VivoCity Adalah Mall dan pusat perbelanjaan paling mewah yang ada di kota singapore, Mal tersebut tempatnya para artis serta pengusaha juga konglomerat yang tinggal di sana mau pun wisatawan dari luar negara. Terlihat seorang wanita cantik sedang melihat-lihat jejeran sepatu heels yang terpajang di dalam toko tersebut, Dia akan membeli beberapa heels untuk di pakainya ke beberapa acara, Termasuk ke acara tunangan salah satu temannya nanti malam.
Wanita cantik itu mencoba beberapa heels yang menurutnya sangat cantik juga sesuai dengan seleranya, Dan memang benar saja ketika dia mencoba heels dengan warna maroon itu terlihat jauh lebih cantik dan menyatu dengan kulit putihnya. Maklum saja dia ini kan memang sangat cantik, Pokonya mendekati sempurna,Kata ayahnya sih begitu.
"Cantik sekali. " Puji salah satu pelayan yang sedang melayaninya, Ayana tersenyum meski sangat tipis, Setipis harapan orang tuanya menunggu dan berharap kapan dirinya akan menikah dan memiliki anak.Wanita itu memang sangat irit senyum, Karena senyum baginya sangatlah mahal dan jangan lupakan wajahnya yang selalu dingin bin judes itu.
"Aku mau tiga ini. " Ucapnya meminta pelayan membungkus barang yang sudah di pilihnya.
Setelah puas di tempat itu, Ayana melipir ke toko samping yang tak lain itu adalah toko milik ibunya sendiri, Tapi di sana tidak ada yang menarik baginya, Karena bosan di tempat sang ibu.Ayana mencoba keliling ke berbagi toko perhiasan dan tas, Ayana membeli salah satu keluaran terbaru untuk memenuhi lemarinya yang sudah sempit itu biar semakin berdesakan katanya. Sebetulnya Ayana tidak terlalu suka dengan barang dan modelnya, Tapi tidak apa apa lah, Iseng saja karena dia bingung cara menghabiskan uangnya yang tidak pernah ada habisnya itu.
"Bosen ih, Kemana lagi gue abis ini? " Mata Ayana mengedar mencari tempat yang sekiranya cocok untuknya yang serba resek itu." Paling nyalon, tapi apa yang mau gue urusin? Kemaren kan udah, " Dia berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk masuk ke sana." Ya udah masuk aja deh. " katanya seraya masuk ke salon yang isinya orang kaya semua, kaum sambel pete gak di ajak pokonya.
Terkadang Ayana bingung masalahnya dia ini sudah cantik full body, wajah sudah glowing, Tubuhnya tidak usah di tanya lagi dari ujung ke ujung sudah sempurna, Jangan harap kalian akan menemukan segores pun keburikan di tubunya yang suka di lapisi kain kurang bahan itu. Rambutnya wangi berkilau hitam dan panjang pokonya ketombe sebutir pun tak ada, lalu untuk apa dia kesalon lagi kan? Tapi tidak apa-apa sih anggap aja sedekah buang-buang duit, Pokonya menjadi orang kaya memang lah menyenangkan, Makanya Ayana selalu bangga akan hal itu.
...************...
Sementara itu, lupakan dulu kemewahan yang menyelimuti Ayana. Di sebuah rumah yang terbilang sangat kecil dan sederhana terletak di pinggiran kota tangerang, Seorang pemuda lagi-lagi dan lagi, saat dia pulang kerumah selalu saja mendengar suara ribut.Teriakan, Juga caci dan maki yang di sertai tangisan kakanya. Berusaha tak mempedulikan keadaan, lelaki itu menunduk di teras rumahnya mencopot sepatu dan kaus kaki, Kemudian menyimpannya di rak sepatu yang terlihat sudah reot dan usang, Jika barang itu ada di rumah orang lain, mungkin benda itu sudah berada di tumpukan sampah.
Dia membuka pintu rumah namun baru juga akan masuk, Tetangganya Mang Aris menghentikan langkahnya, Dia menoleh kepada mang Aris dengan kening mengerut.
"Gi, jangan masuk dulu Bian tadi bawa golok. Takutnya tuh orang kesetanan bahaya, Mamang takut dia nyelakain kamu. " Cegah mang Aris tetangga sebelah rumah yang selalu baik kepadanya.
"Gapapa mang, udah biasa lagian gak akan berani dia sampe macem macem. " Dia tertawa melihat mang Aris menggelengkan kepala." Biarin aja, dia kan beraninya ngomong dang. " Ujarnya seraya membuka pintu lalu masuk ke dalam, Mang Aris hanya bisa pasrah karena bocah itu juga sama saja keras kepala, hampir sama seperti kaka iparnya si Bian.
Lelaki itu tak mempedulikan suara ribut yang berasal dari kamar Indri kakanya, dia melenggang masuk ke dalam rumah langsung menuju meja makan, Dirinya sangat lapar saat ini, dari pagi dia belum sempat makan apa pun.Dia membuka penutup saji namun tidak ada satu pun makanan yang layak untuk bisa dia makan, hanya ada tahu dan tempe goreng yang sudah terlihat hancur dan acak-acakan tak layak di makan sama sekali.
Pemuda jangkung itu menghela napas sepenuh dada, Lelah, Mengapa dia lagi-lagi harus menemukan hal seperti ini.Kemudian mengambil minum dan tak lama terdengar panggilan sang ibu dari kamar, dia melangkah menghampiri Mira ibunya yang sedang sakit parah, bahkan untuk berjalan saja tidak mampu.
"Kamu pasti lapar kan? Ini ibu ada uang untuk kamu beli makan, Masakan kaka tadi di acak-acak sama mas Bian, dia tadi ngamuk yang nagih itu datang lagi." Ucap sang ibu seraya menyodorkan uang 10 ribu rupiah yang sudah sangat lecek pada anak bungsunya, pemuda itu mendekat lalu duduk di tepi ranjang dan selalu memasang senyum agar ibunya tidak menghawatirkan dirinya.
"Ibu simpan aja uangnya, Aku gapapa nanti bisa makan di tempat kerja. " Ujarnya dengan senyum manisnya, lalu mendorong tangan sang ibu agar menyimpan uangnya kembali.
Mira menggeleng dengan air mata yang sudah menggenang di kedua pelupuk matanya." Kamu kan masuknya sore, Nanti keburu laper nak, Gapapa ini pake aja beli di warteg eceu. Nasi atau apa pun itu asal kamu gak kelaparan. " Kekeuh Mira menatap anaknya dengan perihatin, tapi anaknya itu tetap menggeleng seraya memasang senyum agar ibunya tak kawatir, Dia tidak suka di kasihani seperti ini meski oleh ibunya sekali pun.
"Tadi aku udah makan bareng Rehan Bu, Makanya belum lapar. " Kilahnya agar ibunya tak bersikeras dan memaksa, sungguh dirinya tidak tega jika uang itu di pakai untuk membeli makanan untuknya.Ibunya butuh berobat dan uang itu lumayan bisa buat menambah-nambah biaya untuk membeli obat atau kebutuhan lain.
Mira tersenyum kemudian mengangguk." Ya udah kalau gitu nanti habis kerja kamu langsung pulang ya, Jangan cari kerja tambahan lagi ibu ga mau kamu sakit. " Pinta Mira dengan tatapan memohon, jika saja ia bisa berjalan dengan normal sama seperti orang lain.Maka Mira yang akan bekerja menggantikan anaknya yang selama ini pontang-panting sendirian di usianya yang masih sangat muda sekali.
"Iya nanti aku langsung pulang. " Ucap anak Ibu Mira itu, Kemudian ia membuka jendela kamar sang ibu agar ada angin dan udara masuk kesana supaya tidak pengap.Saat keluar kamar dia mendengar suara benda yang di banting cukup keras serta teriakan sang kaka yang melengking membuat dia dan ibunya kaget, dengan secepat kilat pemuda itu langsung melesat ke kamar kakanya.
Lelaki bernama Gio itu membuka paksa kamar kakanya dengan satu tendangan." Lepasin Ka Indri, Bangsat! " Amuknya pada Bian yang sedang berusaha mencekik Indri.
"Lepasin Mas, " Tangis Indri terputus-putus karena sesak di tenggorokannya,Namun Bian tetap tak pedulikan peringatan adik iparnya itu mau pun permohonan Indri, ia malah mengencangkan cekikannya pada leher Indri lebih kuat Membuat sang adik membelalak.
"Anjing,Kaka gue bisa mati setan! " Makinya seraya menerjang Bian dengan kuat, Bian tak tinggal diam dia balas meninju wajah adik iparnya itu dengan sama kuat namun melesat karena iparnya dengan cepat menghindar.
"Jangan ikut campur lo, Ini urusan gue sama Indri, Bocah ingusan kaya lo, Tahu apa soal urusan rumah tangga?! " Bian lagi ingin meninju wajah iparnya, namun lagi-lagi melesat dan itu membuatnya sangat kesal.
"Ini jadi urusan gue! Lo nyakitin Kaka gue, Lihat aja lo bakal gue laporin ke polisi biar lo busuk di penjara!! " Amuk pemuda itu dengan berapi-api. Mata elangnya yang tajam itu menatap Bian dan kaka ipar biadab itu menyeringai kepadanya mematik amarah yang langsung naik ke ubun-ubun.
"Silakan Cil, Kalau lo bisa, Tapi sebelum itu Indri bakal abis di tangan gue. " Ancamnya dengan wajah garang khas preman pasar yang sedang malak pedagang.
"Udah, Udah, Dek keluar aja Kaka gapapa. " Suruh Indri pelan seraya mengusap air matanya karena tidak ingin Bian menyakiti adiknya.
Pemuda itu menatap sang Kaka yang sedang memangku bayi merah yang baru di lahirkannya beberapa hari lalu itu dengan wajah sendu." Aku gak bisa terus menerus biarin orang gila ini,Ka. " Tunjuk adik Indri pada Bian yang sedang menatapnya dengan tajam." Manusia gak guna ini harusnya mati aja, Biar gak ganggu Kaka dan keluarga kita lagi, " Ujarnya yang sukses menyulut amarah Bian.
"Maksud lo apa, Bangsat?! " Amuk Bian dengan emosi." Lo ngomong gitu emang lo udah bisa ngasih apa ke keluarga ini, Hah?! Lo aja di sini cuman jadi beban, Anjing! " Ucap Bian berapi-api.
Cuih
Pemuda itu meludah ke samping mendengar ucapan preman pasar yang sok iya sekali." Kalau gue beban, Terus lo apa?! Kami jadi kaya gini juga karena lo, Bangsat! " Balasnya penuh emosi.
"Anjing!! " Bian hendak menerjang iparnya namun urung karena teriakan Indri.
"Cukup mas! Cukup! Jangan pukul adikku, Aku mohon Mas. " Cegah Indri dengan air mata yang mengalir deras seraya mendekap bayinya yang mulai terusik karena suara keras dari kedua orang itu.
"Oke sayang, Aku bakal berhenti tapi dengan satu syarat, Biarin adik kesayanganmu ini lunasin semua hutang aku sama Juned, dengan begitu aku gak akan ganggu dia lagi. " Ancam Bian membuat amarah pemuda itu kian tersulut.
"Ngelunjak nih orang! " Murkanya seraya melayangkan bogeman pada wajah Bian.
Dan terjadi lah duel maut antara kaka dan adik ipar yang tidak terelakan lagi, Keduanya sama-sama emosi dan keras kepala, Namun tentu saja anak SMA itu tumbang lebih dulu karena tenaga Bian yang tidak setara dengannya.Dia terlalu mudah di kalahkan oleh Bian karena lelaki itu preman pasar dan suka sekali berkelahi tentu saja sudah terlatih.
"Bocah ileran kaya lo berani ngelawan gue, Heleh Cil, Pipis aja masih kena celana. " Ejek Bian dengan seringai menyebalkan.
Pemuda itu hanya diam di lantai kamar Kakanya dengan napas terengah-engah, Indri sudah histeris keluar kamar menyelamatkan diri sambil memangku bayinya karena takut terkena amukan mereka." Nanti habis nifas Indri bakal lunasin hutang gue ke juragan Handoyo sama si Juned. Gak perlu ngapa-ngapain kok, Cuma ngangk*ng aja udah cukup. " Ucap Bian dengan enteng seakan istrinya tidak ada harganya sama sekali di mata dia.
Tangan pemuda itu mengepal kuat di bawah sana, Hatinya nyeri perasaannya hancur mendengar penghinaan dari lelaki biadab itu untuk kakanya, dia bangun dengan perlahan seragamnya kotor karena berguling di lantai kamar kakanya yang lumayan kotor dan berdebu.
"Gue akan cari pinjaman asal lo gak judi lagi dan jangan ganggu ka Indri. " Ucapnya seraya berlalu dari sana.
"Oke siap, Dek, Nah gitu dong dari tadi kek, Kaka kan seneng dengernya. " Balas Bian seraya berbinar mendengar adik iparnya yang penurut itu.
Adik ipar Bian itu namanya Giovanno Narendra Pramudya, Dia anak kedua dari pasangan Miranti Andini dan almarhum Agus Rahman Pramudya. Pemuda bertubuh jangkung itu berjalan lunglai menuju kamarnya untuk membersihkan luka sebelum ketahuan oleh ibunya.Diam-diam dia menangis sendirian karena begitu kesal dan merasa penderitaan ini tak adil untuknya, Gio merasa hidupnya selalu berbalut derita seperti ini entah kapan bahagia itu akan dia temui.
"Aku capek, Yah. " Keluhnya setelah memandangi sejenak fotonya dengan mendiang sang ayah, Di foto itu Gio kecil terlihat ceria dengan alat pancing dan ikan selar yang sedang ia pegang dan di tunjukan pada kamera.Di belakang ada sang ayah yang juga menunjukan ikan tenggiri hasil tangkapannya.
"Apa menjadi dewasa serumit ini yah? Aku kira akan menyenangkan sama seperti ketika aku masih kecil. " Ujarnya lagi sembari menyusut sudut matanya.
...***********...
Bian menghisap puntung rokonya yang hampir habis itu, dia melihat Gio yang sedang mengompres lukanya dengan es batu di depan kulkas, Lelaki itu menggeleng seraya melewati Gio." Udah lah gak usah cemen, Cuma luka kecil doang manja bener pake segala di kompres kaya anak anak aja. Palingan dua hari juga sembuh, Gue bilang juga apa, dari pada lo nantangin gue mending lo nurut aja deh apa kata gue. Begini kan jadinya kita malah ribut, Coba lo nurut gak bakal kita kaya gini. " Katanya yang sama sekali tidak di dengarkan oleh Gio, Anggap saja lalat ngoceh.
"Udah deh, Mending lo ew* aja tuh tante Sonya kelar urusan, Lo bakal terima duit banyak dari dia.Capek gue di tanyain mulu, Udah gatel banget kali tuh tante-tante, heran gue ngidam kok kntl lo, Gi. " Bian langsung ngibrit dari sana melihat Gio yang siap melemparnya dengan termos.
Huh
Sayang sekali sih pikir Bian, Gio itu tidak pernah mau menuruti perintah Bian untuk menjajakan dirinya kepada tante-tante yang haus akan belaian di luar sana.Walau sekali saja tapi Gio selalu menolak, padahal Gio itu memiliki wajah yang tampan dan proposi tubuh yang bagus, Sayang sekali kan jika tidak di gunakan untuk mencari kesenangan sebelum menikah.Padahal ada banyak tante yang meminta pada Bian untuk di kenalkan pada brondong yang masih hot dan menggemaskan seperti Gio, Adik iparnya itu sangat tampan dan seksi pikir Bian, dia saja yang laki-laki tulen suka melihat wajah Gio, Apa lagi para perempuan di luar sana seperti tante Sonya yang selalu ngidam dan ter Gio Gio ceunah.
Seandainya saja Gio itu adalah Bian, Ia sudah lama terjun ke dunia tante-tante, tunggu apa lagi coba pemirsah, Cukup hanya dengan memuaskan hasrat wanita, pasti Gio bisa mendapatkan segalanya termasuk mobil dan ponsel mahal keluaran terbaru, juga bisa membeli rumah yang layak untuk di huni.Tidak seperti rumah yang sekarang mereka tempati ini, sangat kumuh dan jelek.
"Cih, Si Gio emang sok-sokan orangnya, Rumah reot kaya gini aturan buat kandang bebek aja. " Bian meludah kesamping sembari memperhatikan rumah mertuanya dengan pandangan jijik.
Bian yakin Gio banyak di buru tante-tante karena memiliki wajah dan tubuh yang bagus, Bian juga pernah mengenalkan Gio kepada salah satu sutradara film untuk mengcasting Gio agar bisa berperan di layar kaca, dan kebetulan sutradara itu menerima Gio begitu saja bahkan tanpa casting dulu.Namun lagi-lagi Gio menolak dengan alasan tidak ada waktu untuk belajar, sungguh alasan yang tidak masuk akal pikir Bian.
Pernah sekali Bian menawari Gio untuk memanjakan tante Sonya kenalannya di sebuah hotel mewah, Pada saat itu Bian sudah menerima bayaran dari tante itu.Namun Gio malah menjawabnya dengan sebuah tinju di wajah Bian, lelaki itu mengamuk karena tak terima dan merasa di hina oleh kaka iparnya.
"Lo bener gak punya otak ya! " Maki Gio saat itu dengan wajah bengis
"Ck, tinggal nemenin dia aja sih, Gi. Apa susahnya coba? Lo datang kesono terus manjain dia, Gitu doang loh, gak sampe ngw ini. " Balas Bian dengan enteng." Kalau pun iya ya gapapa toh kan enak. " Lanjutnya membuat rahang Gio mengeras." Dia merengek terus ke gue pengen lo en katanya_ish si anjing, sakit bego! " Maki Bian karena Gio melemparnya dengan botol baygon.
"Mulut lo musti gue robek, Lo emang beneran udah gak punya otak! " Murka Gio namun hanya di balas gelengan oleh Bian.
"Gak rugi kok Gi, Lo dapat duit dan enak. " Ucap Bian sembari menyulut rokok dengan santainya, dan saat itu hampir saja Gio dan Bian adu jotos di halaman rumah. Jika saja tidak di hentikan oleh Indri dan mang Aris.
"Dasar tolol, Di arahin ke yang enak-enak malah nolak, sok suci tuh bocah. " Maki Bian.
Padahal menurut Bian itu adalah pekerjaan yang tidak capek.Hanya menguras tenaga karena bergulat di atas ranjang, tapi kan tidak secapek mengangkut barang atau mengambil dan mengantar minuman juga makanan ke setiap meja pengunjung restoran, tempat Gio bekerja. Uang dapat hasrat pun terpenuhi begitu pikir Bian.Sungguh Gio saja yang bodoh pikirnya, Sayang sekali dia memiliki adik ipar yang tampan namun di sia-siakan begitu saja.
...***********...
Gio berdiri di dapur seraya memegang satu bungkus mie instan dan menyeduhnya karena lapar, dia menyandarkan dirinya di kursi kayu seraya menunggu rebusan mienya matang." Hufft, sampai kapan kaya gini terus? " Keluhnya dengan suara pelan dan lelah, Gio memejamkan mata seraya mengadah ke atas.Begini lah dirinya, Gio selalu kalah oleh orang yang di sebut kaka iparnya itu, selama bertahun-tahun Gio selalu mengalah dan menuruti apa mau Bian semua itu dia lakukan hanya karena tidak ingin kaka dan ibunya tersakiti.
Gio selalu pontang-panting mencari rupiah agar bisa membantu meringankan beban dan hutang-hutang kakanya, Juga mengobati penyakit sang ibu yang tak kunjung sembuh karena tidak bisa membawanya kerumah sakit yang bagus.Terkadang, Terbesit di pikiran Gio sampai kapan ia akan terus seperti ini, Bekerja mati-matian dari siang hingga malam tidak mengenal waktu dan kata lelah hanya untuk keluarganya.Gio juga mempunyai masa depan dengan gadis impiannya, dia ingin menabung lalu menikahi Amanda kekasihnya, karena dia tidak ingin selalu di pandang rendah oleh keluarga kekasihnya itu.
Tapi itu pun setelah nanti jika Gio lulus sekolah dan sudah kerja, Karena dirinya tidak mungkin melanjutkan ke pendidikan selanjutnya karena terhalang dengan biaya. Jangankan untuk biaya kuliah, untuk menamatkan SMA saja Gio harus mati-matian mencari rupiah agar dia bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang memungut biaya jika di perlukan.
...***********...
Siang ini Gio berjalan lunglai menuju restoran tempat kerjanya, hari ini dia terpaksa berjalan kaki karena tidak ada uang sisa untuk naik kendaraan umum, matanya tak sengaja melihat bapak-bapak yang sedang mengumpat dan menendang ban mobilnya di jalan yang siang ini lumayan sepi itu.Namun Gio tak peduli terus saja melangkah sampai suara teguran menghentikan langkahnya.
"Dek, Bengkel dari sini masih jauh gak? " Tanya pria yang Gio taksir usianya empat puluhan itu sepertinya bapak itu supir bapak-bapak yang menandang ban mobil tadi.
"Masih jauh sih Pak, mobilnya mogok kenapa Pak? " Tanya Gio seraya mendekati bapak-bapak itu.
"Ga tau nih, Tiba-tiba aja ngambek. " Jawabnya seraya terkekeh." Tuan duduk di dalam aja biar gak pegal, sebentar lagi Ajun akan jemput kesini. " Ucapnya kemudian kepada bapak-bapak yang lebih tua darinya itu, Pria itu hanya mengangguk seraya memerhatikan Gio lalu masuk ke dalam.
Gio menatap bapak-bapak itu dengan bulu kuduk merinding,auranya sangat kuat pikir Gio, Apa bapak-bapak itu seorang mafia pikirnya, seperti di film-film yang suka ia tonton di rumah si Rehan." Coba saya lihat Pak, Siapa tahu saya bisa perbaiki. " Gio menawarkan diri yang langsung di setujui oleh pria itu, Sebenarnya pria itu kaget melihat wajah Gio yang di penuhi lebam ingin bertanya namun takut di kira tidak sopan.
Gio membuka kap mobil mewah berwarna hitam metalic itu lalu memeriksanya, dia tersenyum tipis dan mulai memperbaiki karena ia tahu sedikit tentang mesin, Gio sesekali bekerja paruh waktu di bengkel mas Tito__tetangganya.Lima belas menit kemudian Gio sudah selesai dengan pekerjaannya." Tolong coba di nyalakan dulu Pak, Bisa nggak. "
Pak tua itu langsung menuruti, dan ternyata mobil itu menyala dengan suara mesin yang menggerung keras namun tetap terdengar lembut, Gio sangat tahu bahwa itu mobil sangat lah mahal, Bahkan jika dia bekerja sampai semvaknya hancur pun tak akan mampu membelinya.
"Wih, bisa ini Dek, Makasih loh ini. " Ucap si bapak senang, Gio hanya mengangguk dan tersenyum kemudian Pak Supir itu merogoh dompetnya lalu mengeluarkan uang pecahan seratus ribu sebanyak lima lembar.
Tentu saja Gio terhenyak melihat lembaran uang yang menurutnya sangat banyak itu, Jika Gio mencarinya satu hari bekerja dengan seluruh tenaganya pun dia tidak akan mendapatkannya. Walau dari pagi sampai petang pun dia tak mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu.
"Ini untuk kamu, Anggap saja ini rasa terimakasih saya karena kamu sudah memperbaiki mobil bos Saya. " Pak supir menyodorkan uang itu pada Gio, Namun di tolak dengan cepat karena Gio membantu dengan iklas tanpa mengharap imbalan apa pun.
Jujur saja ingin Gio mengambil uang itu lalu pulang dan menyerahkannya pada sang ibu agar bisa berobat lagi, lalu jika masih ada sisanya dia akan memberikan pada kakanya agar segera membeli popok sekali pakai untuk Billa keponakannya, Dan membeli makanan sehat untuk kakanya yang baru saja melahirkan.
"Makasih sebelumnya Pak.Tapi tidak usah, Saya iklas bantu Pak. " Ucap Gio seraya meraih tasnya yang ia geletakan begitu saja di sisi jalan lalu mulai berjalan.
"Eh tapi saya bener-bener ini, Dek. " Pak Supir masih kekeuh dan memaksa memberikan uangnya.
"Gak apa-apa Pak, Saya duluan ya. " Pamit Gio sambil berjalan namun suara lelaki tua menghentikannya.
"Tunggu! " Ucapnya pada Gio.
"Iya Pak. " Jawab Gio seraya berbalik.
Laki-laki itu keluar dari dalam mobilnya lalu berjalan mendekati Gio." Siapa nama kamu? " Tanyanya dengan nada dingin.
"Gio, Tuan, Giovanno Pramudya. " Jawab Gio di sertai senyum, Pria tua itu mengangguk seraya menatap Gio.
"Kamu masih sekolah? Atau sudah kuliah? " Tanyanya lagi.
"Saya masih SMA, Tuan. " Jawab Gio cepat lalu ia tersenyum seramah mungkin, Siapa tahu pria tua ini akan menawarkan pekerjaan yang layak padanya, dengan gaji yang lumayan.
"Oh, Kamu masih sangat muda, Berikan nomor ponselmu.Saya akan hubungi nanti. " Pintanya seraya mengelurkan ponsel dari balik saku jas mahalnya, Gio dengan buru-buru mengeluarkan ponsel jadul dari balik kantung ranselnya, lalu menyebutkan beberapa digit nomornya.
"Baik saya akan hubungi kamu, Kalau kamu mau pergi ke suatu tempat biar ikut dengan saya, Saya akan memberimu tumpangan. " Ucapnya seraya berjalan masuk ke mobil.
Gio tak menjawab dan masih mematung di sana ia tidak mungkin ikut dengan tuan itu, Jelas saja karena tidak mungkin menumpang." Dek, Ayo. " ajak Pak Supir mengagetkan Gio yang sedang melamun.
"Gapapa Pak, Saya jalan aja. " Tolak Gio halus.
"Ikut saja, Dengan mobil lebih cepat sampai. " Perintah Pak tua itu, dengan ragu Gio ikut masuk dan duduk di samping pak supir dengan canggung dan grogi." Bilang saja pada Rudy di mana tempat kamu. " Titah pria tua itu lagi,Lalu Gio menjawab dengan sopan dan perlahan mobil mewah itu membelah jalanan dengan cepat.
"Beda kalau mobil mewah mah, Baunya juga enak. " Komentar Gio dalam hati sembari sesekali melirik ke belakang melihat lelaki tua yang sedang duduk dengan wajah lempeng serta kening berkerut.
Pria tua itu bernama Frans Adelard Himawan. Diam-diam beliau memperhatikan Gio dari jok belakang, Sedari tadi ia terus saja memperhatikan laki-laki itu dengan seksama, Frans tersenyum penuh arti seraya mengetuk-ngetukan jari telunjuk ke lututnya, Tidak salah pikirnya." Ini yang kucari. " Ucapnya dalam hati seraya memperhatikan Gio.
Ayana telah bersiap hendak pergi ke acara tunangan Giselle dan Jullian temannya, Dia sudah selesai di makeup oleh perias cowok lembek dan gemulai, yang bernama Jeniper batarico singkatan dari berbatang tapi doyan cowok. Ayana mematut dirinya di cermin, Indah dan sempurna pujinya dalam hati pada kesempurnaan fisiknya, Dia selalu bangga akan dirinya yang mendekati sempurna ini.Betapa baiknya tuhan padanya, Ayana sangat bersukur kepada sang pencipta karena pada saat menciptakannya mungkin mood tuhan dalam keadaan yang baik, sehingga dia tercipta begitu cantik.
"Non geulis pisan ih, Yeay jadi iri tau. " Jeniper menatap Ayana seraya memasang wajah iri kala melihat lekuk tubuh dan wajah cantik wanita itu, Dalam hatinya merutuk kapan dirinya secantik Ayana, padahal ia sudah operasi habis ratusan juta ke thailand tapi tetap saja tidak merasa puas karena tidak secantik Ayana.Sepertinya Jeniper harus menebas tuntas belalainya agar bisa secantik Ayana, Ya siapa tahu setelah belalai dia hilang kecantikan itu menguar dengan sempurna dalam dirinya.
"Iri aja lo cong. " Ayana terkekeh Kemudian mengajak Jeniper untuk segera berangkat ke tempat acara di adakan.
Sementara itu, Frans yang baru saja tiba di rumah langsung menuju tempat di mana istrinya berada." Papah, " Sapa Monica sang istri menyambutnya dengan wajah senang.
Frans membalas lalu duduk dan menghela napas lelah, Kala lagi-lagi dia pulang dalam keadaan kelelahan seperti ini karena bekerja tentu saja. Dirinya sudah terlalu tua untuk mengurusi perusahaan yang berada di beberapa kota, Sangat menyita waktunya bersama sang istri.
Frans ingin istirahat dan menikmati masa tuanya bersama sang istri, Namun ia tidak bisa melakukannya karena Frans tidak bisa mempercayai orang lain untuk mengelola perusahaan, selain dirinya sendiri, Bukan tanpa alasan, Karena beberapa tahun yang lalu perusahaan yang ia bangun sendiri hampir tumbang. Akibat ulah orang kepercayaannya yang sengaja ingin membuat Frans bangkrut.
Karena itulah Frans tidak mempercayai siapa pun lagi, selain putra sulungnya yang bernama Abimana Himawan, Namun sayang putranya itu tidak bisa membantu ayahnya sepenuhnya. Karena dia juga sedang mengelola bisnis sang istri yang merupakan anak tunggal dari pemilik bisnis yang bergerak di bidang properti.
Mau tak mau Frans harus memaksa sang putri untuk membantu dirinya mengurus perusahaan agar Frans tak begitu kerepotan, namun sayang putrinya itu tidak begitu serius dalam bekerja, Malah Ayana terlihat tidak minat lebih senang main dan hura-hura bersama temannya. Ketimbang bergelut dengan tumpukan dokumen dan semacamnya.Frans harus lebih keras lagi kepada putrinya itu, Apa lagi mengingat umur Ayana sudah memasuki usia ke tiga puluh tahun, Frans kawatir jika Ayana akan menyendiri sampai ia berusia lanjut, sangat di sayangkan apa lagi Ayana itu perempuan maka penuaan pun semakin cepat di banding lelaki.
Frans ketakutan putrinya tidak ingin menikah dan memilih menyendiri hingga tua, Tentu saja sebagai orang tua Frans selalu ketakutan dan kawatir karena bisa saja anaknya itu mempunyai keperibadian menyimpang, atau semacamnya yang membuatnya selalu was-was.
Karena itu Frans mencari-cari pendamping pria yang sekiranya cocok untuk putrinya, Namun sudah beberapa dan berbagi pria dari kalangan tertentu tidak ada satu pun yang cocok menjadi kandidat untuk calon suami bagi putrinya itu. Frans merasa bahwa banyak dari mereka hanya ingin hartanya saja atau bisa di katakan aji mumpung.
"Papah mau langsung makan atau mandi dulu? " Tanya Monica seraya mengambil jas yang di serahkan sang suami.
"Makan dulu aja, Mah,Papah udah lapar. " jawab Frans, Monica mengangguk keduanya melenggang menuju meja makan." Loh Aya kemana? " Tanya Frans setelah mendudukan dirinya di kursi.
"Ke acaranya Giselle katanya malam ini mereka tunangan, Padahal tuh anak baru juga sampe rumah. " Jawab Monica sambil mengambilkan lauk dan nasi untuk suaminya.
"Dia sendiri kapan? " Gumam Frans seraya menyantap hidangan, Monica hanya terkekeh kala suaminya membahas mengenai Ayana, sungguh ia sendiri pun sangat ingin mendengar kabar bahagia dari putrinya itu.
"Sudah lah Pah, Nanti akan ada saatnya dia menemukan pasangan yang tepat untuknya. " Ucap Monica yang hanya di jawab decakan oleh Frans. Kedua manusia paruh baya itu menikmati makanan mewah dengan kesepian.
...☘☘☘☘☘...
Di rumah sederhana itu kembali ramai, Karena Bian kembali membuat ulah pada tetangganya. Laki-laki yang gemar judi itu kedapatan tetangganya bahwa dia mencuri dua ekor ayam milik haji Malik, Dua ekor ayam bangkok yang Bian curi itu memiliki nilai yang tidak sedikit, Karena itu lah Pak Haji geram.
Gio berjalan memasuki gang sempit yang menuju rumahnya,Kemudian dia mendengar suara ramai-ramai dari para tetangganya yang sedang berkerumun di depan rumahnya.
"Ada apa ini Pak? " Tanya Gio pada mereka dengan wajah lelahnya.
"Ampun deh ya, Ipar kamu itu bener-bener udah kelewatan, dia mencuri ayam bangkok Haji Malik dua ekor lagi, " Ucap si bapak yang masih menggenakan sarung dan peci sepertinya baru pulang dari mesjid.
Gio menarik napas sepenuh dada bingung dan malu dengan kelakuan kaka iparnya." Terus di mana orangnya? " Tanya Gio dengan amarah yang sudah siap meledak, Bayangkan saja, pulang kerja dalam keadaan lelah seperti ini ia harus menghadapi ulah Bian lagi.
"Di dalam ngumpet habis di adili sama bapak bapak tadi, Parahnya Gi, dia nuduh kamu yang nyuruh karena katanya kamu itu kan calon menantunya haji Malik, jadi gak masalah katanya kalau cuma ngambil dua ekor ayam doang mah, Itu orang emang bener bener gak ada otaknya heran deh. " Ucap Ibu ibu yang memiliki tubuh tambun dan berwajah sangar, Biasanya ibu itu yang selalu memaki Bian dan berdebat dengannya.
"Saya minta maaf ya Bu, Pak, Maaf atas semua kelakuan Bian. " Ujar Gio dengan wajah malu sekaligus kesal.
"Gapapa Gi, Bukan salah kamu ini ngapain minta maaf segala? Harusnya yang minta maaf orang gila itu, Bukan kamu. " Balas ibu ibu yang lain, tak sedikit dari mereka ada yang caper juga pada Gio, Tak bisa di pungkiri Gio memang idola kaum emak-emak, tak hanya para gadis saja, Bahkan ada sebagian bapak-bapak juga yang menyukainya, yang memiliki kelainan jiwa tentunya.
Gio hanya tersenyum lalu masuk ke dalam mendapati ibu dan kakanya yang sedang menangis, Lagi-lagi Gio harus melihat mereka menangis kapan dirinya bisa melihat kaka dan ibunya itu sedang tertawa bahagia.
"Bu? " Sapa Gio dengan suara serak.
"Mas Bian bikin malu lagi, Kaka malu sama warga dan Haji Malik, tadi Amanda juga kesini, Dek. " Tangis Indri langsung histeris betapa sangat malunya ia, kala tadi Indri mendengar cemoohan warga yang di layangkan untuk dirinya dan keluarga.
"Udah kaka tenang ya, Kasihan Billa tidurnya terganggu tuh, biar aku bereskan masalahnya kak. " Balas Gio menenangkan, Hatinya perih kala melihat kakanya terisak seperti itu, belum lagi ibunya itu terlihat sangat malu dan putus asa.
"Biar dia aja yang beresin masalahnya sendiri, Kamu jangan mau di repotkan terus Gi. Kaka gak mau kamu kenapa-napa. " Cegah Indri yang langsung di angguki Gio agar kakanya tenang.
...*************...
Malam semakin larut namun perut Gio terus berbunyi tanda bahwa dia sangat lapar, Gio ke dapur mencari-cari bahan makanan tapi tidak ada satu pun yang bisa ia makan, dia membuka kulkas usang yang isinya hanya ada air putih dan stok susu keponakannya, Cabai kering juga tomat yang sudah sedikit membusuk, dan juga sisa adonan bakwan yang sudah berair dan bau.
Gio menarik napas dalam, Dia melihat mejikom yang nasinya sudah mengering dengan terpaksa Gio mengambil piring dan menuangkan nasi untuk ia makan, lalu mengambil sedikit garam dan menaruhnya di sisi piring, dirinya mulai makan walau dengan terpaksa asal perutnya itu kenyang dan dia bisa tidur.
Indri mendekati Gio yang sedang makan di meja kayu yang berada di dapur. Dia menatap perihatin pada adiknya yang kini tengah menyuapkan nasi keras itu ke mulutnya.
"Gi? " Indri berdiri di samping Gio yang tengah makan, Adiknya itu hanya mendongak tanpa menjawabnya, dia kembali menyuapkan kepalan nasi itu ke mulutnya.
Gio mendongak lagi menatap kakanya." Kenapa? " Tanyanya seraya mengunyah nasi yang sedikit keras itu.
"Maaf ya, Kamu makan cuma sama garam doang, tadi sisa mie tinggal satu kaka makan karena lapar, maklum ya dek Kaka lagi menyusui bawaannya lapar terus. " Ujar Indri lirih.
Gio tak menjawab, dia memalingkan wajahnya tidak ingin kakanya melihat air matanya yang sudah menggenang dan siap untuk tumpah, Dia mengusap air matanya dengan bahunya.
"Aku makan apa pun gak masalah, Ka, asal kaka gak kelaparan, Makan lah apa yang ada di rumah. Jangan di tahan-tahan. " Ucap Gio seraya berdiri lalu menaruh piring kotor di cucian.
Sebelum tidur dia akan mencuci sekalian dengan popok keponakannya yang sudah menumpuk di ember, Gio selalu mencucinya karena kakanya itu sangat sibuk mengurus rumah dan bayinya sendirian, Karena suaminya yang gila itu jarang sekali di rumah. Dan kalaupun ada tak akan membantu apa-apa, karena Bian sejatinya hanya beban disana.
Indri menepuk punggung lebar Gio." Cepat tidur. Jangan nyuci besok biar kaka aja. " Suruhnya seraya masuk ke kamar.
Gio tak menanggapi karena ia tidak suka melihat kakanya kelelahan, Apa lagi baru melahirkan dua minggu yang lalu, Kakanya itu sudah mengerjakan seluruh isi rumah seorang diri. Gio mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, namun baru akan benar-benar tidur ia mendapati ponselnya berdering beberapa kali, Gio terpaksa mengangkatnya dengan malas.
"Halo dengan siapa ini? " Tanya Gio, Siapa juga tengah malam begini menghubunginya.
"Saya Frans, Apa kamu masih ingat yang tadi siang kamu tolong? " Ujar lelaki tua di sebrang sana.
Gio langsung paham tentu saja." Oh iya tuan, Ada apa ya? "
"Bisa temui saya besok usai pulang sekolah? Di kafe Into sebrang jalan Aniland. " Ucap Frans tegas.
"Baik tuan, besok saya akan kesana. " Jawab Gio senang siapa tahu pria itu akan memberinya pekerjaan, Jadi apa saja Gio pasti mau asalkan menghasilkan uang, usai itu Frans mematikan teleponnya tanpa menjawab lagi, Gio kembali melanjutkan tidurnya yang tertunda.
...Beberapa jam sebelumnya...
Ayana terlihat baru pulang saat jam sudah menunjukan hampir di angka dua belas malam, Perempuan cantik itu memasuki rumahnya, dia berjalan hendak naik ke lantai dua, saat tiba di ruang tamu Ayana mendapati ayahnya yang sedang duduk tenang dengan satu cangkir teh di tangannya.
"Baru pulang? " Tanya Frans basa-basi.
Ayana tersenyum lalu mendekat dari belakang dia mengecup kedua pipi Frans dengan sayang, lalu melingkarkan kedua tangannya di pundak sang ayah." Papah gak marah kan? Ayo lah Pah, Aya udah gede kali udah dewasa.Masa Papa masih marah sih? " Rengek Ayana dengan manja, Meski sudah bangkotan ia merasa masih anak-anak yang baru berusia lima tahun.
"Dari mana, kamu? " Bukan menjawab Frans malah bertanya.
"Lah emang Mamah gak bilang, Aya dari mana?Aya dari acara tunangannya Giselle, Pah. Seru deh acaranya lancar dan meriah. " Ceritanya dengan sangat antusias.
"Kamu kapan? " Tanya Frans seraya meletakan cangkir tehnya.
Ayana mengerenyit heran." Kapan apanya? " Tanyanya.
Frans menatap putrinya dengan lekat." Ya kamu dong, Kapan Menikah? "
"Aku masih belum mau menikah, Nanti aja, " Tolak Ayana cepat.
"Kapan? Saat usia kamu lima puluh tahun, begitu ya? " Frans menatap putrinya serius.
"Yakali Pah, Masa lima puluh tahun baru nikah?Setidaknya 35 atau 37, Sekarang masih pengen bebas dulu, lagian belum nemu yang pas, " Ucap Ayana.
"Bulan ini kamu akan menikah, Papah udah punya calon yang akan menjadi suami kamu." Ujar Frans langsung yang membuat Ayana membelalak tak percaya.
"Jangan ngawur, Pah? Aku gak mau di jodohin ya! Apaan sih kaya nggak laku aja pake segala di jodohin. " Tolak Ayana dengan ketus, Apaan dirinya memang tidak laku atau apa sih sampai harus di jodohkan, dia sudah sangat muak sekali mendengar tentang perjodohan ini, seluruh keluarga selalu saja membahas perjodohan dirinya, Mereka berlomba-lomba mencarikan lelaki yang sekiranya pantas untuknya, benar-benar menjengkelkan!
"Kamu memang tidak laku kan? Kalau memang laku harusnya udah dari lama bawa calon suami, Atau setidaknya ada yang datang kesini untuk melamar kamu, Ini mana? Kamu udah tiga puluh loh Dek, Tapi kok masih betah aja sendiri, Apa gak pengen kawin? Kawin enak loh, seru, Kamu akan berumah tangga dan memiliki anak yang banyak. " Ayana semakin menganga tak menyangka kalau ayahnya yang sangat ia hormati itu kini tengah mengejeknya.
"Kali ini jangan nolak Aya, Papah sudah lelah dengan semua pekerjaan yang terus mencekik Papah, Sudah saatnya kamu dan suami yang akan menggantikan, Papah juga ingin segera menimang cucu dari kamu. " Frans menarik napas lelah, lalu kembali menyesap tehnya yang tinggal separuh.
"Papah hanya ingin menikmati masa tua kami dengan tenang dan bahagia, Papah juga ingin melihat anak-anak kamu berlarian di halaman rumah kita yang luas ini, Hanya itu Aya, apa kamu tidak ingin mengabulkannya untuk Papah dan Mamah? " Tanya Frans seraya menatap lekat putrinya yang sedang menatapnya juga.
Meski sangat jengkel, tentu saja Ayana tidak suka ayahnya yang seperti itu, Itu sama saja membuat dirinya merasa seperti anak yang durhaka jika tidak menurutinya." Kalau begitu beri Aya waktu, Aya akan cari sendiri gak mau di jodohin, Aku janji tahun ini akan menikah. " Jawab Ayana lembut supaya sang ayah luluh.
"Sampai Papah ini di kubur, begitu ya? Kamu selalu ngomong gini dari lima tahun lalu, Mana buktinya tidak ada satupun lelaki yang kamu bawa kesini, Malah si bencong itu terus yang kamu tenteng-tenteng kesini, Muak Papah. " Ucap Frans dengan tatapan sendu.
Ayana mendesah panjang seraya menatap ayahnya dengan lekat." Berapa usianya? Dan dia kerja apa? Kerja di kantor Papah ya, Atau punya bisnis lain, Kaya Leo dan Mas Abi? " Tanya Aya dengan serius.
"Masih SMA. " Jawab Frans yang seketika saja membuat Ayana terkejut dengan kedua bola matanya yang hampir keluar.
"Pah? Papah gak lagi ngelindur kan? " Ayana menatap ayahnya tak percaya.
"Gak dong, enak aja Kamu tidur aja belom, Dia masih SMA dan sebentar lagi lulus kayanya, Kalian akan Papah nikahkan segera, Agar Papah bisa cepat mengajarinya di kantor. " Ujar Frans dengan tenang." Papah gak suka di tolak, Pokonya bulan depan kamu akan menikah sama dia, jangan salah calon suamimu tampan bahkan lebih tampan dari si Bebengok itu. " Sambungnya tegas.
"Bebengok siapa? " Tanya Ayana tak mengerti.
"Si Leho, Pria gila yang selalu kamu agung-agungkan itu. " Frans mendengus kasar teringat pada lelaki gila yang dulu begitu di cintai oleh putrinya itu.
"Leo, Pah. " Koreksi Ayana yang di hadiahi dengusan sini dari Frans.
"Terserah lah, Pokonya bulan depan kamu akan menikah, Papah gak mau tau. " Kekeuh Frans tak mau di bantah sama sekali, Ia sudah cukup terus mengalah kala Ayana terus menolak beberapa lelaki yang di kenalkannya, tapi kali ini tidak akan, Frans harus bisa lebih tegas lagi pada putrinya itu.
Ayana hanya menganga menatap tak percaya pada pria yang juga sedang menatapnya dengan wajah serius, Ayahnya menyuruhnya untuk menikah dengan bocah yang bahkan masih duduk di bangku sekolah katanya.Hey! Yang benar saja ap-apaan sih ini, Kenapa hidupnya jadi lucu begini, tiba-tiba saja di jodohkan dengan bocah SMA pula.
Ayana mengira ucapan ayahnya hanya sebuah lelucon atau bisa di katakan prank, Karena sebentar dia akan ulang tahun, Namun ternyata semuanya tidak sebercanda itu, Ayahnya tidak main-main, tetap dengan serius ingin menikahkan Ayana dengan pria yang sudah di pilihnya, yang bahkan masih bocah ingusan.
"Pah? " Aya kembali memastikan apakah dirinya ini yang sedang bermimpi atau tidak.
"Papah hanya minta ini kan? Selama ini Papah gak sekali pun menuntut Aya untuk menuruti keinginan Papah, Kalau Aya sayang sama Papah maka turuti permintaan Papah ini, kalau gak, Maka gak masalah itu artinya Aya gak sayang sama Papah. " Ucap Frans seraya menyesap tehnya hingga tandas.Lalu berdiri dan berjalan membawa cangkirnya ke dapur.
...🍀🍀🍀🍀...
Pagi ini Gio sengaja berangkat lebih pagi ke sekolah, dia duduk di bangku taman yang berada di sekitaran sekolah sambil menunggui kedua temannya tiba, tidak lama Rehan dan Andre tiba dengan wajah tengil karena sehabis menggoda adik kelas mereka.
"Ngelamun aja lu, Juned? " Andre menepuk bahu Gio yang sedang duduk sambil memerhatikan tukang bersih-bersih taman.
"Muka lu kenapa Gi, Kusut amat kaya hidup si Andre, " Tanya Rehan, Lelaki selengekan itu mendudukan dirinya di samping Gio.
Gio hanya mengibaskan tangan." Biasa lah Si Bian anjing. " Jawabnya malas.
"Ck ck ck, Ipar lu itu musti di apain ya? Gak habis thinking gua, Gak ada tobatnya dan anehnya dia masih hidup aja sampe sekarang, " Andre berdecak kesal pada laki-laki bernama Bian itu, Baginya orang seperti Bian tidak pantas hidup karena hanya menyusahkan orang saja, kasihan istrinya yang super sabar dan cantik itu.
"Apa dia gak mikir ya? Ka Indri baru aja lahiran kan? Minimal ya sadar kek, Gitu ya, Ini mah buat onar terus dan lagi malah mukulin adik ipar yang udah banyak bantu dia, Sinting kali itu orang. " sungut Rehan seraya meremas cangkang roko, lalu membuangnya ke tong sampah.
"Emang sinting. " Timpal Andre benar-benar geram.
Gio tak ikut berkomentar, Karena hanya akan menguras emosi saja pikirnya." Udah lah jangan bahas Bian mulu. "
Gio merogoh botol minum dari tasnya, Kedua temannya setuju dan langsung ganti topik menjadi membahas adik kelasnya mereka, Fitria, Si bahenol idaman guru berkumis tebal Pak Wisnu dan Pak Jajang.Mata Gio melirik ke arah Rehan, Ia melihat bercak merah di sekitar leher pemuda itu." Leher lo kenapa, Han? " Tanya Gio seraya menyimpan botolnya.
Rehan terlihat salah tingkah akan pertanyaan Gio." Abis nganu dia, Gi. " Andre yang menjawab karena dirinya tahu penyebab leher Rehan.
"Buset? Siapa oy, Pacar lu ganti lagi? " Gio menatap Rehan serius.Dirinya tak percaya kalau Rehan yang ternyata seliar itu, Pemuda itu sering kali mengajak para gadis yang sedang di pacarinya naik ke ranjang.
"Bukan, Lo mau tahu gak? " Rehan mendekatkan bibirnya ke telinga Gio lalu membisikan sesuatu.
Gio terbelalak dan reflek memukul bahu Rehan dengan wajah terkejut." Gila lo, Apa sih yang ada di otak lo? Gak nyangka lo bisa begitu Han. " Ucapnya seraya mengusap wajahnya dengan kedua tangan berkali-kali.
"Karena lo belum nyobain aja, enak loh Gi, Gak perlu cape-cape gua di bengkelnya mas Tito, tinggal puasin aja tuh tante-tante duit pun ngalir cuy.Minggu depan aja gua dapat motor baru dari salah satu sugar mom gua. " Dengan bangga Rehan menceritakan kelakuannya.Tentu saja membuat Gio mendengus tak menyangka sahabatnya sampai sejauh itu.
"Sugar mom itu siapanya sugar glider? " Tanyanya dengan wajah lelah menghadapi Rehan yang gila ini.
"Rehan bener, Gua aja baru beberapa kali nyoba lumayan loh duit ngalir Gi, Kalau lo mau ikut ayo gua sih yakin banget pelanggan lo pasti lebih banyak dari kita, Secara lo sempurna secara fisik. " Andre ikut mengompori, keduanya memang sama saja, sama-sama sesat.
"Sayang loh Gi, muka ganteng dan anu gede tapi di anggurin, Anu lo gede kan? Ya mending di gunain biar dia ada kerjaan. " Sambungnya tanpa dosa.
"Sesat lo berdua. " Ujar Gio seraya menggeleng.
"Jangan salah, Gak semua tante-tante berumur loh, bahkan ada yang janda kembang gitu baru cerai sama lakinya terus dia butuh kesenangan, beuh hoki banget cuy masih seger-seger. " Rehan menjelaskan bagian-bagian lekuk tubuh pelanggannya yang uwouh banget itu.
"Bodo amat, Gua gak tertarik ngapain juga mau kok sama tante-tante, Kalian gak jijik apa? Masa iya ngejamah tubuh yang udah kisut sebagian, Geli. " Gio bergidik ngeri kala membayangkan Rehan dan Andre mencumbu tubuh-tubuh peot dan kisut, kedua temannya itu malah terbahak melihat tingkah Gio yang seolah jijik, dia belum tau saja pikir mereka.
"Merinding gue nih, jangankan cewek yang udah berumur, bagi gua nih ya, Cewek yang udah lewat dua puluh lima tahun itu menurut gua udah tua.Jadi gua ga bakal sanggup ngejamah yang udah tiga puluh tahun ke atas. " Sambungnya dengan wajah bergidik ngeri.
"Idah-idih juga sekarang aja sih, kalau udah nyoba mah pasti ah ih ah ih lo_" Ucapan Andre terhenti karena Gio memukul bahunya.
"Goblok, Amit amit dah gue. " Gio menggaruk batang lehernya karena geli.
Andre dan Rehan tertawa mendengar ucapan Gio, Mereka memaklumi karena Gio belum pernah seperti itu, dan mungkin saja sih karena kekasihnya juga wanita baik dan alim, rasanya tidak mungkin Gio akan berbuat yang tidak-tidak dengan Amanda, Gio juga tidak suka mendekati perempuan yang di atas usianya sering kali dekat dengan gadis-gadis lucu.Yang bahkan umurnya saja masih bau kencur kalau kata Rehan dan Andre sih begitu.
"Iya gua ngerti, tapi saran gua sih lumayan, kita ini sama banyak hutang, sama-sama susah, lo juga lagi ada masalah kan? Mending ikutin kita aja lu bisa meringankan beban keluarga, Lo bisa bawa tante Mira kerumah sakit dan memberi makan enak buat Ka Indri.Kasian dia abis lahiran butuh nutrisi dan gizi yang cukup, Gi.Dan ponakan lo juga terjamin. " Saran Andre yang di setujui oleh Rehan.
Gio tak menjawab ia hanya diam, Sungguh dirinya mencerna dengan baik-baik saran dari sahabatnya itu, kini batinnya berperang apakah dirinya harus mengikuti saran Rehan dan Andre untuk merubah nasib, Atau tetap teguh pada pendiriannya agar jangan pernah mencoba-coba maksiat dengan berbuat dosa melebihi batas. Cukup dengan Amanda saja dia sering kali berbuat mesum meski masih dalam batas, hanya sekedar ciuman dan saling meraba selebihnya Gio tak berani.Jujur saja Gio mulai goyah dan tertarik dengan tawaran itu, karena Gio ingin memberikan perawatan terbaik untuk ibunya, dan menjamin Kaka beserta keponakannya hidup dengan layak.
Gio sedih kala melihat kakanya selalu makan dengan seadanya, padahal baru selesai melahirkan, seharusnya kakanya itu makan makanan yang bergizi dan kaya akan vitamin untuk menunjang kesehatan dan pemulihan. Pasca melahirkan, juga nutrisi untuk asi yang di minum Billa keponakannya.Namun semua itu tidak di dapatkan oleh kakanya mau pun Billa, karena mereka hidup pas-pasan bisa makan saja sudah sukur.
Sudah satu jam lamanya, Namun Ayana masih duduk di meja makan, awalnya dirinya akan makan tapi malah melamun panjang, Makanannya tidak di sentuh sedikit pun hanya di aduk-aduk saja dengan sendok hingga benyek dan bengkak.Dirinya masih kepikiran mengenai perintah ayahnya semalam.
Ayana sungguh tak sanggup menolak mau pun menerima perintah Frans untuk menikahi laki-laki yang bahkan katanya masih sekolah itu, Bagaimana bisa Ayana akan menikah dengan anak-anak yang biasanya di usia segitu sedang nakal-nakalnya, karena di usia remaja itu biasanya sedang mencari jati diri dan sedang menikmati masa-masa remaja yang tidak akan terulang lagi, mengapa dirinya berpikiran kesana, karena Ayana pernah di posisi itu bahkan hingga saat ini.
Ayana membayangkan ketika sudah menikah nanti, betapa repotnya dirinya memiliki suami bocah, pagi-pagi Ayana pasti harus selalu bangun lalu menyiapkan keperluan suaminya ke sekolah. Belum lagi suaminya pasti sedang senang-senangnya main dan pacaran, karena biasanya usia belasan itu sedang gemar-gemarnya berganti-ganti pacar, seperti dirinya dulu.
Ayana menarik napas sepenuh dada,Ini tidak bisa di biarkan, Ayana harus bisa menemui pria itu dan akan menekannya agar mau membatalkan pernikahan mereka, enak saja! Ayana yang cantik ini masa iya harus menikahi anak kecil sih?
"Gue gak bisa diem aja, Pokonya gue harus temuin tuh bocil. " Gumamnya seorang diri.
Ayana ini cantik dan modis, anak orang kaya lagi. Jangankan untuk menikahi pria matang dan pengusaha kaya raya menikahi aktor besar saja bisa, jika Ayana ingin. Hanya saja dirinya masih terpaku pada satu orang, yang namanya sudah terpatri dalam hati selama lebih dari dua belas tahun.Leonardo Prasetyo, Nama lelaki yang selalu Ayana puja dan damba meski pria itu menyakitinya berkali-kali, tapi sudah lebih dari dua belas tahun pria itu mengisi hati Ayana dan tidak lekang oleh waktu.
Tak mau munafik meski dia benci setengah mati pada lelaki itu, tapi cintanya masih ada hingga kini. Walau Leo sudah menikahi Imelda Gunadi__Wanita pilihannya, tapi Ayana tetap mencintainya tidak peduli seburuk apa pun Leo, Cantik-cantik tapi agak goblok ya si mbak ini.
Kisah cinta Ayana tidak semulus wajah dan lututnya, Cintanya bertepuk sebelah tangan, Ayana sangat mencintai Leo, tapi Leo tidak pernah menganggapnya walau sekali pun, dan selalu mengatakan bahwa Ayana sudah di anggapnya sebagai adik oleh pria itu, namun Ayana yang agak kurang seons ini tetap kukuh memperjuangkan cintanya untuk Leo meski berkali-kali dia harus jatuh dan tersingkir karena beberapa wanita yang lebih unggul mendapati posisi di hati lelaki itu.
Bahkan sempat dengan bodohnya Ayana ingin menyerahkan tubuhnya saja pada Leo asalkan ia bisa menggenggam lelaki itu selamanya, namun sayang, Leo tidak tertarik sama sekali kepadanya. Dan tetap tidak mengganggapnya, dan malah mengatakan bahwa Ayana hanya sedang berlatih menjadi j*l*ng karena menggodanya dengan tubuh berisinya itu.
Ayana yang memang bebal pun dia tidak pernah sekali pun peduli akan perkataan Leo yang terdengar telah menghinanya itu, dia selalu Dan akan selalu memaafkan sebesar apa pun kesalahan Leo padanya, Cinta memang bisa mengambil kewarasan seseorang, buktinya Ayana rada-rada karenanya.
"Non, kalau gak bisa makan itu, makan yang lain aja. " Ujar Bi Narti membuyarkan lamunan Ayana.
"Iya, Ini tolong beresin aja saya mau ke rumah Cindy, nanti tolong bilang sama Mamah ya kalau saya pergi. " Pamit Ayana seraya berlalu setelah di angguki oleh Bi Narti. Usai berganti pakaian Ayana bergegas menemui Aneska, dirinya ingin curhat mengenai perjodohan konyol yang di rencanakan ayahnya itu.
...🌺🌺🌺...
Usai sekolah Gio bergegas keluar menuju pinggir jalan raya, dirinya akan langsung menemui Pak Frans di tempat yang sudah di janjikan, Gio menyetop angkot lalu masuk dengan buru-buru. Beberapa menit kemudian ia telah sampai di depan kafe Into sesuai tempat yang di janjikan Frans, Gio masuk dan pelayan langsung menyambutnya.
"Mas Gio ya? " Tanyanya ramah, Gio mengangguk dengan senyum lalu pelayan itu langsung mengarahkan Gio untuk ke ruangan lain, Gio melihat Frans yang sedang meneliti buku menu di tangannya, kemudian pria tua itu menyadari kedatangan Gio.
"Ayo duduk dan pesan yang kamu suka. " Suruhnya pada Gio, Kemudian menyerahkan buku menu yang lain.
Gio menerimanya walau dengan grogi." Air putih aja, Tuan. " Ucap Gio merasa tidak enak dan malu di tawari seperti ini, apa lagi baru kenal takut di kira tidak sopan kan.
"Masa air putih aja? Pesan apa aja yang kamu suka, jangan sungkan, " Titah Frans tegas membuat Gio semakin kikuk.
"Teh manis aja kalau gitu Tuan, " Pintanya dengan sopan.
Frans terkekeh seraya menutup buku menu di tangannya." Gio, di sini gak ada teh manis atau pun teh hangat, Ini kafe bergaya jepang semua makanan dan minuman di sini ala jepang. Memang ada teh tapi rasanya beda dari teh indonesia." Jelas Frans membuat Gio tersenyum kikuk dan malu." Ayo baca dan pilih. " Suruh Frans lagi.
Gio mulai memilih menu makanan yang menurutnya enak dan ia suka, Namun sampai hampir lima menit lamanya dirinya tak kunjung menemukan makanan yang dia suka, semuanya aneh pikir Gio
"Apa aja tuan, Saya gak pemilih. " Ucapnya pada Frans seraya menutup buku menu, Gio bingung karena tidak mengenal semua jenis makanan itu dari gambar dan namanya saja sudah aneh-aneh pikir Gio, apa lagi rasanya pasti lebih aneh lagi.
Frans lagi terkekeh." Baik lah. " Ucapnya kemudian memanggil pelayan dan memberi tau pesanan dirinya dan Gio.
"Hanamasa? Sushi tai? eh tei apa tai sih tadi?Aneh banget nama-namanya? " Tanya Gio dalam hati, lalu Gio hanya diam seraya memikirkan nama-nama makanan yang di sebutkan oleh Frans tadi, dirinya belum pernah mendengar nama-nama makanan itu sebelumnya, maklum lah Gio kan udik sekali.
Kemudian pesanan datang Frans langsung melahap makanannya, sedangkan Gio hanya mematung seraya memandangi makanan di depannya." Ini nasinya kenapa di gulung-gulung begini sih? Kaya lemper, Ini juga daging sapi banyak amat mana ribet lagi harus di panggang dulu, Keburu laper atuh ini mah. " Gerutu Gio masih dalam hati tentu saja.
"Apa orang kaya kalau gabut pasti begini ya? Niat makan di luar karena males masak, Sampe resto kudu masak sendiri, lalu apa gunanya makan di luar? Mending di rumah nyeduh indomeh. " Batin Gio.
Gio menyuapkan bulatan sushi ke mulutnya meski ragu menggunakan sumpit dengan susah payah, bahkan tangannya sampai gemetaran menggenggam sumpit yang menurutnya sangat licin sekali, setelah itu perlahan dia mulai mengunyah dan terdiam karena rasanya sangat aneh di mulutnya.Gio melirik Frans yang sedang fokus makan tanpa mempedulikan apa pun.
Tangan Gio diam-diam mengambil tisu lalu mengarahkan ke mulutnya dan membuang makanan itu, dengan buru-buru Gio minum jus stroberi hingga setengah, sumpah demi apa pun Gio belum pernah memakan makanan seperti itu. Ini pertama kalinya ia mencoba rasa aneh dari makanan jepang ini, karena Gio terbiasa makan nasi bungkus dari warteg.
"Ih, rasanya aneh banget, Ikan mentah di gulung-gulung pake nasi, Gak punya gas apa gimana ini kafe? " Dumel Gio dalam hati bahkan lidahnya terasa kebas sekarang karena rasa ikan mentah tadi masih terasa di lidahnya.
"Masih enakan karedoknya bude atuh. " Gio membandingkan dengan masakan tetangganya yang terkenal sangat enak.
"Loh kamu gak makan? " tanya Frans setelah sadar bahwa Gio hanya diam mematung.
Gio tersenyum walau sangat malu sekali rasanya." Saya, kurang suka makanan ini Tuan, maaf gak terbiasa. " Ucapnya jujur dari pada pura-pura suka padahal menyiksa diri mending jujur asal selamat, urusan malu mah belakangan pikirnya.
"Makan ini aja kalau gitu. " Lagi Frans terkekeh melihat tingkah Gio yang menurutnya lucu, Kemudian Frans memberikan daging sapi yang sudah di panggang untuk Gio makan beserta sayur dan sausnya.
Dengan malu-malu Gio mulai menerima, lalu memakan daging sapi panggang yang terasa sangat empuk dan lezat itu, hingga beberapa suapan karena memang dirinya sangat lapar.
"Ka Indri pasti doyan nih, Ah seandainya bisa bawa ibu sama kaka kesini, Pasti mereka seneng. " Gumam Gio dalam hati tiba-tiba ia berhenti mengunyah karena air mata sudah menganak sungai, dengan terpaksa Gio memakan daging panggang itu sampai habis walau tanpa nasi, Beruntung Frans tidak menyadari bahwa Gio sempat hampir menangis.
...🍀🍀🍀...
Setelah makan Frans mengajak Gio ngobrol dengan serius sambil sesekali pria tua itu menyesap rokonya, Gio hanya menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan Frans seadanya, dia tidak suka menceritakan keadaan keluarganya pada orang lain, apa lagi pada orang yang baru di kenalnya. Di sini Gio sudah benar-benar berharap akan di beri pekerjaan oleh Frans sebenarnya sedari tadi ingin bertanya namun Gio tidak berani.
"Ibu kamu sudah lama sakitnya? " Tanya Frans setelah mereka membahas keadaan ibu Gio, Gio dengan terpaksa mengatakannya karena Frans memancing.
"Sudah hampir empat tahun, karena terhambat biaya jadi terpaksa pengobatan di tunda dulu, Jadi karena itu penyakit ibu semakin parah. " Jujur Gio bukan semata-mata Gio menjual derita dan penyakit sang ibu, Gio hanya berharap Frans memberinya pekerjaan dengan gaji yang layak, Agar dirinya bisa membawa sang ibu berobat ke rumah sakit yang bagus.
Frans mengangguk-anggukan kepalanya paham." Gio, Saya bisa bantu mengobati Ibu Kamu sampai sembuh, Ibu kamu perlu di rawat di rumah sakit agar dokter bisa menangani dengan baik. Jika tidak ibu kamu bisa tidak selamat. " Ujar Frans yang tentu saja membuat Gio terkejut akan ucapan pria itu, namun Gio tak ingin menyela ia hanya diam mendengarkan.Dan kemudian Frans sudah mulai ke inti cerita.
"Namun semua itu ada syaratnya, kalau kamu sanggup memenuhi permintaan Saya, Saya akan menyanggupi dan menanggung semua biaya pengobatan Ibu Kamu hingga sembuh.Bahkan tidak cuma itu saja, Saya bisa menjamin biaya hidup kamu juga. " Ucap Frans dengan lugas.
Gio hanya mengerjap beberapa kali, dia tidak mengerti ucapan pria itu tentang syarat yang di maksudnya.
"Gimana Gio, Kamu sanggup gak kira-kira? " Tanya Frans yang membuat Gio mengerut dahi mengatakannya saja belum sudah meminta jawaban saja bagaimana sih Pak." Oh iya, Pasti kamu belum paham kan ya? Oke Saya akan beri tahu, jadi begini. " Frans meminum teh ocha di gelasnya yang tinggal setengah sebelum kembali melanjutkan ucapannya.
"Saratnya, Kamu hanya perlu menikahi putri Saya, Ayana namanya, dan beri saya beberapa cucu dari hasil pernikahan kalian, juga bahagiakan putri saya dan jangan pernah menyakitinya.Hanya itu saja Gio. " Jelas Frans seraya menatap Gio yang juga sedang menatap dirinya dengan horor.
"Kamu dengar apa yang saya katakan? " Tegur Frans menyadarkan Gio yang bengong saja.
"Ah, Iya tuan saya mendengarkan, " Jawab Gio kikuk, dirinya buru-buru menyesap jus seraya mencari jawaban untuk menolak tawaran Frans agar tidak menyinggung perasaannya.
"Jadi gimana dengan tawaran saya? " Tanya Frans langsung, setelah ia yakin kalau Gio sudah bisa menjawabnya. Dia berharap banyak pada pria muda ini.
Gio berdehem sebentar lalu menggaruk lehernya yang tidak gatal." Hmm, begini tuan, Maaf saya sepertinya gak bisa. " Jawab Gio cepat tanpa berpikir dua kali.
Frans hanya mengulum senyum dirinya malah tertarik mendengar penolakan dari Gio." Mengapa begitu Gio? Bukankah imbang saya akan membiayai hidup kamu dan keluarga kamu, juga menanggung biaya pengobatan ibu kamu hingga sembuh, sedangkan kamu hanya perlu menikahi putri saya dan memberinya anak apa itu sulit bagi kamu? Bukankah enak dan mudah bukan? " Tanya Frans lagi yang berhasil membuat Gio goyah kali ini.
"Maaf kalau saya boleh tau mengapa tuan menginginkan saya? Dan kenapa gak mencari orang lain aja tuan? Yang lebih kaya atau pintar dan lebih dewasa, gak seperti saya yang bahkan masih sekolah dan pernah gak naik kelas. " Aku Gio akhirnya dengan kepala tertunduk malu.
"Saya gak butuh dari orang lain, Saya hanya suka aja saat pertama kali melihat kamu, karena saya pikir kamu sangat cocok untuk mendampingi putri Saya. " Jawab Frans yang seketika membuat Gio merinding, Ia yakin mungkin saja putri Pak Frans itu tidak normal, Atau memiliki kelainan mental atau bisa saja cacat fisik, Makanya Frans meminta dirinya yang miskin ini untuk menikahi putrinya.
Tentu saja Gio tidak mau, biar pun dia hidup dengan pas-pasan tapi Gio juga menginginkan perempuan normal dan bisa memberinya kebahagiaan, Oh ayo lah, Gio ini hanya manusia biasa bukan malaikat.
"Kamu pasti ragu ya, Mengenai putri saya? Tenang aja Gio, Putri saya itu normal dan sehat sama seperti kita ini, dia adalah putri saya satu-satunya gadis yang cantik dan sedikit manja tentu saja. Hanya saja dia gak mau menikah dalam waktu dekat ini, Padahal usianya udah memasuki tahun ketiga puluh, tahun ini.Karena itu Saya ingin kamu menikahinya. " Ujar Frans panjang lebar dan tentu saja penjelasannya membuat Gio menganga tak percaya.
"Normal dan cantik katanya, tapi bukan yang udah udah nenek-nenek juga dong, " Batin Gio merinding membayangkan seperti apa anak Frans itu.
"Maaf tuan saya gak bisa, Saya benar-benar minta maaf, Maafkan saya. " Ujar Gio cepat tanpa berpikir lagi, dirinya tidak bisa menikah di usia muda dan apa lagi dengan tante-tante, Gio sudah membayangkan putri Frans itu perawan tua dengan tubuh tinggi dan berisi yang ketiaknya selalu basah terus. Lalu wajahnya sangar seperti neng Lela putri bapak Sakar tetangga samping rumah yang naksir dan tergila-gila kepada Gio.
Memang Frans mengatakan anaknya adalah gadis yang cantik, tentu saja memangnya apa ada dan orang tua mana yang akan mengatakan bahwa putri atau putranya sangat jelek dan semacamnya, Gio maklumi itu tapi dia tetap tidak bisa menerima tawaran Frans ini.
"Coba kamu pikirkan lagi, Siapa tau tawaran saya ini kamu butuhkan dalam waktu dekat-dekat ini, Saya masih menunggu jawaban kamu dalam waktu tiga hari, kalau begitu saya duluan. " Pamit Frans langsung keluar tanpa menunggu jawaban dari Gio.Frans sedikit sakit hati dan tak terima putrinya di tolak mentah-mentah, bahkan oleh pria miskin seperti Gio.Memangnya dia siapa bisa menolak putri seorang Frans Adelard Himawan, yang selalu di hormati dan di sanjung oleh semua kalangan di kotanya.
"Kirim semua data-datanya. " Ujar Frans pada asistennya, Ia telah menyelidiki kehidupan dan latar belakang tentang Gio, dirinya tidak mungkin menawarkan putrinya pada orang sembarangan yang asal-usulnya tidak jelas dan memiliki latar kehidupan yang buruk.
Dan pilihan Frans tetap yakin pada Gio, meski pria itu masih sangat muda Frans tetap yakin bahwa Gio bisa di percaya untuk memegang perusahaan dan mendampingi putrinya, Gio itu pria yang baik dan pekerja keras dan tentu saja tidak memiliki catatan kriminal atau kejahatan semacamnya. Frans hanya butuh menyingkirkan satu orang saja, ya itu Bian pria itu pasti akan menjadi benalu di kehidupan putrinya dan Gio ke depannya.
Setelah kepergian Frans Gio hanya termenung di meja sebelum beranjak dari sana, Sepanjang jalan Gio merenungi ucapan Frans dirinya kembali berperang apakah harus menerima tawaran menggiurkan dan menguntungkan itu, atau Gio tetap menolak karena harga dirinya di pertaruhkan di sini, bukan semata-mata Gio menolak semua itu, ia hanya tidak ingin di cap laki-laki yang gila harta dan di tuduh mengincar kekayaan orang lain.
...🍀🍀🍀...
Sementara di rumah Aneska, Ayana dan Cindy sedang bermain ludo setelah makan siang. Keduanya menghabiskan waktu di rumah Aneska hingga petang, setelah sesi curhat selesai Ayana enggan untuk pulang karena takut bertemu sang ayah, Aneska dan Cindy mendorongnya untuk menerima tawaran sang ayah, agar Ayana menikahi bocah itu namun Ayana tetap pada pendiriannya, dia tidak akan menerima pernikahan gila yang sedang ayahnya rencanakan itu.
"Tapi Ay, Kalau kata gua mah lu terima aja deh lumayan cuy dapat suami brondong, masih seger lagi. " Ujar Aneska seraya memakan semangkuk besar sereal cokelat." Kan lumayan bisa di pamerin ke temen-temen alumni SMA kita dulu. " sambungnya.
Ayana mendengus sebal dan menghentikan permainan ludonya, padahal dirinya tadi sudah mengatakan untuk tidak lagi membahas mengenai pernikahan itu, tapi memang dasarnya mulut Aneska yang ember dan tidak bisa diam.
"Gua juga setuju sih, soalnya kan pilihan orang tua itu biasanya tidak salah, ya emang sih pasti nanti lu di cibir orang dapat suami kok anak ingusan gitu, tapi kan hidup untuk kita sendiri ngapain mikirin orang. " Timpal Cindy ikut menasehati.
"Lagian kenapa gak di coba dulu aja, kalau enak bisa di terusin." Sambungnya seraya tertawa.
"Di terusin, Lo pikir beli buah? " Tanya Aneska.
"Kan itu juga buah, sama aja buah k_" Ucapannya terhenti karena Ayana melemparinya dengan boneka beruang milik Aneska membuat ketiganya terbahak-bahak.
"Tapi gua gak bisa, masa iya punya suami yang masih bocah sih? Yang ada nanti malah ngerepotin gua doang, Ih males banget. " Ucap Ayana seraya melihat jam karena sebentar lagi akan segera pulang, tak terasa malam sudah semakin larut.
"Kalian coba deh bayangin anak bocah bisa apa sih? Jangankan untuk kerja dan ini itu buat muasin gua aja belum tentu bisa, titidnya aja masih kecil kayanya, mungkin aja baru tumbuh dan hanya segede pisang muli. " Ayana mengacungkan telunjuknya sambil mengejek dan membayangkan milik calon suaminya hanya sebesar jari telunjuknya atau pisang muli.
Tawa Aneska dan Cindy menggelegar di ruangan kamar Aneska yang sangat luas itu." Iya juga sih kan kita juga gak mau ya kalau batin nggak puas mah, Kepuasan ranjang juga salah satu alasan rumah tangga awet dan harmonis, Gue juga gak mau kalo gak puas bisa bisa muter terus kepala gue siang malam. " ujar Aneska yang memang pemain yang sudah pro dengan pacarnya.
"Jangan salah loh, biar masih kecil-kecil juga tapi anak jaman sekarang mah anunya gede, anu kan bawaan ya, jadi mau orang itu masih usia remaja atau sudah dewasa sekali pun kalau dia emang di anugrahi barang gede ya pasti gede dong barangnya. " Cindy masih tetap pada prinsipnya bahwa setiap anu laki-laki itu berbeda-beda sama seperti dada perempuan misalnya, Kurus, Gemuk. Tua muda bukan tolak ukur barang tersebut kecil atau besar. Karena biasanya yang memiliki badan berisi belum tentu memiliki dada yang berisi juga begitupun sebaliknya.
"Iya deh iya, ribut bahas kntl mulu kalian. " Sungut Ayana vulgar membuat kedua temannya itu terpingkal, Hey yang benar saja bahkan tadi Ayana sendiri yang memulai mengapa jadi menyalahkan orang lain sih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!