Menikahi Brondong
VivoCity Adalah Mall dan pusat perbelanjaan paling mewah yang ada di kota singapore.Mal tersebut tempatnya para artis serta pengusaha juga konglomerat yang tinggal di sana mau pun wisatawan dari luar negara.Terlihat seorang wanita cantik sedang melihat-lihat jejeran sepatu heels yang terpajang di dalam toko tersebut.Dia akan membeli beberapa heels untuk di pakainya ke beberapa acara,termasuk ke acara tunangan salah satu temannya nanti malam.
Wanita cantik itu mencoba beberapa heels yang menurutnya sangat cantik juga sesuai dengan seleranya.Dan memang benar saja ketika dia mencoba heels dengan warna maroon itu terlihat jauh lebih cantik dan menyatu dengan kulit putihnya.Maklum saja dia ini kan memang sangat cantik,pokonya mendekati sempurna.Kata ayahnya sih begitu.
"Cantik sekali." Puji salah satu pelayan yang sedang melayaninya.Ayana tersenyum meski sangat tipis,setipis harapan orang tuanya menunggu dan berharap kapan dirinya akan menikah dan memiliki anak.Wanita itu memang sangat irit senyum.Karena senyum baginya sangatlah mahal dan jangan lupakan wajahnya yang selalu dingin bin judes itu.
"Aku mau tiga ini." Ucapnya meminta pelayan membungkus barang yang sudah di pilihnya.
Setelah puas di tempat itu,Ayana melipir ke toko samping yang tak lain itu adalah toko milik ibunya sendiri.Tapi di sana tidak ada yang menarik baginya,Karena bosan di tempat sang ibu.Ayana mencoba keliling ke berbagi toko perhiasan dan tas,Ayana membeli salah satu keluaran terbaru untuk memenuhi lemarinya yang sudah sempit itu biar semakin berdesakan katanya.Sebetulnya Ayana tidak terlalu suka dengan barang dan modelnya,Tapi tidak apa apa lah,iseng saja karena dia bingung cara menghabiskan uangnya yang tidak pernah ada habisnya itu.
"Bosen ih,kemana lagi gue abis ini?" Mata Ayana mengedar mencari tempat yang sekiranya cocok untuknya yang serba resek itu." Paling nyalon,tapi apa yang mau gue urusin?kemaren udah" Dia berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk masuk ke sana." Ya udah masuk aja deh." katanya seraya masuk ke salon yang isinya orang kaya semua.Kaum sambel pete gak di ajak pokonya.
Terkadang Ayana bingung masalahnya dia ini sudah cantik full body.Wajah sudah glowing, tubuhnya tidak usah di tanya lagi dari ujung ke ujung sudah sempurna.Jangan harap kalian akan menemukan segores pun keburikan di tubunya yang suka di lapisi kain kurang bahan itu. Rambutnya wangi berkilau hitam dan panjang pokonya ketombe sebutir pun tak ada.Lalu untuk apa dia kesalon lagi kan?tapi gapapa sih anggap aja sedekah buang-buang duit.Pokonya menjadi orang kaya memang lah menyenangkan.Makanya Ayana selalu bangga akan hal itu.
************
Sementara itu,lupakan dulu kemewahan yang menyelimuti Ayana.Di sebuah rumah yang terbilang sangat kecil dan sederhana terletak di pinggiran kota tangerang.Seorang pemuda lagi-lagi dan lagi,saat dia pulang kerumah selalu saja mendengar suara ribut,teriakan,juga caci dan maki yang di sertai tangisan kakanya. Berusaha tak mempedulikan keadaan,lelaki itu menunduk di teras rumahnya mencopot sepatu dan kaus kaki,kemudian menyimpannya di rak sepatu yang terlihat sudah reot dan usang,jika barang itu ada di rumah orang lain,mungkin benda itu sudah berada di tumpukan sampah.
Dia membuka pintu rumah namun baru juga akan masuk,tetangganya mang Aris menghentikan langkahnya.Dia menoleh kepada mang Aris dengan kening mengerut.
"Gi,jangan masuk dulu Bian tadi bawa golok. Takutnya tuh orang kesetanan bahaya,mamang takut dia nyelakain kamu." cegah mang Aris tetangga sebelah rumah yang selalu baik kepadanya.
"Gapapa mang.Udah biasa lagian gak akan berani dia sampe macem macem." Dia tertawa melihat mang Aris menggelengkan kepala." Biarin aja.Dia kan beraninya ngomong dang." Ujarnya seraya membuka pintu lalu masuk ke dalam.Mang Aris hanya bisa pasrah karena bocah itu juga sama saja keras kepala.Hampir sama seperti kaka iparnya si Bian.
Lelaki itu tak mempedulikan suara ribut yang berasal dari kamar Indri kakanya.Dia melenggang masuk ke dalam rumah langsung menuju meja makan.Dirinya sangat lapar saat ini,dari pagi dia belum sempat makan apa pun.Dia membuka penutup saji namun tidak ada satu pun makanan yang layak untuk bisa dia makan.Hanya ada tahu dan tempe goreng yang sudah terlihat hancur dan acak-acakan tak layak di makan sama sekali.
Pemuda jangkung itu menghela napas sepenuh dada.Lelah,mengapa dia lagi-lagi harus menemukan hal seperti ini.Kemudian mengambil minum dan tak lama terdengar panggilan sang ibu dari kamar.Dia melangkah menghampiri Mira ibunya yang sedang sakit parah,bahkan untuk berjalan saja tidak mampu.
"Kamu pasti lapar kan?ini ibu ada uang untuk kamu beli makan.Masakan kaka tadi di acak-acak sama mas Bian,dia tadi ngamuk yang nagih itu datang lagi." Ucap sang ibu seraya menyodorkan uang 10 ribu rupiah yang sudah sangat lecek pada anak bungsunya.Pemuda itu mendekat lalu duduk di tepi ranjang dan selalu memasang senyum agar ibunya tidak menghawatirkan dirinya.
"Ibu simpan aja uangnya.Aku gapapa nanti bisa makan di tempat kerja." Ujarnya dengan senyum manisnya,lalu mendorong tangan sang ibu agar menyimpan uangnya kembali.
Mira menggeleng dengan air mata yang sudah menggenang di kedua pelupuk matanya." Kamu kan masuknya sore,nanti keburu laper nak, gapapa ini pake aja beli di warteg eceu.Nasi atau apa pun itu asal kamu gak kelaparan." Kekeuh Mira menatap anaknya dengan perihatin.Tapi anaknya itu tetap menggeleng seraya memasang senyum agar ibunya tak kawatir.Dia tidak suka di kasihani seperti ini meski oleh ibunya sekali pun.
"Tadi aku udah makan bareng Rehan bu,makanya belum lapar." Kilahnya agar ibunya tak bersikeras dan memaksa.Sungguh dirinya tidak tega jika uang itu di pakai untuk membeli makanan untuknya.Ibunya butuh berobat dan uang itu lumayan bisa buat menambah-nambah biaya untuk membeli obat atau kebutuhan lain.
Mira tersenyum kemudian mengangguk." Ya udah kalau gitu nanti habis kerja kamu langsung pulang ya,jangan cari kerja tambahan lagi ibu ga mau kamu sakit." pinta Mira dengan tatapan memohon.Jika saja ia bisa berjalan dengan normal sama seperti orang lain,maka Mira yang akan bekerja menggantikan anaknya yang selama ini pontang-panting sendirian di usianya yang masih sangat muda sekali.
"Iya nanti aku langsung pulang." Ucap anak bu Mira itu,kemudian ia membuka jendela kamar sang ibu agar ada angin dan udara masuk kesana supaya tidak pengap.Saat keluar kamar dia mendengar suara benda yang di banting cukup keras serta teriakan sang kaka yang melengking membuat dia dan ibunya kaget.Dengan secepat kilat pemuda itu langsung melesat ke kamar kakanya.
Lelaki bernama Gio itu membuka paksa kamar kakanya dengan satu tendangan" Lepasin ka Indri.Bangsat!" Amuknya pada Bian yang sedang berusaha mencekik Indri.
"Lepasin mas" tangis Indri terputus-putus karena sesak di tenggorokannya.Namun Bian tetap tak pedulikan peringatan adik iparnya itu mau pun permohonan Indri,dia malah mengencangkan cekikannya pada leher Indri lebih kuat.Membuat sang adik membelalak.
"Anjing,kaka gue bisa mati setan!" makinya seraya menerjang Bian dengan kuat.Bian tak tinggal diam dia balas meninju wajah adik iparnya itu dengan sama kuat namun melesat karena iparnya dengan cepat menghindar.
"Jangan ikut campur lo.Ini urusan gue sama Indri,bocah ingusan kaya lo,tahu apa soal urusan rumah tangga?!" Bian lagi ingin meninju wajah iparnya.Namun lagi-lagi melesat dan itu membuatnya sangat kesal.
"Ini jadi urusan gue!Lo nyakitin kaka gue,lihat aja lo bakal gue laporin ke polisi biar lo busuk di penjara!!" Amuk pemuda itu dengan berapi-api. mata elangnya yang tajam itu menatap Bian dan kaka ipar biadab itu menyeringai kepadanya mematik amarah yang langsung naik ke ubun-ubun.
"Silakan Cil,kalau lo bisa.Tapi sebelum itu Indri bakal abis di tangan gue." Ancamnya dengan wajah garang khas preman pasar yang sedang malak pedagang.
"Udah,udah.Dek keluar aja kaka gapapa." Suruh Indri pelan seraya mengusap air matanya karena tidak ingin Bian menyakiti adiknya.
Pemuda itu menatap sang kaka yang sedang memangku bayi merah yang baru di lahirkannya beberapa hari lalu itu dengan wajah sendu." Aku gak bisa terus menerus biarin orang gila ini,ka." Tunjuk adik Indri pada Bian yang sedang menatapnya dengan tajam." Manusia gak guna ini harusnya mati aja,biar gak ganggu kaka dan keluarga kita lagi" ujarnya yang sukses menyulut amarah Bian.
"Maksud lo apa,bangsat?!" Amuk Bian dengan emosi." Lo ngomong gitu emang lo udah bisa ngasih apa ke keluarga ini,hah?!lo aja di sini cuman jadi beban,anjing!." Ucap Bian berapi-api.
Cuih
Pemuda itu meludah ke samping mendengar ucapan preman pasar yang sok iya sekali." Kalau gue beban,terus lo apa?!kami jadi kaya gini juga karena lo,bangsat!" Balasnya penuh emosi.
"Anjing!!" Bian hendak menerjang iparnya namun urung karena teriakan Indri.
"Cukup mas! Cukup!Jangan pukul adiku,aku mohon mas." cegah Indri dengan air mata yang mengalir deras seraya mendekap bayinya yang mulai terusik karena suara keras dari kedua orang itu.
"Oke sayang.Aku bakal berhenti tapi dengan satu syarat,biarin adik kesayanganmu ini lunasin semua hutang aku sama Juned.Dengan begitu aku gak akan ganggu dia lagi." Ancam Bian membuat amarah pemuda itu kian tersulut.
"Ngelunjak nih orang!" Murkanya seraya melayangkan bogeman pada wajah Bian.
Dan terjadi lah duel maut antara kaka dan adik ipar yang tidak terelakan lagi,keduanya sama-sama emosi dan keras kepala,namun tentu saja anak SMA itu tumbang lebih dulu karena tenaga Bian yang tidak setara dengannya.Dia terlalu mudah di kalahkan oleh Bian karena lelaki itu preman pasar dan suka sekali berkelahi tentu saja sudah terlatih.
"Bocah ileran kaya lo berani ngelawan gue,heleh Cil,pipis aja masih kena celana." Ejek Bian dengan seringai menyebalkan.
Pemuda itu hanya diam di lantai kamar kakanya dengan napas terengah-engah.Indri sudah histeris keluar kamar menyelamatkan diri sambil memangku bayinya karena takut terkena amukan mereka." Nanti habis nifas Indri bakal lunasin hutang gue ke juragan Handoyo sama si Juned.Gak perlu ngapa-ngapain kok,cuma ngangk*ng aja udah cukup." Ucap Bian dengan enteng seakan istrinya tidak ada harganya sama sekali di mata dia.
Tangan pemuda itu mengepal kuat di bawah sana.Hatinya nyeri perasaannya hancur mendengar penghinaan dari lelaki biadab itu untuk kakanya.Dia bangun dengan perlahan seragamnya kotor karena berguling di lantai kamar kakanya yang lumayan kotor dan berdebu.
"Gue akan cari pinjaman asal lo gak judi lagi dan jangan ganggu ka Indri." ucapnya seraya berlalu dari sana.
"Oke siap,dek.Nah gitu dong dari tadi kek,kaka kan seneng dengernya." Balas Bian seraya berbinar mendengar adik iparnya yang penurut itu.
Adik ipar Bian itu namanya Giovanno Narendra Pramudya.Dia anak kedua dari pasangan Miranti Andini dan almarhum Agus Rahman Pramudya. Pemuda bertubuh jangkung itu berjalan lunglai menuju kamarnya untuk membersihkan luka sebelum ketahuan oleh ibunya.Diam-diam dia menangis sendirian karena begitu kesal dan merasa penderitaan ini tak adil untuknya.Gio merasa hidupnya selalu berbalut derita seperti ini entah kapan bahagia itu akan dia temui.
"Aku capek,yah." Keluhnya setelah memandangi sejenak fotonya dengan mendiang sang ayah.Di foto itu Gio kecil terlihat ceria dengan alat pancing dan ikan selar yang sedang ia pegang dan di tunjukan pada kamera.Di belakang ada sang ayah yang juga menunjukan ikan tenggiri hasil tangkapannya.
"Apa menjadi dewasa serumit ini yah?aku kira akan menyenangkan sama seperti ketika aku masih kecil." Ujarnya lagi sembari menyusut sudut matanya.
***********
Bian menghisap puntung rokonya yang hampir habis itu.Dia melihat Gio yang sedang mengompres lukanya dengan es batu di depan kulkas.Lelaki itu menggeleng seraya melewati Gio." Udah lah gak usah cemen,cuma luka kecil doang manja bener pake segala di kompres kaya anak anak aja.Palingan dua hari juga sembuh.Gue bilang juga apa,dari pada lo nantangin gue mending lo nurut aja deh apa kata gue.Begini kan jadinya kita malah ribut.Coba lo nurut gak bakal kita kaya gini." Katanya yang sama sekali tidak di dengarkan oleh Gio.Anggap saja lalat ngoceh.
"Udah deh,mending lo ew* aja tuh tante Sonya kelar urusan.Lo bakal terima duit banyak dari dia.Capek gue di tanyain mulu.Udah gatel banget kali tuh tante-tante.Heran gue ngidam kok kntl lo,Gi." Bian langsung ngibrit dari sana melihat Gio yang siap melemparnya dengan termos.
Huh
Sayang sekali sih pikir Bian,Gio itu tidak pernah mau menuruti perintah Bian untuk menjajakan dirinya kepada tante-tante yang haus akan belaian di luar sana.Walau sekali saja tapi Gio selalu menolak.Padahal Gio itu memiliki wajah yang tampan dan proposi tubuh yang bagus. Sayang sekali kan jika tidak di gunakan untuk mencari kesenangan sebelum menikah.Padahal ada banyak tante yang meminta pada Bian untuk di kenalkan pada brondong yang masih hot dan menggemaskan seperti Gio.Adik iparnya itu sangat tampan dan seksi pikir Bian.Dia saja yang laki-laki tulen suka melihat wajah Gio.Apa lagi para perempuan di luar sana seperti tante Sonya yang selalu ngidam dan ter Gio Gio ceunah.
Seandainya saja Gio itu adalah Bian,ia sudah lama terjun ke dunia tante-tante,tunggu apa lagi coba pemirsah,cukup hanya dengan memuaskan hasrat wanita,pasti Gio bisa mendapatkan segalanya termasuk mobil dan ponsel mahal keluaran terbaru.Juga bisa membeli rumah yang layak untuk di huni.Tidak seperti rumah yang sekarang mereka tempati ini,sangat kumuh dan jelek.
"Cih,si Gio emang sok-sokan orangnya.Rumah reot kaya gini aturan buat kandang bebek aja." Bian meludah kesamping sembari memperhatikan rumah mertuanya dengan pandangan jijik.
Bian yakin Gio banyak di buru tante-tante karena memiliki wajah dan tubuh yang bagus.Bian juga pernah mengenalkan Gio kepada salah satu sutradara film untuk mengcasting Gio agar bisa berperan di layar kaca.Dan kebetulan sutradara itu menerima Gio begitu saja bahkan tanpa casting dulu.Namun lagi-lagi Gio menolak dengan alasan tidak ada waktu untuk belajar,sungguh alasan yang tidak masuk akal pikir Bian.
Pernah sekali Bian menawari Gio untuk memanjakan tante Sonya kenalannya di sebuah hotel mewah,pada saat itu Bian sudah menerima bayaran dari tante itu.Namun Gio malah menjawabnya dengan sebuah tinju di wajah Bian.Lelaki itu mengamuk karena tak terima dan merasa di hina oleh kaka iparnya.
"Lo bener gak punya otak ya!" Maki Gio saat itu dengan wajah bengis
"Ck.Tinggal nemenin dia aja sih,Gi.Apa susahnya coba?lo datang kesono terus manjain dia,gitu doang loh,gak sampe ngw ini." Balas Bian dengan enteng." Kalau pun iya ya gapapa toh kan enak." Lanjutnya membuat rahang Gio mengeras." Dia ngerengek terus ke gue pengen lo en katanya_ishh si anjing.Sakit bego!" Maki Bian karena Gio melemparnya dengan botol baygon.
"Mulut lo musti gue robek,lo emang beneran udah gak punya otak!" Murka Gio namun hanya di balas gelengan oleh Bian.
"Gak rugi kok Gi,lo dapat duit dan enak." ucap Bian sembari menyulut rokok dengan santainya.Dan saat itu hampir saja Gio dan Bian adu jotos di halaman rumah.Jika saja tidak di hentikan oleh Indri dan mang Aris.
"Dasar tolol.Di arahin ke yang enak-enak malah nolak,sok suci tuh bocah." maki Bian.
Padahal menurut Bian itu adalah pekerjaan yang tidak capek.Hanya menguras tenaga karena bergulat di atas ranjang,tapi kan tidak secapek mengangkut barang atau mengambil dan mengantar minuman juga makanan ke setiap meja pengunjung restoran,tempat Gio bekerja. Uang dapat hasrat pun terpenuhi begitu pikir Bian.Sungguh Gio saja yang bodoh pikirnya, sayang sekali dia memiliki adik ipar yang tampan namun di sia-siakan begitu saja.
***********
Gio berdiri di dapur seraya memegang satu bungkus mie instan dan menyeduhnya karena lapar.Dia menyandarkan dirinya di kursi kayu seraya menunggu rebusan mienya matang." Hufft.Sampai kapan kaya gini terus?" Keluhnya dengan suara pelan dan lelah.Gio memejamkan mata seraya mengadah ke atas.Begini lah dirinya,Gio selalu kalah oleh orang yang di sebut kaka iparnya itu.Selama bertahun-tahun Gio selalu mengalah dan menuruti apa mau Bian semua itu dia lakukan hanya karena tidak ingin kaka dan ibunya tersakiti.
Gio selalu pontang-panting mencari rupiah agar bisa membantu meringankan beban dan hutang-hutang kakanya,juga mengobati penyakit sang ibu yang tak kunjung sembuh karena tidak bisa membawanya kerumah sakit yang bagus. Terkadang,terbesit di pikiran Gio sampai kapan ia akan terus seperti ini,bekerja mati-matian dari siang hingga malam tidak mengenal waktu dan kata lelah hanya untuk keluarganya.Gio juga mempunyai masa depan dengan gadis impiannya.Dia ingin menabung lalu menikahi Amanda kekasihnya.Karena dia tidak ingin selalu di pandang rendah oleh keluarga kekasihnya itu.
Tapi itu pun setelah nanti jika Gio lulus sekolah dan sudah kerja,karena dirinya tidak mungkin melanjutkan ke pendidikan selanjutnya karena terhalang dengan biaya.Jangankan untuk biaya kuliah.Untuk menamatkan SMA saja Gio harus mati-matian mencari rupiah agar dia bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang memungut biaya jika di perlukan.
***********
Siang ini Gio berjalan lunglai menuju restoran tempat kerjanya.Hari ini dia terpaksa berjalan kaki karena tidak ada uang sisa untuk naik kendaraan umum.Matanya tak sengaja melihat bapak-bapak yang sedang mengumpat dan menendang ban mobilnya di jalan yang siang ini lumayan sepi itu.Namun Gio tak peduli terus saja melangkah sampai suara teguran menghentikan langkahnya.
"Dek.Bengkel dari sini masih jauh gak?" tanya pria yang Gio taksir usianya akhir 30 an itu sepertinya bapak itu supir bapak-bapak yang menandang ban mobil tadi.
"Masih jauh sih Pak.Emang mobilnya mogok kenapa pak?" Tanya Gio seraya mendekati bapak-bapak itu.
"Ga tau nih.Tiba-tiba aja ngambek." Jawabnya seraya terkekeh." Tuan duduk di dalam aja biar gak pegal.Sebentar lagi Ajun akan jemput kesini." Ucapnya kemudian kepada bapak-bapak yang lebih tua darinya itu.Pria itu hanya mengangguk seraya memerhatikan Gio lalu masuk ke dalam.
Gio menatap bapak-bapak itu dengan bulu kuduk merinding,auranya sangat kuat pikir Gio.Apa bapak-bapak itu seorang mafia pikirnya,seperti di film-film yang suka ia tonton di rumah si Rehan." Coba saya lihat pak.Siapa tahu saya bisa perbaiki." Gio menawarkan diri yang langsung di setujui oleh pria itu.Sebenarnya pria itu kaget melihat wajah Gio yang di penuhi lebam ingin bertanya namun takut di kira tidak sopan.
Gio membuka kap mobil mewah berwarna hitam metalic itu lalu memeriksanya.Dia tersenyum tipis dan mulai memperbaiki karena ia tahu sedikit tentang mesin.Gio sesekali bekerja paruh waktu di bengkel mas Tito,tetangganya.lima belas menit kemudian Gio sudah selesai dengan pekerjaannya." Tolong coba di nyalakan dulu Pak,bisa nggak."
Pak tua itu langsung menuruti.Dan ternyata mobil itu menyala dengan suara mesin yang menggerung keras namun tetap terdengar lembut.Gio sangat tahu bahwa itu mobil sangat lah mahal.Bahkan jika dia bekerja sampai semvaknya hancur pun tak akan mampu membelinya.
"Wih,bisa dek.Makasih loh ini." Ucap si bapak dengan senang.Gio hanya mengangguk dan tersenyum kemudian Pak supir itu merogoh dompetnya lalu mengeluarkan uang pecahan seratus ribu sebanyak lima lembar.
Tentu saja Gio terhenyak melihat lembaran uang yang menurutnya sangat banyak itu.Jika Gio mencarinya satu hari bekerja dengan seluruh tenaganya pun dia tidak akan mendapatkannya. Walau dari pagi sampai petang pun dia tak mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu.
"Ini untuk kamu.Anggap saja ini rasa terimakasih saya karena kamu sudah memperbaiki mobil bos Saya." Pak supir menyodorkan uang itu pada Gio,namun di tolak dengan cepat karena Gio membantu dengan iklas tanpa mengharap imbalan apa pun.
Jujur saja ingin Gio mengambil uang itu lalu pulang dan menyerahkannya pada sang ibu agar bisa berobat lagi.Lalu jika masih ada sisanya dia akan memberikan pada kakanya agar segera membeli popok sekali pakai untuk Billa keponakannya.Dan membeli makanan sehat untuk kakanya yang baru saja melahirkan.
"Makasih sebelumnya Pak.Tapi tidak usah,Saya iklas bantu Pak." ucap Gio seraya meraih tasnya yang ia geletakan begitu saja di sisi jalan lalu mulai berjalan.
"Eh tapi saya bener-bener ini,dek." Pak supir masih kekeuh dan memaksa memberikan uangnya.
"Gak apa-apa Pak.Saya duluan ya." pamit Gio sambil berjalan namun suara lelaki tua menghentikannya.
"Tunggu" ucapnya pada Gio.
"Iya Pak." Jawab Gio seraya berbalik.
Laki-laki itu keluar dari dalam mobilnya lalu berjalan mendekati Gio." Siapa nama kamu?" tanyanya dengan nada dingin.
"Gio,tuan.Giovanno Pramudya." jawab Gio di sertai senyum.Pria tua itu mengangguk seraya menatap Gio.
"Kamu masih sekolah?atau sudah kuliah?" tanyanya lagi.
"Saya masih SMA,tuan." Jawab Gio dengan cepat lalu ia tersenyum seramah mungkin.Siapa tahu pria tua ini akan menawarkan pekerjaan yang layak padanya,dengan gaji yang lumayan.
"Oh.Kamu masih sangat muda.Berikan nomor ponselmu.Saya akan hubungi nanti." pintanya seraya mengelurkan ponsel dari balik saku jas mahalnya.Gio dengan buru-buru mengeluarkan ponsel jadul dari balik kantung ranselnya.Lalu menyebutkan beberapa digit nomornya.
"Baik saya akan hubungi kamu.Kalau kamu mau pergi ke suatu tempat biar ikut dengan saya.Saya akan memberimu tumpangan." ucapnya seraya berjalan masuk ke mobil.
Gio tak menjawab dan masih mematung di sana ia tidak mungkin ikut dengan tuan itu.Jelas saja karena tidak mungkin menumpang." Dek,ayo." ajak pak supir mengagetkan Gio yang sedang melamun.
"Gapapa Pak,Saya jalan aja." Tolak Gio dengan halus.
"Ikut saja,dengan mobil lebih cepat sampai." Perintah Pak tua itu.Dengan ragu Gio ikut masuk dan duduk di samping pak supir dengan canggung dan grogi." Bilang saja pada Rudy di mana tempat kamu." titah pria tua itu lagi.Lalu Gio menjawab dengan sopan dan perlahan mobil mewah itu membelah jalanan dengan cepat.
"Beda kalau mobil mewah mah.Baunya juga enak." komentar Gio dalam hati sembari sesekali melirik ke belakang melihat lelaki tua yang sedang duduk dengan wajah lempeng serta kening berkerut.
Pria tua itu bernama Frans Adelard Himawan. Diam-diam beliau memperhatikan Gio dari jok belakang.Sedari tadi ia terus saja memperhatikan laki-laki itu dengan seksama.Frans tersenyum penuh arti seraya mengetuk-ngetukan jari telunjuk ke lututnya.Tidak salah pikirnya." Ini yang kucari." ucapnya dalam hati seraya memperhatikan Gio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
nuraeinieni
aq mampir thor
2024-05-06
0
Neng Tzy
kayanya mnarik
2023-02-15
1
Alissarubyy
👌👌
2023-01-06
0