Hari ini hari libur, tadi malam Briyan mengatakan akan menjemputku. Ia bilang akan mengajakku dan Merry jalan-jalan. Tentu saja mengajak Merry adalah ide ku.
Aku mengenakan kaos oblong pendek berwarna hitam dengan celana kain kulot berwarna krim. Biasanya aku mengenakan pakaian tomboy, tapi karena Briyan yang memintaku, secara kami akan pergi ke salon... em, baiklah.
Sedangkan Merry terlihat berbeda hari ini, ia memaki rok plisket berwarna hitam manik-manik. Dengan kaos oblong berwarna putih dan blazer berwarna pink. Ia terlihat manis mengenakan itu. Ia mengikat rambut ikalnya dan mengganti kaca matanya yang berwarna pink. Ia sungguh sangat manis hari ini.
Sedangkan Briyan berpakaian biasa saja, kaos oblong yang berkerah berwarna abu dan celana berwarna krim. Ia nampak rapi dan wangi seperti biasa.
"Kalian sudah siap? ayo berangkat!" teriaknya dari luar pintu.
Aku dan Merry keluar dan mengunci pintu. Briyan terkejut melihat penampilan Merry.
"Merry, hari ini kamu cantik sekali. Kenapa tidak berdandan seperti itu di kantor?" tanya Briyan masih memperhatikan Merry, kemudian ia masuk ke dalam mobilnya.
Briyan memang suka bercanda, suka usil.
Namun apapun yang dikatakannya apabila ia sudah berjanji, ia akan menepatinya. Dan perkataan Briyan barusan membuat Merry tersipu malu.
Kami masuk ke dalam mobil dan meluncur menuju salon. Briyan memutar musik pop dengan nyaring, suara speaker mobil terdengar hingga keluar. Tak berapa lama sampailah mereka di sebuah salon yang lumayan besar.
"Pak, tunggu! jangan ke salon dulu," aku setengah berteriak padanya.
"Ada apa?" Briyan menghentikan mobilnya yang sudah tepat di halaman depan salon.
"Aku malu kalau jalan-jalan dengan rambut baruku. Lebih baik kita jalan-jalan saja dulu, baru setelah pulang kita ke salon. Iya kan Merry?"
"Iya, pak. Saya juga malu. Ke salon nya nanti saja."
Briyan kembali menjalankan mobilnya ke pusat perbelanjaan. Kami bertiga masuk ke sana dan mulai mencari barang yang kami butuhkan.
"Hani, ingat. Carilah beberapa pakaian yang pantas untuk bertemu kakek dan nenek nanti. Ingat, jangan yang berlebihan modelnya. Cari yang biasa saja tapi elegan."
"Aku nggak ngerti pakaian seperti apa yang kamu maksud pak, kamu mungkin bisa membantuku mencarinya," pintaku pada Briyan.
"Ya, aku akan membantumu mencarinya."
Kami bertiga naik eskalator ke lantai atas, di sana ada bermacam-macam jenis dan merk pakaian. Merry sudah lebih dulu melihat-lihat pakaian yang diinginkannya.
"Pak, kami lihat pakaian di sana. Apa itu cocok untuk ku?" aku menunjukkan sebuah setelan blazer dengan rok panjang berwarna hitam.
"Bagus, tapi aku nggak suka modelnya."
Aku kembali memilih pakaian, aku mendapatkan sebuah setelan celana panjang putih dengan kaos panjang berwarna hitam.
"Bagaimana dengan yang ini?" tanyaku pada Briyan.
"Aku nggak suka pakaian berwarna hitam putih, carilah warna lain," ucapnya sambil terus memilih-milih pakaian.
Aku kembali menemukan pakaian yang menurutku cantik, "pak, bagaimana dengan yang ini?" aku memperlihatkan pada Briyan setelan celana motif etnik yang santai tak terlalu mencolok berwarna coklat muda kombinasi hitam.
"Bagus juga, ambil itu satu dan pilih lagi yang lain!" ucap Briyan padaku.
Dengan santai dan perlahan tanganku memilih-milih pakaian yang menurutku pantas, aku kembali menemukan dress panjang bercorak abstrak. Terlihat seperti daster tetapi sangat elegan dengan warna gold dan blazer berwarna coklat muda.
"Pak, ini sangat cantik. Aku suka yang ini, boleh kan?" aku tersenyum kecut berharap ia mengiyakan.
"Ya, itu lumyan cantik."
Aku bersorak ia menyetujui pilihanku. Aku kembali memilih lagi, kali ini aku jatuh hati pada dress panjang mix jeans. Kali ini Briyan juga mengiyakannya.
Merry juga telah selesai memilih pakaiannya. Ia mengambil 1 lembar celana jeans, dress panjang bercorak etnik, setelan dress dengan blazer jeans. dan beberapa lembar pakaian tidur yang tipis.
Setelah selesai memilih beberapa pakaian kami menuju salon. Aku meminta untuk mengubah rambut lurus panjang milikku menjadi rambut pendek dengan warna gold yang agak mencolok.
Sedangkan Merry tak ingin rambut ikal panjangnya dirubah, ia hanya ingin mengubah warna rambutnya menjadi warna rich caramel. Sementara menunggu kami mengubah warna rambut, Briyan melakukan perawatan tubuh seperti pemijatan, spa dan lain-lain yang membuatnya merasa rilex.
Pagi hari, aku dan Merry bersiap untuk bekerja. Aku berdiri di depan cermin memperhatikan rambutku yang lurus sebahu berwarna gold. Bukan warna gold seluruhnya, hanya gold yang nampak garis-garis saja di rambut hitam ku.
Kami berangkat kerja dengan sepeda motor seperti biasa. Di halaman parkir aku berpapasan dengan Yuri. Ia nampak sinis terhadapku, sayangnya aku tak perduli. Tak ada waktu untuk memikirkannya, toh pangkat ku adalah sekretaris. Sedangkan dia hanya pekerja biasa, ia hanya ketua tim dari beberapa orang yang satu instalasi dengannya.
Aku dan Merry masuk ke ruangan kami masing-masing. Tak berapa lama kemudian Briyan menyusul masuk ke ruangannya, ia meminta kopi dengan dana nyaring.
"Sekretaris Dewi, buatkan saya kopi hitam!"
Aku keluar ruangan menuju meja kecil yang ada dispenser dan membuatkannya segelas kopi.
"Dewi, kopinya pakai gelas besar!"
"Baik, pak!" teriakku dari kejauhan, tumben sekali dia meminta dengan gelas besar. Aku menambahkan 1 sendok kopi dan gula lagi ke dalamnya lalu menuangkan air panas.
Setelah itu aku menyuguhkan untuk Briyan.
"Ini pak, kopinya!"
"Oke, terima kasih. Em, Hani.. sore ini kita ke rumah kakek dan nenek!" ucapnya tanpa menoleh padaku.
"A-apa pak? sore ini?" aku terkejut dengan perkataannya.
"Kamu belum siap??" tanyanya menatap padaku.
"Nggak tahu kenapa pak, aku menjadi gugup!" ucapku merasa tidak enak pada Briyan.
"Benarkah?? jangan-jangan kamu..."
"Jangan-jangan apa pak? ma'af pak, bukan maksudku untuk membatalkan perjanjian kita..."
"Bukan itu, jangan-jangan kamu gugup karena... jatuh cinta padaku ya??" Briyan bertanya dengan melototkan matanya besar-besar.
"Idiiihhh... nggak lah pak! aku mau cari suami yang kekar! bapak bukan tipe ku!" celetuk ku.
"Kenapa memangnya dengan saya? saya juga kekar! saya rajin olahraga!" Briyan memperlihatkan otot lengannya yang besar.
"kamu lihat, otot ini kan besar dan kekar??"
Mulutku manyun melihat tingkah Briyan.
"Bagaimana dengan otot yang itu?" mulut manyun ku mengisyaratkan ke perutnya yang buncit.
Seketika Briyan memandang perutnya yang menonjol. "Em, ini... em, akhir-akhir ini aku banyak makan dan ngemil," ucapnya malu-malu.
"Akhir-akhir ini atau setiap hari, haniii??" tanyaku mengejeknya, "baiklah pak, lupakan saja perut buncitmu itu. Yang penting kamu laki-laki yang baik hati di mataku, itu sudah cukup. Nanti sore kita ke rumah kakek dan nenek mu," ucapku tersenyum padanya.
Aku sangat senang bisa mengejeknya pagi ini. Bisa menang mengejeknya adalah kebahagiaan tersendiri buatku, entah lah apa yang aku pikirkan.
Dari ruangan ku aku bisa melihat Briyan terus memperhatikan perutnya yang buncit. Sepertinya aku sudah benar-benar menyinggungnya tadi.
********
Sore hari, Briyan menjemput ku. Aku mengenakan pakaian yang dia belikan kemarin. Briyan nampak tersenyum puas dengan penampilanku sore ini. Aku juga memintanya mengajak Merry, agar suasana tak terlalu canggung.
Kami berangkat menuju rumah kakek dan neneknya di pinggir pantai, jaraknya cukup jauh sekitar 30 km dari wisma tempat tinggal kami.
Setelah menempuh perjalanan hampir 20 menit, kami tiba di rumah kakek dan nenek. Satu persatu dari kami turun, aku terperangah melihat tempat tinggal kakek dan neneknya. Rumah itu kecil, sederhana namun terkesan sangat mewah. Apalagi lampu hias bulat besar yang terpajang disepanjang di sepanjang jembatan kayu menuju rumah kakek dan nenek.
Rumahnya tepat di pinggiran pantai, namun air naik tak akan menenggelamkan rumah mereka karena di desain sedemikian rupa. Di tambah lagi jembatan pengaman buat mereka, jembatan itu lumayan panjang dan menanjak.
Tak bisa digambarkan keindahan di rumah kakek dan nenek di sana. Bak surga tempat tinggal mereka. Kami mengetuk pintu dan memanggil berkali-kali.
Ternyata kakek dan nenek sudah ada di belakang kami, mereka baru saja selesai mencari kerang untuk menu makan malam mereka. Kami dipersilakan masuk, dan seorang pembantu rumah tangga muncul menyediakan kami minuman.
Pembantu rumah tangga itu mengambil baskom berisi kerang yang dipegang nenek, ia hendak memasaknya. Briyan memperkenalkan aku sebagai calon istrinya, kakek dan nenek nampak sangat gembira sekali mendengar aku adalah calon istri Briyan. Nenek bahkan menanyakan kapan kami akan menikah. Hanya Briyan yang terus menjawab pertanyaannya.
Setelah obrolan bersama kakek dan nenek, kami bertiga duduk bersantai di jembatan kayu panjang pinggir pantai. Di sana juga ada beberapa buah rumah yang terang benderang, membuat suasana pantai sangat indah.
Ada banyak orang yang menikmati angin pantai malam itu, sungguh seperti surga dunia. Briyan mengajak kami untuk menginap, kami mengiyakan saja. Karena di sini sangat menyenangkan. Rasanya seperti liburan di luar pulau yang belum pernah aku menjamahnya.
Makan malam sudah siap, pembantu rumah tangga memanggil kami untuk makan bersama, kami pun makan bersama-sama malam itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments