Viki menatap badan gadis itu, semakin lama semakin menjauh. Hingga dia berbelok ke arah lain. Membuat Viki tak lagi bisa melihatnya.
Segera Viki mengambil ponselnya. Menyalakan kamera. Melihat wajahnya dari kamera ponsel. "Padahal gue ganteng. Bocah tengik." umpatnya teringat saat gadis tadi memanggilnya om. Dan beralih memanggilnya bapak.
Viki meraba-raba wajahnya. "Memang gue bapak-bapak apa. Gue saja belum menikah." ujarnya kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya.
"Menikah." gumam Viki teringat kembali akan keadaan dirinya. "Memang perempuan mana yang mau menikah dengan lelaki seperti diriku." Viki kembali duduk di batu yang sempat dia duduki.
"Lelaki yang tidak bisa memuaskan pasangan di atas ranjang." keluhnya.
Kembali Viki menatap lurus ke arah danau. "Eh..." Viki teringat perkataan gadis barusan.
"Serius apa tidak sih." ucap Viki dengan pandangan ke sekitarnya.
JIKA SUDAH GELAP, BIASANYA HANTU DANAU AKAN MUNCUL.
"Masa iya, di sini ada hantu. Yang benar saja." ucap Viki dengan pandangan terarah ke danau.
"Pasti bocah tengil itu menakut-nakutiku." batin Viki.
Entah mengapa pikiran Viki jadi tak karuan. Ada perasaan takut pada dirinya. "Bocah sialan. Awas saja kalau bertemu lagi." Viki segera meninggalkan tempat itu. Gara-gara gadis tersebut, buku kuduk Viki terasa meremang
Tujuan Viki bukan apartemen. Melainkan rumah kedua orang tuanya.
"Mbok, Mama sama Papa di mana?" tanya Viki pada seorang perempuan berumur yang bekerja di rumah kedua orang tuanya. Mbok sudah bekerja dari Viki masih kecil hingga sekarang.
"Nyonya pergi menemani Tuan, Den." jelasnya.
"Kemana?"
"Katanya Tuan ada pekerjaan di luar kota. Dan Nyonya menemani Tuan." imbuhnya.
Viki hanya manggut-manggut, dan berjalan menuju kamar. Merebahkan badannya. Meski belum membersihkan diri.
tok,,tok,,tok,,
"Masuk, tidak di kunci." teriak Viki masih berada di posisi yang sama.
"Mandi dulu Den. Jangan tidur. Pamali tidur mau maghrib." ucap Mbok mengingatkan Viki.
Viki menghela nafas. Bangun dari tidurnya dan segera membersihkan badan.
Setelah kejadian tersebut, Viki nampak enggan beraktifitas. Bahkan urusan kantor dia serahkan pada Rey, sang asisten. Dirinya beralasan sedang tidak enak badan.
Mustahil jika dirinya berkata jujur pada Rey. Jika Viki sedang mengalami patah hati. Karena selama ini Rey belum pernah melihat Viki menggandeng tangan seorang perempuan. Kecuali Ella.
Dan jika Rey tahu kondisi sebenarnya, bisa-bisa Rey akan hengkang dari posisinya menjadi asistennya. Lantaran merasa terancam.
Dan Rey, sebenarnya dia ragu jika Bossnya sedang sakit. Tapi mau tidak mau dirinya menjalankan perintah atasannya tersebut. Karena biar bagaimanapun juga dia di bayar untuk bekerja.
Pagi hari, Viki sudah di kejutkan dengan kedatangan sahabatnya, Ella. Yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar miliknya. Tanpa mengetuk pintu.
"Ellll...." Viki bangun dan membalikkan tubuh Ella.
"Elo mau bunuh gue." seru Viki dengan wajah kesalnya, saat Ella menaruh bantal di wajah Viki. Kekesalan Viki ditanggapi tawa oleh Ella.
Ella berada di bawah tubuh Viki. Dengan kedua tangan di pegang ke atas kepala oleh Viki. "Elo sih, cuekin gue." Ella cemberut dan memasang raut wajah bete.
"Ngapain ke sini?" tanya Viki.
"Gue takut elo bunuh diri." celetuk Ella.
"Ngaco." timpalnya.
"Elo cantik Ell. Tubuh Elo juga bagus." Ella spontan melepaskan cekalan tangan Viki dan menaruhnya di depan dada.
Viki masih duduk di atas paha Ella. Tak beringsut sedikitpun. "Tapi kenapa gue sama sekali nggak ada getaran apa-apa ya Ell." Viki menundukkan kepala.
"Vik." ucap Ella lirih. Viki beralih dari paha Ella. Duduk di samping Ella.
"Kita kan teman. Mana mungkin elo tertarik sama gue." ucap Ella menghibur Viki.
"Elo nggak usah menghibur gue Ell." ujar Viki.
"Sini." Ella membawa Viki tidur di sampingnya. Mereka tidur dengan posisi miring saling berhadapan.
"Elo pasti sembuh. Pasti ada jalan. Dan ada waktunya. Elo harus yakin. Dan gue, gue akan selalu membantu. Dan berada di samping elo. Kapanpun. Apapun keadaan elo. Gue akan selalu mendukung elo." Ella mengelus pipi Viki.
Viki merangsek ke depan. Memeluk erat tubuh Ella. Terdengar suara tangis dari bibir Viki.
"Beruntung Vano nggak ikut. Yang ada malah keadaan makin runyam." batin Ella.
"Coba saja jika Vano melihat. Pasti akan terjadi perang." batin Ella.
Berdua di atas ranjang. Tidur dan berpelukan. Pasti Vano akan cemburu, meskipun dia tahu bahwa Viki penyuka sesama. Dia tetap tidak akan rela Ella di sentuh lelaki lain.
"Sudah. Cengeng." ejek Ella melepaskan pelukan Viki. "Gue pengap Vik." ujar Ella.
"Kalau gue normal, gue pasti akan jadi pacar elo ya Ell."
"Ngaco." Ella menoyor kepala Viki. "Gue nggak suka sama elo." Viki tertawa mendengar perkataan Ella.
"Dan hebatnya elo Ell. Bisa bertahan sampai sekarang. Dengan satu lelaki." ucap Viki memuji sahabatnya.
"Bukankah kita semua memang hebat. Denis, sebelum dengan Hana. Dia juga mempunyai seorang mantan. Dan kekasihnya, yang bodoh itu meninggalkannya demi lelaki lain. Benar-benar brengsek." Ella teringat kenangan saat kekasih Denis meninggalkan Denis hanya karena seorang lelaki.
"Dan elo. Bukankah elo juga setia. Gue yakin, jika elo sembuh. Elo sama seperti kita. Tidak pernah mempermainkan kata cinta." ucap Ella menghibur Viki.
"Do'akan Ell. Do'akan gue sembuh. Supaya gue bisa merasakan apa yang elo dan Denis rasakan." Viki menatap Ella dengan senyum, tapi jelas tergambar raut wajah sedih di balik senyumannya.
"Gue akan cari cara. Elo tenang saja." ucap Ella tersenyum.
"Elo harus semangat. Laki-laki kok cengeng. Lagi pula masih ada gue dan Denis. Dan juga kedua orang tua kamu."
"Semangat." seru Ella tersenyum.
"Terimakasih." Viko memeluk erat tubuh sahabatnya tersebut.
"Denis nggak bisa datang. Dia ada pekerjaan." Ella menepuk pelan bahu Viki.
"Iya." sahut Viki.
Dan haro berikutnya Viki melakukan aktifitas seperti biasa. Dirinya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan.
Tak lupa, Viki menjual apartemen miliknya. Dirinya benar-benar ingin mengubur kenangan tentang masa lalunya bersama sang kekasih.
"Benar Vik? Kamu nggak lagi nge-prank mama kan?" tanya Nyonya Rahma pada sang anak, saat Viki bilang ingin tinggal bersama mereka. Di rumah ini.
"Mama nggak senang, Viki tinggal di sini?" tanya Viki.
"Bukannya nggak senang. Senang banget." ucap Nyonya Rahma senang. Lantaran selama ini putra semata wayangnya tidak mau tinggal bersama mereka setelah lulus SMA. Viki beralasan ingin mandiri.
"Syukur deh. Kalau kamu mau tinggal bersama kita." ucap Tuan Hendra. Papa Viki dengan santai.
"Setidaknya papa punya teman." imbuhnya, Tuan Hendra melepas kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. Dan melipat koran yang sedang beliau baca di atas meja depannya.
"Memang selama ini papa tidak punya teman. Kan ada mama." kata Viki.
Tuan Hendra berdiri dari duduknya. Melihat ke arah Viki dan istrinya bergantian. "Teman jika mama mu sedang bad mood."
Segera Tuan Hendra melangkahkan kaki dan meninggalkan ruang santai. "Papaaaa.....apa maksudnya." teriak sang mama, menyusul suaminya.
Spontan Viki menutup telinganya menggunakan kedua telapak tangannya. "Huhhh,,, berapa oktaf tadi." gumam Viki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Tati Aulia
next
2022-10-20
1
FLA
petualangan di mulai bang vik..
2022-06-13
1