Part 13

Angin malam sepoi-sepoi berhembus membuat wajah dan tubuhku menjadi dingin. Untung saja aku memakai jaket tebal. Aku dan Merry menyusuri jembatan panjang di depan rumah nenek Briyan. Tapi Merry sangat sibuk dengan ponselnya.

"Dewi, Merry, apa kenapa kalian masih di sini? apa nggak kedinginan?" tanya Briyan.

"Dingin sekali pak, tapi aku dan Dewi sangat suka di sini." Sahut Merry.

"Benarkah? bagus lah kalau kalian suka. Besok aku akan ajak kalian kemari lagi."

Aku hanya memanyunkan bibir ku mendengar ucapannya.

"Kenapa mulut mu manyun begitu??"

"Kamu ketahuan berbohong lagi pak!"

"Bohong??" Briyan terlihat sedikit berpikir keras.

"Kamu bilang kamu anak tunggal yang diharuskan menikah, kamu juga bilang ayah kamu sedang sakit keras?? bukannya tadi nenek bilang orang tua kamu di luar negeri?? kamu ini bagaimana sih pak?!"

"Jadi itu, yang buat kamu manyun??"

Aku hanya berdiam tak menggubris pertanyaannya.

Briyan tersenyum. "Dulu ayah memang sempat sakit keras Wi, dan dia sempat memintaku untuk menikah. Sekarang ayah memang sudah sembuh dan bisa beraktivitas lagi, tapi.. tetap saja aku khawatir dia akan sakit seperti sebelumnya lagi."

"Memangnya ayah kamu sakit apa pak?" tanyaku lagi.

"Ayah sempat sakit komplikasi jantung, ginjal dan diabet. Beruntungnya kami menemukan ramuan tradisional yang membuat nya jadi lebih baik. Bahkan ramuan itu menyembuhkannya dengan cepat."

"Oh, begitu."

"Kalau kamu nggak percaya, kamu tanyakan saja sama Merry. Dia juga tahu segalanya. Iya kan Merry?" Briyan melirik Merry dengan tatapan nakal.

Merry hanya mengangguk mengiyakan perkataanya.

"Aku pikir ayah mu masih sakit pak!"

"Jadi, kamu berharap ayah ku sakit??"

"Bukan begitu pak!"

Kami menyudahi percakapan kami yang agak menyebalkan itu. Dan berakhir dengan menggigil akibat kedinginan.

************

Keesokan pagi, kami bertiga berpamitan pulang. Aku, Merry dan Briyan telah berganti pakaian kantor, kami siap untuk bekerja.

Nenek Briyan mengatakan, seminggu kemudian Orang tua Briyan akan pulang dari luar negeri. Saat itu ia ingin Briyan segera memperkenalkanku pada orang tuanya. Neneknya nampak sedih dengan kepulangan kami. Kami bertiga melambaikan tangan berjalan menuju mobil, neneknya seperti hampir saja menangis melihat kepergian Briyan, cucu yang sangat dia sayangi.

Kami berangkat menuju kantor, kami menuju ruangan kami masing-masing. Aku terkejut, seseorang telah berada di ruangan ku. Seorang laki-laki yang belum pernah kulihat selam bekerja di kantor.

"Halo, apa aku mengganggumu?" tanyanya dengan sopan. Ia segera berdiri, "ma'af, silakan lanjutkan!" ucapnya lagi.

Aku hanya mengangguk menghormatinya, ia nampak rapi dan agak mirip dengan Briyan. Ia segera keluar dari ruangan ku dan bertemu Briyan.

Dari dalam ruangan ku lihat mereka saling menyapa dengan nada sangat bahagia. Mereka juga berpelukan sekejap. Mereka k

terlihat akrab sekali. Aku tak dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka obrolkan.

"Sekretaris Merry, buatkan 2 gelas besar es kopi susu!" teriak Briyan kepada Merry.

"Baik, pak!" sahutan Merry dapat kudengar.

Setelah mengobrol cukup lama, mereka berdua keluar hingga sore hari. Seluruh karyawan sudah berhamburan pulang, namun Briyan tak kunjung datang.

Aku dan Merry pulang ke wisma, dan kami terkejut di sana sudah ada Briyan dan laki-laki yang ada di perusahaan tadi pagi. Mereka sepertinya telah memindahkan barang-barang ke wisma tepat di sebelah kami.

"Dewi, Merry, perkenalkan ini sepupu saya namanya Sean. Dia akan menjadi tetangga baru kalian mulai sekarang," ucap Briyan pada kami.

"Halo Merry, halo Dewi!" ia sedikit membungkukkan badannya sambil tersenyum lebar.

"Jadi, apakah Dewi ini yang kamu bilang calon istrimu??" tanya Sean menunjuk Merry.

"Bu-bukan saya!" sahut Merry, "ini dia Dewi calon istri pak Briyan, saya Merry!" ucap Merry lagi.

"Oh, ma'af ya Merry," ia tersenyum dengan sangat ramah.

Sean terlihat lebih kekar dan sedikit lebih kurus dari Briyan, dan juga sedikit lebih hitam. Agaknya ia sering bekerja di lapangan, tidak seperti Briyan yang selalu berada di dalam ruangan.

"Masuk dan beristirahatlah Sean!" ucap Briyan pada Sean.

Sean berpamitan dan masuk ke dalam. Sedangkan Briyan duduk di depan teras kami.

"Pak, ini kamar perempuan! bapak kan bisa duduk di terasnya pak Sean?!" ucapku dengan ketus.

"Ini kan wisma ku, terserah aku mau duduk di terasmu, teras Sean atau di atas atap pun tak apa. Kenapa kamu galak sekali sih?" ucapnya santai sambil berbaring telentang dan menekuk kakinya.

Aku masuk ke dalam dengan bibir manyun. Ku injak jari kakinya kuat-kuat tanpa menoleh padanya.

Aaaarrgggghhhh!! Briyan berteriak merasakan sakit, Sean yang mendengar tiba-tiba keluar dari kamar nya.

"Ada apa??!" tanya Sean terkejut mendengar teriakan Briyan.

"Nggak ada apa-apa Sean! aku cuma digigit semut!" teriak Briyan masih mengelus jari kakinya yang ku injak.

Briyan masih berada di wisma, ia tertidur pulas di teras. Ia menghidupkan pengusir nyamuk. Ku lihat Sean menggelengkan kepalanya melihat Briyan yang sedang mendengkur keras. Aku dan Sean tertawa kecil mendengar dengkuran keras Briyan. Kami membiarkannya tertidur pulas.

Setelah satu jam lebih ia tertidur, Briyan terbangun. Ia segera masuk ke kamar Sean dan bisa kutebak, ia pasti sedang mandi. Dan benar saja, ia keluar duduk di teras sudah dalam keadaan bersih dan wangi. Ia memintaku untuk membuatkannya 2 gelas besar kopi hitam. Sepertinya ia berniat bergadang malam ini bersama Sean.

Aku membuatkannya kopi, ia dan Sean duduk di teras wisma. Tak berapa lama kemudian, kurir pengantar makanan datang. Briyan memesan banyak makanan untuk kami semua. Malam itu untuk pertama kalinya, obrolan yang tak monoton, lebih ramai dan yang pasti tak membosankan.

Sean baru saja datang dari luar negeri. Ia membantu orang tua Briyan mempromosikan produk-prdouk mereka. 3 jam lebih Sean menceritakan pengalamannya selama mempromosikan produk.

Ia seorang pekerja keras dan kasar, kerja di lapangan adalah makanannya seharj-hari. Dari pertama kali melihatnya, aku langsung menyukai Sean, jujur saja Sean adalah laki-laki tipe ku. Sayangnya, ia juga sudah memiliki tunangan dan akan segera menikah.

Apalah dayaku, yang hanya gadis miskin mengharapkan cinta seorang pangeran. Hatiku meraung, dan Briyan hanyalah memanfaat ku dan sebaliknya. Kapankah tiba, cinta yang sesungguhnya datang kepadaku?

Pukul 9 malam, aku dan Merry tidur lebih awal. Sedangkan Briyan dan Sean masih mengobrol di teras dengan obrolan mereka yang tiada habisnya.

Aku berbaring di ranjang ku, sambil menunggu tidur aku terus membayangkan kehidupanku yang nanti akan berubah setelah Briyan benar-benar memberikan hartanya padaku. Aku ingin segalanya segera berlalu, dan segera mencari pujaan hatiku yang sesungguhnya.

Di usiaku sekarang sudah banyak teman-temanku yang menikah, hanya aku yang bahkan belum memiliki kekasih sekalipun. Oh, happy life, kapankah berpihak padaku? batinku menjerit.

Terpopuler

Comments

Nana Shin

Nana Shin

maju terus pntang mundur

2022-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!