"Mungkin saya bisa bantu?" tanya seorang perempuan mendekati Viki yang terlihat kebingungan.
"Kebetulan saya juga sedang mencarikan mainan untuk keponakan saya." jelasnya melihat Viki memandang ke arah dirinya.
"Laki-laki berusia dua tahun. Dan perempuan, tujuh tahun." ucap Viki.
"Ini pertama kalinya saya membelikan sesuatu untuk mereka." imbuh Viki.
"Baiklah, mari ikuti saya." ucapnya dengan ramah. Perempuan tersebut mengajak Viki ke rak yang penuh berjejeran mainan anak seperti robot dan kendaraan.
"Mungkin dia akan senang jika anda membelikan ini." ucapnya.
"Dan di sana ada banyak macam boneka. Anda bisa melihatnya. Mungkin salah satunya akan membuat anda berminat." saran perempuan tersebut.
"Terimakasih." ucap Viki segera berlalu meninggalkan perempuan itu.
"So seksi. Pasti dia sangat hot. Gemes." gumam perempuan tersebut dengan mata menatap ke arah Viki yang sedang sibuk memilih beberapa mainan.
Viki bahkan tidak menghiraukan pandangan ibu-ibu yang mencuri pandang ke arahnya. Selesai membeli beberapa dan boneka, Viki langsung melesatkan mobilnya untuk mampir ke toko pakaian.
"Pasti nggak kebesaran lagi." Viki melihat baju untuk Bima. "Kekecilan nggak ya." gumam Viki ragu.
"Kalau kekecilan nggak usah di pakai. Tinggal beli lagi." ucap Viki enteng. Memasukkan baju untuk Bima, Rini, dan juga Nara ke dalam keranjang.
Bahkan, dengan santainya Viki memilih dalaman untuk mereka. Selesai berbelanja Viki pulang ke apartemen.
Seolah dirinya lupa jika harus kembali ke perusahaan karena akan ada pertemuan penting dengan rekan kerjanya.
Nara menghentikan kegiatannya membersihkan rumah saat terdengar suara bel apartemen Viki berbunyi.
"Siapa?" gumam Nara, mendongakkan kepala ke arah jam dinding. Masih terlalu siang untuk Viki berkunjung. Lantas siapa yang datang? Apalagi Viki juga tidak berpesan jika akan ada seseorang yang akana datang ke apartemen.
Ada perasaan takut saat Nara melangkahkan kakinya. Dengan pelan, Nara membuka pintu.
"Lama banget sih." omel Viki dengan tangan kakan kiro menenteng kantong plastik besar. Menyerobot masuk begitu saja.
Nara tersenyum melihat kedatangan Viki. Segera Nara mengunci kembali pintunya, dan mengikuti langkah Viki yang ternyata berhenti di ruang tengah.
"Bang Viki." teriak Rini.
"Ini untuk kalian." Viki meletakkan barang belanjaannya yang banyak di lantai.
"Ternyata capek juga." Viki menghempaskan tubuhnya di sofa besar dan empuk.
"Kenapa perempuan suak banget menghabiskan waktu berjam-jam untuk belanja. Apa mereka nggak capek." keluh Viki.
Padahal Viki hanya berbelanja sebentar, dan sudah merasakan capek. "Mending di hadapkan dengan setumpuk berkas, dari pada disuruh berbelanja." omel Viki.
"Ada apa?" tanya Viki saat Rini malah berdiri dsn menatapnya dengan tatapan aneh.
"Maaf." cicit Rini membuat Viki mengernyitkan dahinya. Nara mendekat ke arah Rini. Mengusap kepala Rini dengan lembut.
Sebenarnya, Nara juga takut jika Viki marah. Apalagi Nara bisa menebak jika guci yang di pecahkan Bima pasti harganya mahal.
"Ada apa?" tanya Viki, mendengar Rini mengucapkan kata maaf.
"Bang, maafkan Nara. Nara lalai menjaga adik-adik Nara." ucap Viki menjadi semakin bingung. Apalagi Rini dan juga Bima terlihat baik-baik saja.
"Kalau ngomong yang jelas." seru Viki, membuat Rini meremas sendiri telapak tangannya. Begitu juga dengan Nara. Badannya sudah gemetar.
"Gue nggak suka berbelit-belit. Ada apa?" tanya Viki dengan nada sedikit tinggi.
"Bima memecahkan guci abang." ucap Nara menunduk takut.
"Guci." gumam Viki.
"Iya, yang ada di sana."tunjuk Nara ke arah dimana seharusnya gucci tersebut berada. Namun, sekarang pecahan guci sidah Nara buang ke tempat sampah.
"Astaga." teriak Viki. Membuat Rini langsung memeluk erat tubuh Nara. Terlihat bocah berusia tujuh tahun tersebut ketakutan.
"Maaf bang." Nara juga memeluk erat tubuh Rini.
Viki berdiri dan berjalan ke arah mereka. Membuat Nara dan Rini merasa takut. Apalagi Rini, bocah itu sudah dingin dan gemetar karena rasa takut.
Viki begitu saja melewati keduanya. Dan langsung menuju ke arah Bima yang sedang duduk melihat acara televisi kartun kesukaannya.
Karena sejak tinggal di apartemen Viki, Rini dan Bima lebih suka menghabiskan waktu didepan televisi. Lantaran mereka bisa menyaksikan acara kartun kesukaan mereka.
Berbeda jika mereka tinggal di rumah yang mereka sewa. Mereka bahkan tidak pernah melihat acara televisi. Keduanya hanya akan melihat sebentar di rumah tetangga. Itupun saat siang, dan hanya sebentar.
"Bima tidak apa-apakan?" tanya Viki mengelus pelan rambut Bima.
Rini sedikit mendongakkan kepala melihat ke arah Nara. Lantaran, tinggi badan Nara memang lebih tinggi darinya. Keduanya saling berpandangan. Kemudian mengalihkan pandangannya arah Viki dan Bima.
Rini mengurai pelukan pada Nara. "Abang nggak marah?" tanya Rini polos.
"Marah." gumam Viki dengan ekspresi bingung.
"Guci abang pecah." ucap Rini.
"Oo,,, nggak masalah. Yang penting Bima nggak kenapa-napa." ucap Viki mengelus lembut rambut anak kecil tersebut.
"Maaf ya bang." ucap Nara dengan tulus.
"Iya nggak apa-apa. Cuma beberapa juta. Nanti bisa beli lagi." ucap Viki santai.
Sontak membuat Nara melongo. "Cuma,,, beberapa juta." batin Nara. Seketika jiwa miskin Nara meronta mendengar kalimat yang keluar dari mulut Viki.
"Ini apa bang." tanya Rini berdiri di samping kantong kresek besar dan banyak.
"Bawa sini." ucap Viki dengan isyarat gerakan tangan.
Nara dan Rini segera membawa kantong kresek tadi mendekat ke arah Viki. Keduanya mengikuti Viki yang duduk lesehan di atas karpet berbulu lembut di depan televisi.
"Ini mainan untuk kamu dan Bima." ucap Viki.
"Ini baju untuk kalian bertiga." ucap Viki.
"Makasih bang." ucap Rini dengan antusias.
Segera Rini membuka kantong kresek tersebut. Mengeluarkan isinya. Tampak raut wajah bahagia dari Rini.
"Ada apa?" tanya Nara, melihat Nara malah memandangnya dengan tatapan yang rumit.
"Bisa Nara bicara dengan Abang." pinta Nara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Ceethra DeeNa
SeMangatttt Up Tor...
2022-06-30
3
FLA
pulang aja deh Ra, q takut mak nya bang viki tiba2 dateng tau
2022-06-30
3