Gio sedang berada di rumah sakit seperti biasa menjenguk ibu, Gio rajin dan selalu menyempatkan waktu untuk menengok ibunya. Walau lelah sekalipun Gio tidak pernah mengeluh, pulang sekolah lanjut kerja, setelah itu menemui ibunya dan tidak lupa membantu Kakanya juga di rumah, beruntung jika urusan dengan Frans Gio bisa melalui telepon saja, jika tidak maka ia akan sangat kerepotan membagi waktu.
Gio memandangi ibunya dengan sendu, ada banyak keluhan yang bersemayam di benaknya yang ingin di sampaikan dan di ceritakan pada sang ibu. Gio ingin bercerita pada ibunya mengenai rencana konyol yang dirinya ambil tanpa memikirkannya lebih dulu, dua hari lagi pernikahan akan di laksanakan namun Gio tidak bisa memberitahu keluarganya, bagaimana bisa ia memberitahu Kaka dan Ibunya tentang pernikahan dadakannya dengan seorang perawan tua Putri dari orang kaya yang sudah memberinya biaya untuk pengobatan sang ibu.
Gio sudah bisa membayangkan, betapa syok dan terkejutnya Kaka dan Ibunya itu nanti, maka dari itu lebih baik Gio merahasiakan dulu saja semuanya, dari pada rencana itu gagal karena dirinya tahu Kaka dan Ibu pasti tidak akan setuju dengan rencananya itu. Gio berpikir setelah menikah nanti baru ia akan memberitahu kaka dan ibunya, dan untuk sekarang biarlah dulu Gio ingin menyembunyikannya dari semua orang.
"Kamu udah makan, Sayang? " Tanya Mira.
Gio mengangguk tangannya terulur menyentuh tangan Mira." Udah tadi, sekarang ibu yang makan ya, biar aku suapi. " Ucapnya, Mira mengangguk dengan senyuman yang tak hilang walau sebentar saja.
Anak lelaki Ibu Mira itu mengambil bubur di meja dekat ranjang pasien, dia mulai menyuapi Ibunya dengan telaten, rak lupa senyum manis selalu menghiasi bibir tebalnya." Kamu baik-baik aja kan? Kok Ibu ngerasa kamu kaya lagi punya masalah ya? Semoga hanya perasaan ibu aja. " Ujar Mira seraya menghentikan tangan Gio yang hendak menyuapkan bubur ke mulutnya.
"Gak ada, Aku emang biasanya juga gini kan?Namanya orang hidup udah pasti punya masalah Bu, " Kelakar Gio tak ingin Ibunya kawatir.
Mira menepuk tangan Gio seraya mendelik." Kamu itu selalu bisa aja jawabnya kalau Ibu tanya. "
Gio tertawa seraya kembali menyuapkan nasi ke mulut Ibunya." Kan anak Ibu ini pintar calon dokter gitu loh, Kalau jadi tapi. " Ucapnya dengan bangga membuat Mira mencubit pipi mulusnya. Keduanya tertawa melupakan masalah hidup yang tiada henti menimpa mereka.
Tak terasa waktu sudah semakin malam,Gio kembali menginap lagi beruntung hari ini shift satu jadi tidak ada pekerjaan lain, Gio menyisir rambut ibunya yang sudah mulai menipis karena penyakit yang semakin parah akibat panas sampai rambut Ibunya itu rontok. Gio menahan sesak dan tangis kala menyisir helai demi helai rambut sang ibu berjatuhan, Gio selalu ketakutan bagaimana jika Ibunya meninggal lalu dengan siapa dirinya nanti, Gio tidak bisa membayangkan betapa menderitanya dirinya jika di tinggal sang Ibu dalam keadaan seperti ini.
"Bu.." Suara Gio terdengar bergetar.
Mira mendongak dan tersenyum." Kenapa, Sayang? " Tanyanya padahal sudah tahu bahwa sang anak sedang sedih melihat keadaannya saat ini.
"Ibu jangan pergi ya, Kalau ibu pergi aku sama siapa nanti? " Ujar Gio lirih.
Mira menyentuh tangan besar Gio seraya mengusapnya lembut." Jangan kawatir Ibu akan bersama kamu, Ibu gak akan kemana-mana sayang. " Balas Mira menenangkan ia sudah paham bahwa Gio sedang sedih dan takut di tinggal olehnya.
"Tanpa Ibu aku gak mungkin bisa hidup Bu. " Ucap Gio dengan wajah sedih, bagaimana tidak sedih dia melihat sang Ibu yang lemah dan rapuh seperti ini. Apa lagi Gio akan meninggalkannya meskipun dia pasti akan sering menjumpai sang Ibu, mulai esok Gio harus tinggal di kediaman Frans karena harus menyiapkan pernikahan.
Gio menenangkan dirinya sebentar lalu menatap Mira yang sedang memejamkan mata tapi tidak tidur." Bu. " Panggil Gio yang di balas gumaman oleh Mira.
"Gio sebenarnya mau ijin sama Ibu, Aku mau kerja di kota A di ajakin temen lumayan Bu gajinya gede buat biaya pengobatan ibu dan mencukupi kebutuhan kita. Jadinya aku mulai besok harus tinggal di kerjaan Bu. " ujar Gio memberanikan diri meminta ijin pada ibu.
Mira membuka mata lalu menatapnya dengan wajah sendu." Kenapa baru bilang sama Ibu? Ibu kan udah bilang jangan memaksakan diri bekerja banting tulang hanya untuk biaya Ibu, penyakit Ibu ini susah sembuh biar aja Ibu pergi dengan sendirinya. Ibu gak suka kamu memaksakan diri. " Mira menolak tegas dirinya tidak rela melihat Gio banting tulang sendirian. Anak seusianya seharusnya masih senang-senang tidak seperti Gio ini yang malah pontang-panting mencari uang.
"Kalau Ibu ngomong begitu lagi aku bener-bener marah Bu. Ibu pikir dengan Ibu pasrah sama tuhan seperti ini akan memperbaiki semuanya?Enggak sama sekali Bu, yang ada aku sama ka Indri yang sedih karena Ibu yang gak mau sembuh dan malah menyerah begini. " Ujar Gio setengah marah dirinya paling tidak suka mendengar dan melihat sang Ibu yang pasrah seperti ini.
Mira mengusap air matanya yang terus saja meluruh." Ibu cuma gak mau membuat kalian kesulitan, terutama akamu, Ibu gak suka melihat kamu setiap malam pulang kelelahan karena bekerja mencari uang untuk ibu yang tidak berguna ini. Ibu malu, malu sama tetangga dan semua orang, Ibu hanya beban bagi kalian, Seharusnya Ibu mati aja agar kamu dan Indri tidak terbebani lagi. " Tangis Mira pecah ia tak sanggup lagi menahan semuanya. Mira hanya ingin mati saja agar tidak lagi membenani anak-anaknya dengan penyakitnya yang semakin parah.
Gio hanya diam seraya mengusap air matanya yang hendak meluncur, Gio berdiri di depan Ibunya." Aku udah minta ijin sama ibu, Aku akan tetap ikut kerja dengan Rama, Ibu cukup doain aja di mana pun aku berada, Aku akan sering-sering jenguk Ibu kalau udah habis jam kerja. " Ucap Gio kemudian mendekat membenarkan selimut sang Ibu agar lebih menutupi tubuhnya.
"Ibu istirahat ya, Aku pergi dulu ada urusan sebentar, jangan suka sedih dan melamun. Pokonya doakan selalu anak Ibu ini agar bisa sukses seperti orang-orang. Gio sayang ibu. " Pamit Gio seraya mencium kening Mira, kemudian Gio keluar tanpa ingin mendengar jawaban sang ibu yang sedari tadi hanya diam memandanginya. Gio sengaja agar tidak terlalu sedih melihat wajah ibunya.
...🍀🍀🍀...
Ayana mengedor pintu kamar Frans dengan kasar dirinya sudah tak sabaran, dia ingin bicara pada ayahnya itu, Ingin menanyakan apa maksudnya memutuskan sesuatu tanpa persetujuannya seperti ini. Frans membuka pintu berdiri di depan Ayana dengan wajah penuh pertanyaan, ada apa putrinya ini tiba-tiba menggedor pintu kamarnya. Tentu dia tidak suka akan sikap kurang sopan yang Ayana lakukan, Ini sama sekali bukan putrinya yang ia kenal.Karena sekasar apa pun Ayana tidak pernah bersikap tidak sopan kepadanya.
"Maksud Papah apa ini semua? Aku kan udah bilang minta waktu sebentar. Nanti aku akan bawa calon pasangan aku ke Papah, dan aku mau menikah sesuai tema yang aku inginkan, bukan yang nikah dadakan begini! udah kaya orang yang hamil duluan aja! " Omel Ayana dengan berkacak pinggang di depan Frans.
"Dadakan bagaimana? Kan sebelumnya kamu udah di kasih tau? Papah nyiapinnya dari bulan kemarin loh Dek, kamunya aja yang gak siap-siap makanya bilang dadakan, bukannya Papah udah bilang besok kalian akan menikah? " Sanggah Frans seraya memakai setelan kerjanya hendak ke kantor." Jangan suka ngawur ah, Ngomongnya suka asal keluar aja. Hamil duluan apaan itu? "
Ayana memelototkan matanya kesal." Tapi gak gini juga dong, Pah! Masa iya besok banget acaranya? Aku aja belum ketemu sama itu bocah, Masa semua udah di siapin begini?" Gerutu Ayana dengan sebal, kalau sudah begini harus bagaimana dia supaya Ayahnya mau menunda pernikahannya itu, bagaimana pun caranya, dia harus bisa mengundur pernikahan itu sampai ia bertemu lelaki yang cocok untuknya.
Frans tak menanggapi malah memilih mengancingkan kemejanya." Papah coba pikir-pikir lagi deh, masa putri pengusaha nomor satu di kota ini menggelar acara pernikahan secara dadakan, apa gak menimbulkan banyak pertanyaan nantinya? Ayolah Pah, Aku gak mau di sangka hamil duluan, " Bujuk Ayana agar sang Ayah berpikir kembali untuk melaksanakan pernikahan besok.
Frans terlihat berpikir sejenak namun tetap menggeleng." Gak bisa Dek, keputusan Papah sudah benar besok kamu harus menikah, jika tidak maka keluar saja dari rumah ini dan hidup seperti gelandangan di jalan, emang kamu bisa hidup tanpa uang Papah? " Ancamnya agar Ayana mau menurutinya.
"Papah gak peduli apa pendapat orang, lagian pernikahanmu tidak akan di umbar untuk umum, tidak mungkin di gembar gemborkan juga, Papah hanya akan mengundang tamu-tamu dan keluarga yang dekat saja. Papah hanya ingin kamu segera menikah dan rumah tangga seperti orang kebanyakan, lihat coba teman-teman Papah semuanya sudah gendong cucu, Ada yang dua, tiga, Atau bahkan sudah ada yang memiliki enam cucu. Sedangkan Papah dan Mamah, hanya bisa melihat dan iri pada mereka, "
"Apa sesulit itu menuruti permintaan Papah?Padahal Papah ini gak muluk-muluk mintanya Dek, Cuma mau kamu menikah dan setelahnya belajar mengelola perusahaan agar tidak hancur kembali, apa kamu tega membiarkan perushaan yang Papah bangun dengan susah payah hancur untuk ke dua kalinya? " Frans melihat sebentar wajah Ayana yang hanya diam seraya menatapnya." Kamu tega perjuangan dan usaha Papah akan berakhir begitu saja, kalau sampai usaha itu kembali hancur? " Lanjutnya masih dengan menatap wajah putrinya yang kini sudah berkaca-kaca. Percayalah, meski terkenal keras tapi Ayana ini gampang juga meleleh, apa lagi jika itu mengenai Ayahnya.Frans bersorak dalam hati sepertinya mangsa sudah kena umpan dan masuk perangkap, memang itu tujuannya kok agar sang Anak luluh.
"Tapi kalau Aya memang tetap gak mau ya gapapa, Papah gak akan memaksa, tapi kalau Aya tiba-tiba melihat Papah terbaring kaku Aya jangan kaget, karena Papah udah lelah dengan semua pekerjaan yang terus mencekik Papah tanpa jeda seperti ini. " Sambungnya dengan wajah sendu." Dan Aya harus bersiap-siap jadi gelandangan di jalan, karena semua yang Papah miliki akan Papah wakafkan, anggap saja untuk amal supaya bisa menolong Papah di akhirat nanti, sudahlah, siap-siap saja jadi gelandangan. " Katanya seraya melirik Anaknya yang kini sudah bercucuran air mata.Ini merupakan Trik terakhir agar sang anak luluh, aslinya mah mana mungkin dia membiarkan kesayangannya itu jadi gelandangan. Boro boro, Aya lecet sedikit saja Pak Frans sudah panik sampai telepon ambulan segala.
Ayana langsung menghambur ke pelukan Frans dan menangis di sana. Aya tergugu di pelukan lelaki yang dirinya sebut adalah cinta pertamanya ini, demi apa pun Ayana tidak ingin kehilangan ayahnya walau sampai kapan pun dirinya tidak akan pernah siap.
"Jangan ngomong gitu, Aya mau.Aya bersedia menikah dengan pilihan Papah, Aku gak peduli dia siapa dan berasal dari mana, Aya hanya ingin Papah bahagia, Aya akan menuruti semua keinginan Papah, " Ucap Aya di sela tangisnya sambil memeluki Frans dengan erat." Maafin Aya selama ini selalu ngebantah semua perintah Papah. Tapi kali ini Aya akan menuruti semua kemauan Papah, asal Papah gak pergi ninggalin Aku, dan biarkan aku tetap di sini sama Papah dan Mamah. " Sambungnya dengan suara sanggau.
Frans mengusapi kepala Ayana dengan sayang." Tentu sayang, Papah udah maafin kamu, Papah hanya ingin yang terbaik untuk Aya.Papah sudah memilih yang terbaik untukmu, Sayang. Dan tentu saja Papah tidak mungkin sembarangan memilih, Papah juga sudah mempertimbangkan segalanya. Dengannya kamu akan bahagia Papah yakin itu. " Ujar Frans yang di angguki oleh Ayana.
"Ya udah sekarang Aya ikut Papah untuk mencoba gaun pernikahan kalian, hanya di coba saja apa yang kurang, karena ukurannya sudah Mamah cocokan dengan ukuran bajumu, ayolah sayang waktunya tidak begitu banyak. " Ucapnya seraya menghapus air mata Ayana yang masih meluncur deras.
Frans mencium kening Ayana sedikit lama." Putri Papah ini memang selalu cantik walau dalam keadaan menangis sekali pun. " Frans terkekeh melihat wajah Ayana yang cemberut.
"Yuk, Calon suami kamu pasti sudah menunggu di sana." Ajaknya kemudian ayah dan anak itu berjalan ke mobil dengan Ayana yang masih mengusapi air matanya, hidungnya yang mancung itu terlihat kemerahan membuat Frans gemas lalu mencubitnya pelan.
"Kalau saja Papah gak menikah dengan Mamah kamu, mungkin aja kamu lahir gak akan secantik ini. " Pujinya di sertai kekehan.
"Papah apaan sih? " rajuk Ayana malu di perlakukan seperti itu." Harusnya Papah bangga dong punya anak secantik aku ini. " Akunya bangga dan sombong.
Frans kembali terkekeh seraya mencium lagi kening Ayana." Walaupun udah tua, tapi kamu tetap cantik di mata Papah. " Godanya yang membuat Ayana mendengus.
"Aku baru 30 tahun Pah, Gak tua-tua amat kali. " Kesalnya dengan wajah cemberut.
"Iya, tapi beberapa tahun lagi pasti seperti nenek-nenek. " Balas Frans sambil terkikik.
"Mana ada nenek-nenek seger gini? " Sanggah Ayana membuat Frans tidak bisa menghentikan tawanya.
Tak terasa mobil sudah memasuki gedung butik milik desainer ternama Iwan Guniwan. Desainer kondang yang sudah terkenal dengan mahakaryanya yang nyata dan manjah, Desain karyanya sudah mendunia dan sudah di pakai oleh beberapa artis terkenal juga beberapa pengusaha kaya di negeri ini, bahkan sudah pernah di pamerkan di ajang pameran fashion show, yang pernah di adakan di beberapa kota yang ada di negeri konoha ini.
"Halo Aya " Sambut Iwan Guniwan dengan gaya dan ciri khasnya yang sedikit gemulai namun selalu ketus." Apa kabar Davikah gue ini? " Sapanya.
"Baik Mas, Mas sendiri apa kabar? " Balas Ayana ramah seraya cipika cipiki dengan Iwan.
"Kalau gitu Papah tinggal ya, Kamu bisa sendiri kan? " Ucap Frans dirinya harus ke perusahaan ada beberapa dokumen yang harus di tanda tangani, padahal dia ingin sekali menemani putrinya mencoba beberapa gaun pernikahan yang terlihat begitu indah itu.
"Iya aku bisa kok Pah, Gapapa tinggal aja. " Balas Ayana kemudian menguraikan pelukannya dari Iwan yang mengerat bak ulat keket, lalu Aya di ajak duduk oleh bencong itu.
"Ya udah Papah pergi dulu ya, mungkin calon suamimu juga sebentar lagi sampai. " Frans segera pamit dan Ayana hanya mengangguk membalas sang ayah.
Iwan mengajak Ayana melihat koleksi gaun-gaun pengantin hasil buatannya, ada beberapa gaun yang sangat Ayana suka dan rasanya ingin memakai semuanya yang ia pilih.
"Calon suamimu orang mana sih? Kok kata Papah masih orang deket sini? Kenapa Aya gak cari bule aja sih yang batangnya gedong, unch pasti memuaskan. " Ucap Iwan seraya membayangkan batang bule memasuki gorong-gorong belakang bagian tubuhnya.
"Ngapain jauh-jauh sih Mas, Cape kalau mau pulang kampung" Balas Ayana asal, sebetulnya dia malas jika harus membahas calom suaminya itu, dia masih belum menerima pernikahannya, Ayana melakukannya hanya karena Ayahnya, bukan karena dirinya yang mau.
"Ya gapapa kamu kan kaya ini, ya tinggal diem aja toh di peswat, kecuali kalau kamu naik getek baru kejauhan. " Ujar Iwan." Enakan juga bule Ay.Kamu bisa mendapat kepuasan, apa lagi di usia kamu yang sudah memasuki usia emas ini, hmmm biasanya lagi hot-hotnya banget tuh di jamin sehari bisa 3x kaya minum obat, " Sambungnya semangat sekali jika membahas urusan kenikmatan duniawi.
Ayana terkekeh karena menurutnya lucu juga si bencong ini." Saya menikah bukan untuk kesitu aja tujuannya Mas Iwan. Lagian saya ini bukan hyper yang sehari sampai kaya minum obat, yang terpenting dia bisa menerima dan mengerti saya, Itu aja udah cukup bagi saya, Gak mesti bule, orang mana pun asalkan dia bisa mengerti dan sabar menghadapi saya." Jelas Ayana tenang, jelas saja, kan dia tidak berharap lebih dari pernikahannya nanti, dia hanya menuruti kemauan sang ayah.Ayana sudah punya rencana untuk ke depannya nanti, biarkan saja dulu untuk sekarang ini, asalkan Ayahnya senang.
"Iya sih, tapi kan bisa mengerti dan memahami kita saja gak cukup Ay, kebutuhan biologis dan kepuasan batin juga penting, karena salah satu awetnya rumah tangga itu juga salah satunya. " Balas Iwan yang di angguki Ayana." Kalo sama bule kan udah jelas mantep tuh, orang asia mah kecil Ay, Gak puas." Lanjutnya makin kesana makin kesini membuat Ayana tidak menanggapi lagi.Dia memilih fokus pada gaun yang sedang di cobanya, tak lama dirinya sudah selesai tapi sang calon suami masih juga tak kunjung datang membuat Ayana sebal, dia sudah berkali-kali melihat ke depan sana menunggu kedatangan calon suaminya, tapi sudah bermenit-menit lamanya tak juga datang. Dengan terpaksa Ayana menunggu beberapa jam di sana dengan bosan.
Ayana sudah merasa jenuh dan kesal karena menunggu selama hampir empat jam di butik Iwan, Ayana sudah bersiap pulang ia menelepon Frans kapan calon suaminya tiba, Frans dengan sedikit merayu dan mengatakan bahwa Ayana harus menunggu satu jam lagi karena calon suaminya itu masih ada pekerjaan.
Enak saja! Memangnya dia itu siapa sih! Sampai membuat Ayana yang selalu sibuk dan penting ini harus menunggu selama berjam-jam di sana,Tentu saja Ayana tidak sudi, dirinya lebih memilih pulang dari pada menunggu seperti orang gila di sana.
...🍀🍀🍀...
Gio berjalan lunglai keluar rumahnya dengan membawa tas kecil yang berisi barang-barang yang akan di perlukan di rumah istrinya, tadi dia baru selesai berdebat dengan Kakanya karena Gio meminta ijin pada Indri untuk bekerja dan meninggalkan rumah. Tapi kakanya itu sama sekali tidak mengijinkan Gio bekerja apa lagi kalau sampai meninggalkan rumah. Tapi Gio tetap memaksa dan mengatakan dia harus kerja untuk membayar pinjaman hutang biaya berobat Indri dan Ibunya, merasa terjepit Indri terpaksa mengijinkan dengan syarat harus sering-sering pulang jika tidak ada jam kerja dan jangan sampai bolos sekolah.
Gio mampir ke rumah Haji Malik untuk menemui Amanda kekasihnya yang sudah di beritahunya lewat pesan, Gio berdiri di depan pagar rumah Haji Malik yang lumayan besar dan bagus itu.
"Gi? Ayo masuk dulu. " Ajak haji Malik saat melihat Gio berdiri di depan rumahnya.
Gio tersenyum mengangguk lalu ikut masuk ke dalam rumah." Mandanya ada Pak? " Tanya Gio setelah duduk di ruang tamu milik kekasihnya itu.
"Ada,Tadi mah lagi nangis katanya mau di tinggal kerja sama kamu, Apa iya begitu Gi? " Tanya haji Malik serius.Gio hanya mengangguk membenarkan." Terus sekolah dan keluarga kamu gimana? " Tanyanya lagi.
"Sekolah tetap Pak, kalau ibu sama Ka Indri juga Manda, Saya akan sering-sering pulang kalau lagi libur. " Jawab Gio di sertai dengan senyuman, dalam hati dia tidak tahu apakah nanti bisa bebas atau tidak mengunjungi kekasihnya ini, semoga saja Frans memberinya kelonggaran.
Haji Malik menganggukan kepalanya kemudian." Lalu ini gimana dengan hubungan kalian ke depannya? terus terang Amanda meminta saya untuk menanyakan ini sama kamu. " Ujar haji Malik serius." Saya ingin tahu dan meminta kepastian hubungan kamu dan Amanda ingin di bawa ke tahap mana? " Sambungnya seraya menatap Gio.
Tentu saja Gio tak bisa segera menjawab, dirinya sedang memilih jawaban yang pasti untuk bisa di sampaikan dengan baik tanpa menyinggung perasaan pria tua di depannya ini." Saya ingin kamu menikahi Amanda setelah kalian lulus sekolah, semalam Amanda kekeuh memintanya kepada saya, Amanda akan meneruskan pendidikan selanjutnya setelah menikah, karena katanya dia ingin mengambil jurusan kebidanan seperti Kakanya, dan setelah lulus nanti ingin membuka praktik di rumah. " Ujar haji Malik yang membuat Gio terpekur dengan perasaan campur aduk.
"Maaf saya belum bisa menjawab pertanyaan bapak yang ini, Saya akan bicara dengan Amanda, Pak. Lagi pula kami juga masih sekolah Pak, apa tidak menunggu lulus dulu aja, " Jawab Gio akhrinya karena bingung jawaban apa yang pas untuk menolak dengan halus.
"Kenapa Gi? Justru Amandanya sendiri yang menyuruh saya membicarakan ini sama kamu. Katanya dia gak mau membahasnya dengan kamu karena malu.Setelah menikah kalian masih bisa melanjutkan pendidikan, tidak usah kawatir" Ucap haji Malik seraya menyesap teh tawar miliknya." Manda juga kan maunya gitu, dia hanya ingin menikah lebih dulu aja, Gak akan ada yang berubah setelah menikah kalian masih bisa sama-sama melanjutkan kuliah. "
Gio menghela napasnya pelan sebelum bicara." Sebenarnya saya belum tahu jawabannya Pak, Bapak tahu sendiri gimana sulitnya kehidupan saya, terus terang jangankan untuk biaya nikah, untuk makan sehari-hari aja sorenya saya harus mencari dulu agar paginya Ka Indri bisa masak. " Aku Gio jujur dan tegas." Untuk biaya pendidikan selanjutnya juga saya belum punya gambaran Pak, lalu bagaimana saya bisa memberikan nafkah untuk Amanda setelah kami menikah? "
"Untuk rencana itu saya harus menabung dulu Pak, agar bisa menikahi Manda. " Sambungnya.
Haji Malik menganggukkan kepalanya, beliau pun setuju dengan Gio, hanya saja putrinya itu yang memang bebal, di pikir menikah tidak butuh modal dan Nafkah, dirinya saja bisa melihat sesusah apa hidup Gio, boro-boro bisa menikahi putrinya, untuk makan sehari-hari saja lelaki itu kesusahan. Lalu bagaimana nanti dengan anaknya, tidak mungkin kan setelah menikah nanti mereka akan makan di rumah masing-masing, karena Gio tidak bisa menafkahi. Konyol sekali kalau sampai itu terjadi.Tapi bagaimana lagi, kalau tidak di turuti putrinya pasti akan mengamuk dan mengancam akan mengakhiri hidupnya. Lagi-Lagi Haji Malik harus mengalah demi putrinya, tidak apa-apa jika dirinya harus keluar modal banyak, asalkan Amanda bahagia dan setelah menikah Gio pun mau menafkahi putrinya, Ah, Itu sudah jelas, Gio kan memang pria yang baik. Karenanya Haji Malik menyukainya.
"Mengenai biaya kamu gak usah memikirkan itu, semuanya akan saya tanggung, asalkan kamu benar-benar menjaga putri saya dan membahagiakannya Gi, soal biaya biar saya yang mengurus semuanya, serahkan sama saya dan Kamu gak usah pusing. Siapkan untuk membeli mahar saja. " Ucap haji Malik yang membuat Gio seketika menelan ludah." Itu pun semampunya kamu, Saya dan Amanda tidak akan memberatkan." Sambungnya yang membuat bahu Gio melemas seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
thomas matulesi
lanjut
2022-10-22
0