Briyan mengantarkan ku ke kost tempat tinggal Merry. Di sana Merry menyambutku dengan hangat dan senyuman manis.
"Mulai sekarang kamu akan tinggal disini, karena menikah itu perlu proses. Nggak mungkin aku mengenalkan kamu sama keluargaku secara tiba-tiba. Jadi, untuk sementara kamu di sini dulu," ucap Briyan sambil menatapku.
"Oke, baik. Ini lebih baik daripada tinggal satu atap bersama kamu," ucapku membuka pintu mobil.
"Tunggu, tuliskan alamat lengkap kost kamu yang dulu agar semua barang-barang milik kamu bisa segera dipindahkan," ucapnya menyodorkan selembar kertas kecil dan pulpen.
Akupun menuliskan alamat lengkap tempat tinggalku dengan jelas, "ini, pastikan semua barang terbawa alias jangan ada yang ketinggalan," ucapku sambil menyodorkan kertas kecil berisi alamat lengkap kost ku yang dulu.
Aku masuk ke kamar kost Merry, aku terkejut melihat keadaan kostnya. Sangat luas dan nyaman. Ruangan ini tak pantas disebut kost-kostan. Lebih pantas di sebut wisma elit.
Di sana hanya ada 6 ruangan yang sama persis dan terisi penuh. Dengan desain eksterior yang elegant membuatnya terlihat sangat mewah. Merry menunjukkan kamarku. Sangat nyaman sekali tinggal di sini. Aku langsung berbaring di springbed yang luas dilengkapi dengan bedcover dan full AC. Oh, tuhan. Mimpi apakah aku semalam.
Aku berguling-guling diatas springbed hingga kusadari Merry memperhatikan tingkahku yang seperti anak-anak.
"Dewi, apa kamu senang?" tanyanya sambil tersenyum mendekat.
"Ya, Merry. Semua ini diluar ekspektasi ku."
"Bersenang-senang dan beristirahatlah wi, karena besok kita akan kembali bekerja. Kalau kamu mau makan, aku sudah membelikan beberapa menu masakan di meja dapur, kamu makan saja."
"Apa cuma kita yang tinggal berdua di sini Mer?"
"Ya, memangnya siapa lagi selain kita?"
"Ruangan ini terlalu luas untuk 1 orang Mer, ruangan ini bisa menampung 1 keluarga."
"Ya," sahut Merry dengan senyuman manisnya. Malam ini ia hanya mengenakan piyama tipis dengan rambut ikal berwarna coklat yang diurai.
"Jadi, sudah berapa lama kamu tinggal di sini?" aku membalikkan tubuhku ke posisi tengkurap.
Merry duduk di springbed di sampingku, "aku tinggal di sini kurang lebih 3 tahun, selama itu juga aku bekerja dengan pak Briyan."
"Aku mau tanya, tapi kamu jangan bilang ya sama dia atau siapapun," aku berbicara pelan padanya, " Apa dia pernah punya pacar, tunangan atau istri?"
"Hm, dia pernah sekali tunangan dan gagal, dan setahuku dia punya banyak teman perempuan. Tapi sayang, nasib percintaannya tak semulus kekayaannya."
"Apa?? benarkah??" aku melototkan mataku, tak ku sangka Merry tahu banyak mengenai Briyan.
"Ya, makanya dia lebih memilih kamu sebagai calon istrinya. Meskipun kamu berasal dari keluarga yang bahkan pak Briyan sendiri tak tahu asal usulnya, ia telah memilih kamu Dewi."
"Jadi, kamu sudah tahu aku akan menikah dengannya?"
"Ya, dia selalu bercerita tentang seseorang yang sederhana, cantik, mandiri.. dan orang itu adalah kamu, Dewi."
Hm, benarkah? apapun yang dikatakan Merry padaku saat itu semua seperti ilusi yang dibuat-buat saja. Aku hampir tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Bagaimana mungkin Briyan menyukai perempuan asing hanya dalam waktu 10 hari? apalagi pernikahan kami ini hanyalah pernikahan kontrak, Briyan pasti hanya mengada-ngada saja tentang semua itu. Aku jadi mulai kesal mendengarnya.
"Jadi, dia bilang apa lagi tentang aku?" aku jadi sangat penasaran fatamorgana apa lagi yang akan ku dengarkan.
"Dia bilang aku harus menjagamu Wi, sampai tiba waktu pernikahan kalian nanti."
"Apa? hahahahahahaa," ups, aku tak bisa menahan tawaku sekarang, "Merry.. tolong ya, kalau dia bilang sama kamu lagi kamu harus menjaga aku kamu sampaikan sama dia, aku bisa jaga diriku sendiri. Bertahun-tahun aku hidup di kota sebatang kara dan aku bisa jaga diriku sendiri, hahahahahahaha."
Merry tercengang melihat tingkahku yang aneh. Tapi bagiku, ekspresinya kali ini tak kalah aneh dari semua perkataan Briyan yang kudengar. Sesuatu yang salah sudah terjadi, aku harus mendengar sendiri dari Briyan besok.
Pagi ini aku berangkat kerja dengan sepeda motor Merry. Kami melaju kencang di jalan raya, hingga sampai ke perusahaan milik Briyan. Kami masuk ke dalam ruangan kami masing-masing. Briyan belum nampak, rupanya dia agak terlambat hari ini. Eits tunggu dulu, dia kan seorang bos. Mau berangkat jam berapapun tak ada masalah.
Namun, dugaan ku salah. Briyan membuka pintu dengan kasar. Ia juga menutup pintu dengan kasar, membuatku aku dan mungkin Merry juga sama terkejutnya.
"Selamat pagi, sekretaris ku yang cantik-cantik!" Ia tersenyum kepada Merry dan Merry tersenyum penuh hormat.
Briyan berjalan melewati ruangan ku.
"Sekretaris Dewi, tolong bikinkan saya kopi. Pakai air panas, ingat! air panas mendidih, bukan air hangat," ucapnya sambil terus berjalan ke arah lemari kecil yang berisi penuh dokumen.
Aku berdiri dan membuatkan kopi untuknya, setelah itu aku langsung memberikannya kepada Briyan.
"Ini, pak. Kopinya."
"Apa? pak?" Briyan tercengang mendengar kalimatku.
"Apa ada yang salah pak?" Aku lebih terheran lagi padanya.
"Bisakah kamu nggak memanggilku dengan sebutan pak, aku ini kan calon suami kamu?"
"Jadi, haruskah aku panggil dengan sebutan mas, sayang atau hani?" tanyaku padanya.
"Mas? aku nggak suka dengan sebutan mas. hani? kedengarannya bagus juga," ucapnya sambil manggut-manggut.
"Tapi pak, semua orang diperusahaan ini memanggil anda dengan sebutan 'pak'. Mana mungkin aku memanggilmu dengan sebutan 'hani'? itu memalukan!"
"Memalukan?? benarkah??" Briyan balik bertanya.
"Iya, pak. Memalukan!"
Briyan mengernyitkan keningnya. "Emm, begini saja. Kamu harus panggil aku 'pak' kalau ada karyawan di dekat kita. Tapi kalau hanya kita berdua, kamu harus memanggilku dengan sebutan 'hani'. Bagaimana?"
"Baik, pak. Hanya untuk dua tahun!"
"Ya, kamu benar. Dua tahun."
"Pak, bisakaa..."
"Hani. Bukan 'pak'!"
"A-apa? ha-hani?" Aku jadi gugup dibuatnya.
"Be-begini pak, ups hani! bisakah kita keluar malam ini?" Aku mulai berkeringat dingin. Laki-laki menyebalkan di hadapanku ini sukses membuatku jadi gelagapan.
"Kencan?"
"Kencan? bukan!"
"Lalu, apa namanya kalau bukan kencan?"
"Pertemuan, pak! eh, hani!"
"Oke, kita ketemu nanti malam, aku jemput. Perbaiki gaya bicaramu yang gugup itu. Terdengar sangat payah!"
Aku tak bisa melawan perkataannya dan terus meninggalkannya menuju ruanganku. Aku duduk dan mengatur nafasku. Aku gugup bukan karena aku jatuh cinta padanya, melainkan karena dia terus saja mengejek dan mengerjaiku. Sedangkan dia sekarang adalah bos ku. Tidak bisa seenaknya aku berkata ini dan itu lagi padanya. Fuuuhhh! aku sangat frustasi dibuatnya.
Aku kembali ke perkerjaanku, sebentar lagi tanggal pembagian gaji, aku bekerja harus bekerja keras membuat laporan dan mengatur keuangannya. Di perusaan ini ada 10 orang staf kantor dan 20 orang staf pabrik. Semua akan menerima gaji dalam waktu bersamaan. Ini akan merepotkan untukku.
Perusahaan ini di bidang pengelolaan bahan makanan mentah menjadi makanan jadi. Pabriknya sendiri sangat besar. Dan ada cabang di pulau yang berbeda.
Tak heran jika Briyan sangat sibuk, apalagi ia adalah anak tunggal keluarga kaya raya. Ia dituntut untuk bekerja keras. Sekarang ini, kedua orangtua sedang ke luar negeri untuk promosi produk makanan mereka agar bisa di eksport.
Aku kelelahan seharian bekerja di depan komputer. Mataku terasa berkunang-kunang dan mengantuk. Kulihat Merry yang berada di ruangannya, ia juga terlihat mengantuk dan tertidur sambil duduk. Sesekali ia menggaruk-garuk tangannya.
Briyan sepertinya tak keberatan dengan Merry yang tertidur, ia lebih banyak toleransi kepada semua karyawan. Hanya saja ia tak bisa dibantah jika sudah mengeluarkan perintah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments