Part 4

Briyan pulang dengan lesu, wajahnya kusut tak karuan. Aku hanya asyik memainkan ponsel baruku, dan akhirnya aku kasihan pada Briyan yang kelihatannya sedang pusing memikirkan banyak masalah.

"Kamu kenapa?" tanyaku heran melihatnya lesu.

"Aku nggak apa-apa." katanya duduk disamping kasurku dengan nasi kotak yang selalu dia bawa.

"Apa hari ini tukang cathringan nggak datang?" dia bertanya tanpa melihat wajahku, biasanya ia bertanya sambil menatapku tajam. Kali ini ia hanya menunduk saja.

"Nggak, cathring hari ini nggak datang."

"Kamu pasti kelaparan?"

"Nggak, aku baik-baik saja. Kamu juga sudah datang, sekarang aku bisa makan." kataku mengulurkan tanganku menginginkan nasi kotak di tangannya. Sejujurnya, bermain dengan phonsel baru membuatku tak merasakan lapar. Aku hanya senang, baru kali ini aku diperlakukan seperti ratu. Apalagi, oleh orang asing yang sama sekali belum aku kenal.

Briyan memberikan kotak nasi yang dipegangnya kepadaku. Dia bersiap membuka kotak makannya.

"Kamu perlu disuapin?"

"Apa? enggak. Makasih," aku terkejut dengan pertanyaannya.

"Aku yakin kamu bisa makan sendiri, lagipula kamu seharian bisa main handphone. Mana mungkin nggak bisa menyuap sendiri."

"I-iya," aku takut iya akan menyindirku, tapi aku yakin ia hanya mengkhawatirkan ku.

Kami menghabiskan nasi kotak sore itu. Sebenarnya aku ingin mengajak dia pergi jalan-jalan. Tapi aku malu, meskipun aku yakin ia akan mengabulkan keinginanku.

"Sepertinya kamu mulai bosan tinggal di kontrakan terus. Apa kamu mau pergi jalan-jalan?"

Pucuk dicinta ulam pun tiba, ia menanyakan sesuatu yang sangat ingin kukatakan. Dengan senang hati aku mengangguk.

"Bersiaplah, ini pakaian baru untukmu." Ia memberikan aku paper bag berisi pakaian lagi.

Dengan senang hati aku menerimanya. Kami bersiap pergi. Aku berjalan dibelakang mengiringinya. Setelah ia mengunci pintu, kami berjalan lurus ke depan. Tak habis kagumku melihat kost-kostan elit yang kami tempati. Dikelilingi pagar tanaman tinggi yang indah. Kami terus berjalan menuju parkiran deretan mobil. Briyan membuka pintu mobil di hadapannya.

"Masuklah!" ia membukakan pintu untukku.

Aku masuk dengan masih terheran-heran. Rupa-rupanya dia orang kaya. Pantas saja ia membelikan handphone baru untukku dan memberiku banyak uang.

Kami naik mobil dan mengintari kota, menikmati pemandangan yang semakin senja. Di ujung kota ini ada pantai kecil tempat wisata. Kami memutuskan untuk pergi kesana. Hari sudah gelap, ada banyak pengunjung di sana.

"Kamu pernah kesini?" tanya Briyan padaku.

"Pernah dua kali, sama teman-teman kerjaku."

"Apa yang paling suka kamu lakukan disini?"

"Apalagi, sudah pasti foto bersama. Bagaimana sama kamu, apa yang paling kamu suka?"

"Aku suka duduk di cafe sana, menurutku menu makanan dan minuman disana sangat enak. Beda dengan cafe biasa." Ia menunjukkan sebuah cafe sederhana dan cantik di depan.

"Mau kesana?"

"Ayo!" ajak Briyan dengan cepat.

Kami makan den minum di sana, menikmati pemandangan malam dan lampu-lampu kapal. Malam itu juga sangat cerah, karena sekarang adalah musim panas. Jadi, sangat jarang terjadi hujan.

"Dewi, saya mau sampaikan kamu sesuatu."

"Apa?"

"Saya mengajak kamu keluar malam ini sebenarnya saya mau mengatakan sesuatu," kata Briyan, ia terlihat agak gugup. Gelagatnya seperti ingin mengatakan cinta padaku saja.

"Kamu mau bilang apa?"

"Saya cerita mulai dari awal, saya anak tunggal. Dan ayah saya sedang sakit keras. Ayah ingin, saya segera menikah. Saya mau kamu jadi istri kontrak saya, kalau kamu setuju. Ingat, istri kontrak." Briyan terlihat agak gugup selesai mengatakan itu.

"Apa?!" dan aku tak kalah terkejut mendengar perkataanya.

Aku masih terdiam membisu didepan Briyan. Tak pernah sedikitpun aku memikirkan tentang pernikahan, apalagi menikah kontrak? mimpi apa aku semalam?

"Kamu nggak perlu jawab sekarang, pikirkan itu nanti." kata Briyan melototi diriku yang masih mematung.

"Berapa lama kontraknya?"

"A-apa?" kali ini pertanyaan ku sukses membuat Briyan melongo dengan matanya yang bulat "sa-satu atau dua tahun."

"Apa bayarannya sepadan?"

"Satu apartemen termahal di kota ini, satu buah mobil, satu buah rumah besar dan uang sebanyak yang kamu mau." kata Briyan sangat meyakinkan.

"Kenapa aku? apa sudah nggak ada lagi perempuan lain yang bisa kamu tawarkan nikah kontrak?"

"Banyak. Hanya saja mereka punya segala yang aku punya. Aku butuh perempuan yang..."

"Miskin, seperti aku." kau langsung menyambut kalimatnya. Briyan salah tingkah mendengar ucapan ku.

"Kamu yang bilang, bukan aku."

"Oke. Jadi begini ya tuan muda kaya raya, meskipun aku miskin. Aku masih punya harga diri, aku nggak mau seenaknya ditindas oleh orang kaya. Jadi, aku juga punya persyaratan buat kamu. Tapi aku akan tulis dulu diatas kertas, dan satu lagi, bermaterai! bagaimana?"

"Oke, baik. Selama persyaratan kamu masuk akal."

"Oke."

Malam itu, kami menikmati makan dan minuman di cafe. Sekarang aku merasakan keberuntungan hidup menghampiriku. Selama ini aku mencari uang dengan jerih payahku sendiri. Tapi, beberapa hari atau bulan lagi mungkin kehidupanku akan jadi lebih baik, dalam hal keuangan. Sekarang dipikiran ku hanya ada uang, uang dan uang!

Kami pulang ke kost Briyan, tiba-tiba saja aku mengingat kost-kostan lamaku. Bagaimana jika barang-barangku hilang?

Ah, aku bisa membelinya lagi dengan mudah. Tapi, barang-barang disana adalah hasil jerih payahku selama bekerja. Mana mungkin aku meninggalkan begitu banyak barang kenangan hasil kerjaku.

"Briyan, sebenarnya aku mengkhawatirkan barang-barang dalam kost ku. Bisakah kamu mengantarku kesana? besok atau lusa pun nggak apa-apa."

"Ya, tentu. Tapi kamu masih sakit, lebih baik barang-barang kamu aku pindahkan ke kostku nanti."

"Apa?" aku sangat terkejut dengan perkataannya, "maksudmu kamu mengajakku kumpul kebo, iya?!" kali ini aku naik pitam, "turun! turunkan aku!" kau membentaknya dan mendorong bahunya dengan keras.

"Tunggu, tunggu, tunggu!! kamu salah faham Dewi."

"Aku mau turun, hentikan mobilnya sekarang!" Briyan lalu menghentikan mobilnya karena aku terus mendorong bahunya, membuat jalan mobil tak lagi seimbang.

"Dewi, bukan maksudku untuk kumpul kebo! kamu pindahkan barang-barang kamu ke kost tempatku maksudnya adalah semua kamar kost disana milikku. Kamu boleh tempati kamar kost yang mana saja kamu mau."

Aku diam sejenak mencerna apa yang Briyan katakan, "Maksud kamu, semua kamar kost itu milik kamu? dan kamu minta aku untuk menempati salah satu kamar kostnya?"

"Ya!" Briyan masih melototkan matanya yang bulat.

"Kamu dengar, tuan kaya raya! kalau kamu punya pikiran kotor terhadapku, aku akan menyiksamu nanti!"

Briyan diam saja dan kembali menjalankan mobilnya, hingga kami tiba di kost elit tempat tinggalnya. Begitu turun dari mobil, aku langsung berjalan dengan cepat menuju kamar depan yang tertutup. Aku mengetuk dan memanggil penghuninya.

"Anda siapa?" tanya penghuni kost kepadaku, seorang perempuan tinggi semampai.

"Aku ingin menyewa kost disini, bisa kamu tunjukkan pemiliknya?"

Ia melirik kepada Briyan dan tersenyum penuh hormat, "Itu dia pemiliknya." kata perempuan itu menunjuk Briyan yang sedang berdiri dengan posisi berkacak pinggang.

Aku tersenyum kepada perempuan itu dan mengucapkan terima kasih. Kemudian perempuan itu menutup pintu kostnya dengan senyuman manis. Aku masih tak percaya, sebenarnya bukan hanya tak percaya. Aku sangat takut jika Briyan hanya ingin menjebakku.

Terpopuler

Comments

Elia Fitriyani

Elia Fitriyani

semangat thor

2022-10-13

0

🤗🤗

🤗🤗

lanjutttt

2022-08-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!