Hari ini Viki bertemu dengan seorang klien di sebuah cafe. Karena pertemuan sudah mencapai kata sepakat. Mereka mengakhiri pertemuan hari ini. Dan kembali ke perusahaan masing-masing.
Betapa kagetnya Viki saat dirinya hendak membuka pintu mobil. Seorang gadis duduk dan bersandar tepat di samping pintu mobil. Membuat Viki tidak bisa membuka pintu mobilnya.
"Apa yang kamu lakukan. Hey, bangun." seru Viki menendang pelan kakinya ke kaki gadis tersebut.
Perempuan tersebut mengucek-ucek matanya. Setelahnya dipandangnya Viki yang berdiri di depannya. Segera dia menyingkir dari tempat duduknya.
"Maaf." cicitnya, karena menghalangi Viki yang hendak masuk ke dalam mobil.
"Bukankah dia perempuan danau waktu itu." batin Viki teringat jika perempuan di depannya sama dengan perempuan yang menakut-nakutinya di danau.
"Bapak..." serunya dengan mata berbinar. Dirinya ternyata juga mengingat Viki.
"Bapak-bapak. Minggir, saya mau lewat." ucap Viki dingin.
"Maaf pak, tadi saya ngantuk banget. Makanya ketiduran di sini." ucapnya sembari tersenyum.
"Kalau ngantuk tidur di kamar. Jangan di tempat seperti ini. Berbahaya." omel Viki.
"Iya pak, maaf. Makasih perhatiannya." ucapnya tersenyum.
"Gue, perhatian sama elo." Viki menunjuk tepat di wajah perempuan tersebut. "Cih, yang benar saja. Gue nggak mau elo mengganggu orang lain." imbuh Viki.
"Paham!!!" seru Viki hingga perempuan tersebut terlonjak kaget. Dan segera menundukkan kepala.
"Vikkk,,,," panggil Ella. Ternyata Ella makan siang di restoran, tepat di sebelah cafe tempat Viki bertemu dengan rekan kerjanya.
"Elll,,, dari mana?" tanya Viki setelah Ella berada di dekatnya.
"Dari restoran, shoping." jawab Ella nyleneh.
"Dasar." Viki memukul pelan lengan Ella. Mata Ella melihat perempuan di samping Viki sedang menunduk.
"Gue nggak ngapa-ngapain dia. Sumpah. Dia tadi tidur deket mobil gue. Ngalangin pintu mobil. Makanya gue bangunin." jelas Viki pada sahabatnya tersebut.
Viki melirik ke arah perempuan tersebut yang masih berdiri di dekatnya. "Elo ngapain masih di sini. Pergi sana." usir Viki dengan nada ketus.
Ella memukul kasar lengan Viki, membuat si empunya meringis dan mengelus lengannya. Seraya cemberut. "Jangan galak-galak."
Ella mengambil beberapa lembar uang berwarna merah dari dalam dompetnya. "Ini untuk kamu." ucap Ella dengan tangan memberikan uang tersebut.
"Iya, ambil. Untuk kamu." ucap Ella. Karena perempuan tersebut hanya diam sambil memandang ke arah Ella. Dengan tatapan tidak percaya.
"Terlalu banyak Nona." ucapnya sopan.
"Sudah ambil. Jangan pernah menolak rezeki. Nggak baik." rayu Ella.
"Terimakasih." ucapnya tersenyum dan mengambil uang tersebut dari tangan Ella.
"Sok-sok nolak. Di ambil juga." sindir Viki mendapat pelototan dari Ella.
"Matanya, sangat indah." batin Ella saat pandangan mereka bertatapan. Karena mata perempuan tersebut berwarna kebiru-biruan.
Dan Ella yakin, jika orang tuanya pasti seorang yang berkuasa, atau lebih tepatnya seorang bangsawan. Tapi kenapa dia berpakaian seperti ini. Dan menjadi pemulung.
Segera dia menundukkan kepala, merasa Ella melihatnya dengan tatapan berbeda. Apalagi sekarang Ella memindai seluruh tubuhnya.
Kulit yang bersih. Hidung mancung dengan bulu mata lentik, dan juga bibir tipis berwarna merah asli. Semua tidak akan terlihat, karena tertutup dengan penampilannya sebagai seorang pemulung.
Entah kenapa dirinya tidak nyaman dengan pandangan Ella. Segera perempuan tersebut pergi tanpa mengucap sepatah katapun.
"Lihat, dasar bocah tidak tahu berterimakasih." omel Viki melihat dia berlari pergi.
Ella mengalihkan pandangannya ke arah Viki. "Kamu kenal sama dia?" tanya Ella membuat Viki kesal.
"Astaga. Gue nggak kenal Ell, tadi kan sudah gue jelaskan." ujar Viki kesal.
"Ya sudah, gue pergi dulu. Masih banyak pekerjaan." Viki pamit pada sahabatnya tersebut.
Masih setengah perjalanan, Viki melihat gadis itu lagi. Dan sekarang dengan keadaan berbeda. Tampak gadis itu di kelilingi beberapa lelaki. Terlihat dengan jelas dia ketakutan. Mendekap tasnya dengan erat di dadanya.
"Gue tolong apa nggak ya." Viki menghentikan mobilnya. Mengetuk-ngetuk stir mobilnya.
"Kasihan juga. Satu lawan...." Viki menghitung banyaknya lelaki yang berada di samping gadis tersebut.
"Empat. Pasti kalah tu gadi." Viki akhirnya turun dari mobil. Menghampiri mereka.
"Heyy... apa yang kalian lakukan?" seru Viki, menggulung lengan kemejanya ke atas.
"Kami sedang bercanda. Iyakan." ucapnya merangkul gadis tersebut. Tampak raut wajah ketakutan dari gadis tersebut.
"Kami ini teman. Bukan begitu?" ucapnya melihat ke arah gadis tersebut. Tampak gadis tersebut mengangguk cepat, dengan kaku.
"Teman." kata Viki memastikan.
"Iya. Bapak tidak percaya." ujarnya.
"Bapak." batin Viki mendesah. Lagi-lagi dirinya dipanggil bapak.
"Baiklah jika kalian berteman. Aku tidak akan menganggu." ujar Viki membalikkan badan.
"Terimakasih pak, tidak mengganggu kami." ucapnya. Gadis tersebut nampak memejamkan mata. Tadinya dia merasa senang, ada seseorang yang akan menolongnya.
Tapi ternyata dia salah berpikir. Kelihatannya dia memang harus merelakan uang yang di berikan oleh Ella tadi di ambil oleh mereka.
Merasa Viki akan meninggalkan mereka, mereka kembali memandang gadis tersebut. "Cepat, serahkan." ancamnya dengan pisau ditangan, berada tepat di depan perut gadis tersebut.
Pantas saja, gadis tersebut hanya diam dan menurut. Ternyata mereka memegang pisau untuk menakut-nakuti dan mengancam gadis tersebut.
"Hey." kata Viki memegang pundak salah satu dari mereka.
Bugh.. bugh...
Dengan mudah Viki menghajar mereka. Membuat keempat orang tersebut lari. "Ternyata, cuma segitu kemampuan kalian. Preman tengik." seru Viki melihat mereka lari meninggalkan pisau yang tergeletak di tanah.
"Terimakasih pak." tanpa Viki duga, gadis tersebut langsung berhambur memeluk Viki. Sontak Viki langsung mengangkat kedua tangannya ke atas. Seperti tidak ingin menyentuh gadis tersebut.
"Maaf." ucapnya melepaskan pelukannya pada Viki.
"Sekali lagi terimakasih pak." ucapnya sembari mengelap pipinya yang basah karena air mata dengan telapak tangannya.
Viki menunduk, melihat kemejanya yang tadinya putih bersih, sekarang ada aksen warna lain. Coklat.
"Maaf pak." ucapnya menyadari jika kemeja yang dipakai Viki kotor gara-gara dirinya tadi memeluk Viki.
"Ck,, pak, pak, pak. Memang saya bapak kamu." ketus Viki, masih merasa kesal dengan gadis tersebut. Lantaran dia pernah menakut-nakutinya di danau.
Ya ela Vik,,, jangan ngambek. Gitu aja marah.
"Lalu saya harus panggil apa?" tanyanya dengan sopan.
"Tidak perlu memanggil saya. Toh setelah ini saya juga tidak akan bertemu lagi dengan kamu." ucap Viki jutek.
"Saya Nara pak. Terimakasih sekali lagi." ucap Nara. Gadis yang baru saja Viki tolong.
"Aduh, bodo nama kamu siapa. Saya tidak peduli." ucap Viki acuh.
"Astaga, gue harus kembali ke perusahaan. Kerjaan gie masih banyak." ucap Viki.
"Semua gara-gara elo." ketus Viki meninggalkan Nara sendiri.
"Maaf pak. Maaf." seru Nara.
Viki membalikkan badan. "Stop panggil gue pak. Gue bukan bapak elo." seru Viki dengan kesal.
"Terus nanti kalau ketemu lagi panggil apa?" ucap Nara lirih.
Nara menengok ke kanan dan kiri. "Sebaiknya aku segera pergi." gumam Nara berlari meninggalkan tempat tersebut. Nara berpikir, mumpung masih ada Viki. Jadi tidak mungkin mereka mengejar Nara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Tati Aulia
next lhi
2022-10-20
1
FLA
pangil aja abang nara haaa
2022-06-14
2