apalagi sampai memecat kami berempat.

Kami sekarang berada di hadapan meja Presdir. Ia nampak menyeramkan bagiku sejak saat pertama melihatnya. Namun hari ini penampilannya yang cantik dan terlihat sedikit anggun menepis semua tentangnya yang ada di dalam benakku.

"Leli, Mala dan Rendi, kalian bertiga karyawan baru yang masih training, kinerja kalian akan terus saya awasi. Kalian sudah bekerja selama 2 bulan di sini, kalian tahukan masa training itu 3 bulan lamanya?"

Mala, Leli dan Rendi mengangguk.

Buk presdir meneruskan, "jadi kalian hanya punya waktu 1 bulan lagi untuk menunjukkan kinerja kalian. Apabila kinerja kalian di bawah rata-rata, maka bersiaplah untuk mendapatkan pemberhentian kerja!"

Mala, Leli dan Rendi dibuat gemetar oleh Presdir, dan bisa kulihat wajah Leli pucat pasi. Mungkin ia belum sarapan, ia terlihat seperti akan pingsan mendengar semua perkataan Bu presdir.

"Sekarang giliran kamu Dewi!"

Degh! aku bagai mendengar suara petir beserta cahayanya yang menyilaukan.

"Siapa yang mempekerjakan kamu di perusahaan ini?!"

Aku hampir tak dapat menjawab pertanyaannya, "pak Briyan buk!"

"Briyan? saya belum pernah melihat Briyan mempekerjakan karyawan secara sembarangan begini!" ibunya menggeleng mendengar ucapanku, "saya akan panggil kamu lagi nanti, Dewi! sekarang kalian semua kembali bekerja!" ucap presdir dengan sangat tegas.

Kami semua turun ke lantai bawah, kami menuruni banyak anak tangga.

"Aku seperti mau jantungan tadi," ucap Rendi memulai percakapan diantara kami semua yang sedang tegang.

"Aku kayak mau pingsan," ucap Leli.

"Masih mending, aku kebelet mendengar buk presdir tadi," Mala bersuara.

"Masih mending, aku bakalan balik ke ruangan itu lagi," ucapku pada mereka.

"Ya, dan sebentar lagi kamu akan kembali ke rumahnya untuk selamanya!" ucap Mala melirik kepadaku.

Seharian itu aku tak bertemu dengan Briyan dan Sean. Mereka pasti sedang sibuk dengan mobil Briyan. Aku menghela nafas panjang, biasanya aku merasa senang bekerja di sini. Tapi hari ini, aku merasa tidak bersemangat. Seakan sesuatu yang buruk akan terjadi, entah hari ini atau lusa.

Merry yang biasanya bekerja tenang di ruangannya pun, hari ini dia membuatkan 2 gelas besar kopi susu dan lebih banyak mengobrol denganku. Ia mengatakan pekerjaannya hari ini tak begitu padat.

Hingga kami pulang dari perusahaan, barulah pikiranku agak tenang. Aku mengajak Merry untuk makan di luar. Kami memilih untuk pergi ke tepi pantai yang tak jauh dari dari sana.

Senja perlahan datang, aku dan Merry memesan makanan pinggiran. Di sana tak seberapa banyak yang berjualan, hanya ada bakso dan sate. Aku dan Merry memesan 3 porsi sate dan minuman dingin.

Untung saja aku dan Merry selalu menyimpan jaket di dalam jok. Meskipun baunya tak karuan, seperti aroma pembakaran oli mesin tak masalah, lebih baik daripada kami kedinginan. Penjual sate memberikan pesanan pada kami, aku dan Merry mulai makan.

Tak ada tanda-tanda Briyan akan menelpon atau mengirim pesan chat. Aku mulai curiga padanya, apakah ia hanya mempermainkan ku? ataukah ia mengalami hal yang terduga, seperti dipingit oleh orang tuanya? atau kah ia sudah mendapatkan pengganti ku, seperti rumor yang selama ini beredar? Entah kenapa aku mulai kesal, namun perasaan kesal ini tanpa alasan.

"Mer, aku jadi penasaran kenapa pak Briyan sudah dua hari ini nggak muncul," ucapku pada Merry, akhirnya aku berniat mengungkapkan unek-unek ku padanya.

"Entah lah Wi, tapi memang seperti itu. Biasanya kalau orang tuanya sudah kembali ke Indonesia, pak Briyan akan kehilangan kebebasannya."

"Benarkah? apa kamu tahu dia dimana sekarang?"

"Dia pasti ada di rumahnya Wi."

"Rumah, maksudmu kost-kostnya?"

"Bukan, maksudku rumah sungguhan. Rumah tempat tinggalnya bersama orang tuanya."

Aku tertegun mendengarnya, aku pikir selama ini Briyan adalah laki-laki bebas yang bisa melakukan segala hal semaunya. Tapi, ternyata ia dalam genggaman orang tuanya.

Merry menghabiskan sisa makanannya, "bukannya kamu calon istrinya? apa kamu nggak tahu banyak tentang pak Briyan?"

"Aku nggak tahu apa-apa tentangnya Mer, pertemuan pertama kami baru 2 bulan yang lalu. Dia menabrakku, seperti yang kamu tahu dia mengganti sepeda motor lamaku."

"Iya, Wi."

"Asal kamu tahu Mer, aku sama pak Briyan cuma akan menikah kontrak. Diantara kami nggak ada saling cinta."

"Pantas saja, setiap aku melihat kalian nggak ada cinta sedikitpun."

"Tapi sekarang aku mulai khawatir, kalau aku menjalani nikah kontrak sama Briyan pasti kehidupanku akan jadi lebih sulit kedepannya. Kamu tahu sendiri bagaimana orang tuanya, kehidupannya? rasanya seperti aku menjatuhkan diri ke dalam jurang."

Merry tertegun mendengar perkataan ku. "Aku sudah bekerja lama di perusahaan, aku tahu betul sifat-sifat mereka Wi. Kamu masuk ke dalam kehidupan mereka sama saja memasukkan diri ke dalam jurang. Tapi pak Briyan, aku sangat yakin dia nggak akan menyia-nyiakan kamu Wi."

Kali aku yang tertegun mendengar perkataan Merry. "Jadi, apa yang menyebabkan pak Briyan memilih menikah kontrak menurut kamu?"

"Menurutku, pak Briyan bukan tipe orang yang memutuskan sesuatu dengan berpikir pendek. Aku yakin, dia punya alasan yang paling kuat, dan yang pasti dia bukan orang yang tega merugikan orang lain, Wi."

"Ya, Mer. Aku percaya sama semua yang kamu katakan."

Kami banyak bercerita tentang masa lalu, masalah pribadi dan privasi lainnya malam ini. Aku dan Merry perlahan menjadi sahabat yang saling mengerti satu sama lain.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!