Part 8

Aku membuka 2 lemari pakaianku.

"Oh, barang-barangku. Hasil kerja kerasku, aku merindukan kalian," ucapku sangat senang. Merry hanya tersenyum geli melihat tingkahku yang girang.

Aku membuka pintu demi pintunya, memeriksa setiap sudutnya. Tak ada kurang satu apapun, aku senang sekali. Aku memilki 2 lemari yang cantik-cantik, menurutku. Satu berbahan plastik dengan warna krim tanpa kaca. Satu lagi bahan kayu dengan desain elegan dan full kaca. Aku sangat menyayangi barang-barangku. Semuanya ku peroleh dengan kerja keras yang nyata.

Merry juga memperhatikan setiap barang-barang yang kumiliki. Ia terheran-heran kepadaku karena aku suka membeli barang-barang yang menurutnya mungkin tak berguna. Saat ini kamar ku sesak penuh dengan barang-barang ku.

Berbeda dengan kamar Merry, ia hanya memiliki lemari kayu kecil dengan cermin yang kecil pula. Di dalam kamarnya sangat luas karena tak ada barang-barang mubazir seperti diriku.

Kami segera pergi ke dapur. Kini kulkas ku sudah terpajang di samping kulkas Merry. Begitu juga dengan lemari piring ku. Magicom dan lain sebagainya. Kini dapur Merry terlihat sangat sempit.

"Kamu nggak keberatan dengan barang-barangku kan Merry?" tanyaku kepada Merry.

Dia tersenyum. "Tentu saja nggak. Kamu kan sekarang temanku," ucapnya tersenyum lebar.

Aku senang mendengar perkataannya. Bagiku, sekarang Merry adalah satu-satunya teman terdekatku. Selama ini aku tak pernah memiliki teman dekat apalagi teman curhat sekalipun.

Meskipun aku berjalan tertatih-tatih, aku melupakan rasa sakit di pergelangan kakiku. Rasa senang terus menyelimuti perasaanku. Hanya saja, keadaan motor matic ku sudah tak cantik seperti dulu lagi. Karena kecelakaan yang disebabkan Briyan, motorku menjadi begini.

Tak berapa lama kemudian sebuah mobil masuk ke halaman kost. Briyan datang, ia membawa banyak bungkusan makanan. Ia langsung masuk ke dalam tanpa permisi karena pintu terbuka lebar.

"Aku yakin kalian belum makan, ini makanlah!" ucapnya meletakkan makanan diatas meja.

Merry memandang makanan di meja yang sangat banyak, "wow, pak Briyan. Kamu baik sekali, tapi..."

"Tenang saja, ada makanan khusus buat kamu Merry. Kamu alergi penyedap rasa kan? ini, khusus buat kamu," katanya sambil memisahkan 3 bungkusan untuk Merry.

"Dan, ini buat si bawel itu," ucapnya memisahkan 3 bungkusan untukku.

Aku duduk di samping Merry, mulutku sedikit manyun mendengar ia mengatai ku 'bawel'. Kami bertiga pun segera makan dengan lahap.

Setelah makan malam dan duduk sebentar ia pulang. Ia hanya berbicara kepada Merry, sesekali menanyakan urusan pekerjaan. Namun aku berpura-pura sibuk di dapur. Aku sedang malas mengobrol dengannya.

"Sekretaris Dewi, apa kamu punya dendam denganku? kamu belum mengobrol denganku sejak kedatanganku tadi," ucapnya membuntuti ku ke dapur.

"Kita sudah mengobrol banyak di kantor pak," ucap ku singkat. Aku berpura-pura sibuk mencuci piring dan sendok bekas kami makan.

"Jadi, kamu bosan mengobrol dengan ku? sekretaris Dewi? atau bisakah aku panggil hani?" tanya nya terus saja menggoda ku.

"Kamu tenang saja pak, setelah kita menikah nanti kita akan mengobrol lebih banyak lagi, setia malam di dalam satu kamar," ucapku acuh tak acuh.

"Aku mau pulang, jadi apa kamu tak mengantarkan ku sampai depan halaman, bukankah itu juga salah satu tugas seorang istri?"

"Baiklah, pak bos ku tersayang... calon suamiku, aku akan mengantarkan kamu sampai depan pintu," aku menjadi geregetan dengan sikapnya. Dan aku menuruti perkataannya. Ku antarkan ia sampai halaman depan kost.

Briyan nampak tersenyum lebar melihat ekspresi ku saat ini. Rupanya ia memang hobi mengerjai ku sampai saat ini. Aku membayangkan jika kami sudah menikah nanti, pasti dia akan tertawa senang kalau ayah dan ibunya memarahiku nanti.

"Kalian memang pasangan yang serasi," ucap Merry kepadaku.

"Apa??" aku terkejut mendengarnya, hanya senyum kecut yang bisa melambangkan perasaanku saat ini.

Aku dan Merry membersihkan sisa-sisa makan malam kami, kemudian kami tidur di kamar masing-masing. Sayang sekali springbed milikku harus tetap berdiri di dinding karena sudah tak ada tempat lagi untuk menggelarnya.

Hari ini di kantor tak terlalu sibuk, aku dan Briyan bekerja sama memasukkan gaji kedalam amplop. Di sini gaji dibagi secara manual, bukan sistem transfer ke rekening.

"Pak, perusahaan kamu sangat besar, kenapa membagikan gaji secara manual? bukan dengar cara transfer?" tanyaku keheranan.

"Pertanyaan yang bagus, hani. Jadi.. aku punya alasan tersendiri, perusahaan ku ini berdiri atas kerja keras orang tua ku. Dan para pekerja mereka dulu adalah orang yang tak punya, jadi mereka tak memiliki nomor rekening. Untuk sebagian orang, membuat rekening itu merepotkan bagi mereka," ungkap Briyan.

"Apa cuma itu?" tanya ku lagi.

"Dulu pernah peraturan baru di buat dengan membagikan gaji dengan rekening. Karena teknologi terus berkembang pesat, bukan mustahil buat seluruh karyawan. Tapi.. suatu kejadian yang tak di inginkan terjadi."

"Kejadian apa pak?"

"Sekretaris bagian keuangan menyelewengkan dana dengan sangat mudah. Apalagi ia mengambil alih seluruh kendali, dengan kecerdasannya ia menyedot uang dari rekening ku ke dalam rekeningnya," jelas Briyan, ia menceritakannya dengan ekspresi yang datar.

"Lalu, bagaimana selanjutnya pak? apa dia mendapat ganjaran dari perbuatannya?" tanya ku sambil menyiapkan amplop di hadapan kami.

"Ya, tentu saja. Bagi ayah dan ibu korupsi bukan hal bisa dima'afkan. Ayah dan ibu melaporkannya ke polisi dan ia diperkarakan. Sampai saat ini ia belum keluar dari penjara."

Aku menghela nafas panjang mendengarkan ia bercerita.

"Jadi, kamu mau meniru nya?" tanya Briyan.

"Meniru? maksud kamu aku akan korupsi? oh, tidak! lebih baik aku mengemis saja di pinggir jalan daripada aku memakan uang yang bukan milikku," ucapku kepadanya.

"Benarkah? baguslah kalau begitu," ucap Briyan manggut-manggut.

Kami berdua menyelesaikan pekerjaan kami membungkus uang dengan amplop. Ada beberapa amplop yang berisi gaji 3,2 juta. Dan beberapa karyawan dan 4 orang satpam dengan gaji 2,5 juta.

"Pak, ngomong-ngomong gaji ku masuk yang mana? yang 3,2 atau 2,5?" tanyaku pada Briyan.

"Gaji kamu nggak seberapa Hani, kamu kan baru kerja 1 Minggu. Apalagi kamu tinggal di wisma tanpa membayar bulanan. Seharusnya gaji kamu nggak mencapai 2 juta. Kalau kamu terima gaji yang sama dengan karyawan yang lain berarti saya nggak adil. Benar kan?" tanya Briyan dengan ekspresi datar.

"Iya pak, kamu benar," ucap ku lesu.

"Kamu tenang saja, kami nggak perlu memikirkan cicilan sepeda motor kamu. Sepeda motor kamu biar saya yang urus," tegasnya.

Pukul 2 siang, satu persatu karyawan menerima gaji nya. Dan bisa ku pastikan Merry menerima gaji sebesar 3,2 juta rupiah. Ia tersenyum lebar menerima amplop gaji nya. Pembagian gaji berjalan lancar hingga akhir. Hanya ada 1 orang yang belum menerima karena sedang sakit. Jadi Briyan tugas ku menyimpan uang karyawan yang sedang sakit itu.

Dan tiba giliran ku, Briyan memang mengatakan kalau aku akan menerima gaji paling akhir. Merry dengan setia menungguku dan beberapa karyawan lainnya yang belum pulang. Briyan sengaja tak memberikan amplop pada gaji ku, ia menghitung beberapa lembar uang seratus ribuan. Ia memberikan 1,2 juta untuk ku. Dan di saksikan oleh beberapa karyawan lain.

Briyan mengatakan sebelumnya

agar tak ada kesenjangan diantara para karyawan. Jadi ia sengaja memperlihatkan gaji ku, maklum saja aku baru bekerja 1 minggu. Aku menghela nafas panjang, Briyan sudah berlaku adil. Namun uang 1,2 juta apakah mungkin cukup untuk keperluanku 1 bulan? andai saja Briyan tak memberiku uang sebelumnya. Baiklah, dia cukup adil bagiku.

Semua karyawan pulang ke rumah masing-masing. Aku dan Merry menikmati hari gajian kami. Kebetulan malam minggu, ada banyak tempat yang dapat kami kunjungi.

Kami singgah di taman kota, meskipun kami belum mandi dan bedak sudah luntur, kami tetap menikmati malam minggu yang menyenangkan. Kami berulang kali berfoto selfie. Ponsel yang di berikan Briyan sungguh canggih dengan resolusi yang tinggi, membuat foto yang kami ambil terlihat sangat indah pada malam hari.

Briyan menelpon berulang kali dan mengirimi aku pesan chat. Namun aku abaikan seluruh panggilan telpon dan pesan chat nya. Mungkin ia akan murka padaku besok, aku berkata dalam hati.

Kami makan di sebuah rumah makan yang menurut kami enak dan terjangkau. Setelah makan, kami pulang ke wisma dan beristirahat. Hari ini bagiku sangat menyenangkan. Semenjak Briyan hadir dalam hidupku, hidupku menjadi lebih baik sekarang. Tuhan telah mengirimkan malaikat kepadaku, meskipun malaikat itu nantinya akan pergi suatu hari nanti.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!