Cinta itu ibarat sebuah hembusan nafas, kau tidak dapat melihatnya, namun kau bisa merasakannya...
---------------------------------------
Weekend minggu kedua di bulan Juni, udara pagi ini begitu dingin merasuk ke dalam persendian kakinya.
Usai sholat Subuh, Arum kembali lebih memilih meringkuk di dalam bed cover motif pelangi pemberian dari Mamanya.
Di dalam terasa hangat, sehangat pelukan Mama. Ada kerinduan yang tersirat, melalui gerakan manjanya menghempaskan rasa dingin.
"Ma...Arum kangen Mama." igaunya pagi itu.
Entah dalam sadar atau masih terbuai mimpi.
"Sayang...Mama juga kangen." jawab Mama sembari membelai anak rambutnya. Mama mencium kening Arum berkali-kali.
Belaian lembut tangan Mama terasa begitu nyata. Bahkan Arum bisa merasakan aroma wangi tubuh Mama.
Ungkapan kasih sayang Mama membuat Arum tidak mau terlepas dari dekapannya. Namun...semakin erat Arum mengetatkan pelukan, bayangan Mama semakin kabur, bahkan semakin tak tersentuh.
"Mama...Ma...Mama !" teriaknya tersadar dari mimpi.
"Astagfirullah... ternyata cuma mimpi" gumamnya sendiri.
Arum menyeka keringat yang sempat mengalir di kening dan pelipis matanya. Mimpi barusan seperti nyata, rasa rindu terhadap Mama membuatnya terbawa dalam angan jauh.
Sejenak dia terdiam, entah kapan terakhir kali mereka bertemu. Bahkan belum ada satu kalimatpun yang menggambarkan hal tentang Mama.
Lama, sejak kepergiannya dari ibukota Arum jarang sekali berkomunikasi dengan Mamanya. Semua bukan keinginannya, tapi karena Mamanya sendiri yang tidak pernah ada waktu untuk menghubungi putri semata wayangnya.
'Seandainya Mama tahu, aku sangat rindu.' keluhnya dalam hati.
Tapi apalah daya, saat ini dia hanya bisa menangis sembari mendekap erat guling di pelukannya.
Tok...tok...tok...
"Jeng Ayu...Jeng Ayu masih tidur ?" suara mbok Sum membuyarkan lamunanku.
Kutajamkan pendengaranku, kupastikan kembali panggilan Mbok Sum dari luar kamarnya.
"Jeng Ayu..." suara itu gini lebih lirih namun lebih jelas terdengar.
Kusibak bedcover yang sempat membuaiku dalam mimpi.
"Iya Mbok..."
"Simbok kira masih tidur." akhirnya yang dipanggil-panggil keluar juga.
"Ada apa Mbok ?"
"Ada Nyonya muda di luar."
"Nyonya muda...maksud Simbok Mama." ucapnya seraya berbisik.
Mbok Sum hanya mengangguk ketika aku kecilkan nada bicaraku. Siapa lagi di rumah ini yang dipanggil Nyonya muda kalau bukan Mama.
Arum segera berlari, tanpa memperdulikan wajahnya yang kusut dengan rambut acak-acakan.
"Mama !" teriaknya girang, seperti seekor ayam yang menemukan induknya.
"Arum...apa kabar Nak ?" tanya Beliau sembari meraihku ke dalam pelukannya.
"Alhamdulillah...Arum sehat Ma, Mama apa kabar ?"
"Alhamdulillah...Mama juga sehat."
Rasanya benar-benar bahagia. Sebuah mimpi panjang tentang kerinduan, kini telah menjadi nyata.
"Ehem...ehem..."
Suara yang sudah tidak asing lagi di telinga Arum itu, ikut komentar di sela-sela candanya melepas rindu.
"Papa."
Arum mendekati Beliau dan seperti halnya yang dia lakukan kepada Mamanya dia juga lakukan kepada Papanya.
"Tumben Papa dan Mama ke Jogja ? kebetulan mampir atau memang ada acara dengan relasi bisnis Papa di Jogja ?"
Pertanyaan itu sangat mengena di hati kedua orang tuanya. Karena memang itulah jawaban setiap pertanyaan yang Arum sampaikan, ketika ditanya tujuannya datang ke Jogja.
Disaat Arum sangat merindukan dan mengharap kedatangan kedua orang tuanya, hanya jawaban 'Sibuk' dan 'Nanti kami mampir kalau kami ada acara bisnis di Jogja', bukan datang karena kangen kepada anak atau ibunya.
"Tidak Arum...Papa sengaja ke Jogja untuk menemuimu."
"Menemuiku...? ada apa Pa ?" tanyanya heran.
'Tumben Papa ada waktu untukku ?' pikirnya penuh tanda tanya.
Tapi...apa sebenarnya yang terjadi ? kenapa ada hal lain yang Arum rasa mengganjal di hatinya.
"Iya Nak...ada yang ingin Papa bicarakan denganmu." jawabnya.
'Betul kan dugaanku ? tidak mungkin Papa dan Mama datang tanpa maksud.' terkanya dalam hati.
"Mengenai apa Pa ?"
"Mengenai_"
"Kalian pasti capek, lebih baik kalian mandi dulu biar segar, habis itu kita sarapan bareng." kata Eyang menyela pembicara kami.
Ada rasa curiga dalam hati Arum.
'Aneh...ada apa dengan Eyang, tidak biasanya Beliau begitu.' keluhnya dalam hati.
"Arum...kamu juga belum mandi kan ?" tanya Eyang mengalihkan perhatianku.
"Iya Pa... lagipula Papa kan juga kurang tidur dari kemaren, jadi kita istirahat dulu ya Pa ?" kata Mama seolah mendukung perintah Eyang.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Eyang, mereka sudah pergi meninggalkanku satu persatu.
'Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku.' ucapnya lirih.
Dalam sekejap suasana yang tadinya hangat, berubah menjadi dingin kembali. Mereka memasuki kamar masing-masing, begitupun dengan Arum.
Bahkan...Arum lebih suka menyendiri di kamarnya daripada harus berbasa basi di meja makan.
"Sayang...apa kamu ada acara hari ini ?" tanya Mama yang melihatku lebih banyak diam sejak kejadian tadi pagi.
"Enggak kemana-mana Ma."
"Kita jalan yuk...kamu antar Mama berkeliling Candi Prambanan." pinta Beliau.
"Maaf Ma....Arum capek, biasanya Sabtu Minggu Arum lembur tidur di kamar." jawabnya malas.
Apalagi diluar matahari mulai terik, lapangnya halaman Prambanan pasti akan mengubah warna kulitnya.
"Ya sudah...lain kali saja kalau begitu." ucap Beliau bijak dan memaklumi keadaan putrinya.
'Tumben sekali Mama lebih sabar kali ini. Sepertinya ada suatu hal yang Beliau inginkan, karena biasanya Mama selalu marah jika keinginannya tidak terpenuhi.' gumamnya dalam hati.
Sampai siang ini, belum ada hal yang lebih mencurigakan lagi. Semua masih tenang dan berjalan seperti biasa. Arum juga, masih menghabiskan waktunya di kamar. Sesekali dia sempatkan video call dengan Danu yang sedang berada di luar kota.
"Ay...lagi ngapain ?" pertanyaan yang umum sering Danu ucapnya. Dia masih canggung untuk bercanda dengan cucu majikan Ibunya ini.
"Lagi kangen sama kamu." jawabnya bercanda dan bisa mencairkan suasana.
"Ehem...kamu bisa saja." kata Danu sedikit malu.
Begitulah kisah cinta jarak jauh antara mereka. Hanya sambungan telepon yang menjadi penghubung antara mereka.
Arum juga menceritakan kedatangan kedua orang tuanya kepada Danu. Saat mereka mulai dekat, saat itulah Arum menceritakan semua hal tentangnya kepada Danu.
Hingga matahari telah kembali ke barat, Arum masih enggan keluar dari kamarnya.
Tok...tok...tok...
"Jeng Ayu...makan malam sudah siap." suara Mbok Sum memanggilku dari balik pintu kamar.
Ceklek...
"Mbok Sum belum pulang ?" tanyaku ketika melihat raut wajahnya yang lelah.
Tidak biasanya jam segini Mbok Sum belum pulang. Mungkin karena kedua orang tuanya sedang berada di sini, jadi Mbok Sum harus pulang agak larut.
"Belum Jeng...ayo segera makan, sudah ditunggu Ndoro Sepuh." jawabnya sembari membimbingku ke meja makan.
"Nanti pulang biar Arum antar ya mbok ?" kataku memberi tawaran.
"Gak usah Jeng Ayu, Simbok sudah biasa pulang sendiri."
Benar kata Mbok Sum, semua penghuni rumah ini sudah berkumpul di meja makan.
-------------------------------
-------------------------------
-------------------------------
Terimakasih atas kunjungan🙏
Jangan lupa Vote & ❤️ untuk dukung Author ya...🥰
Like, kritik & sarannya juga ditunggu di setiap episode nya...🙏😇
~ ----------------------------
~ ----------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments