Tiiiittttt.... Dengan usilnya, Viki membunyikan klakson mobil tepat di depan Nara. Membuat gadis itu berjingkat karena kaget. Dan memegang dadanya.
Seperti punya mainan baru, Viki tertawa melihat Nara yang kaget karena ulahnya. "Ngapain berdiri di situ." tegur Viki tanpa keluar dari dalam mobil. Hanya mengeluarkan sedikit kepalanya dari jendela mobil yang telah terbuka.
"Bang,, Ternyata abang." Nara tersenyum manis melihat jika Viki yang mengisenginya. Awalnya dia sedikit takut. Tapi setelah tahu siapa orang di dalam mobil, Nara tersenyum lega.
"Apa...!!" Viki bergegas turun dari mobil. "Kamu panggil gue apa!!" seru Viki dengan tangan berkacak pinggang.
"Abang." kata Nara polos. Mengulang kembali perkataannya sambil sedikit mendongakkan kepala. Karena tinggi badannya masih berada di bawah Viki.
"Busyet ini bocah." Viki meraup wajahnya sendiri dengan telapak tangan kirinya.
"Dari om, bapak, sekarang abang." kesal Viki. Belum selesai Viki mengomel, hujan deras datang. Segera keduanya masuk ke dalam mobil Viki.
"Syukurlah, tidak sampai kehujanan." ucap Nara mengelus dada.
"Tunggu." Viki menoleh ke samping. "Elo, ngapain elo ikut masuk ke mobil gue?" tanya Viki melihat dengan tatapan tidak suka, Nara berada di dalam mobilnya. Duduk di sampingnya.
"Berteduh." jawab Nara polos.
Viki menyandarkan badannya ke kursi. Menengadahkan kepalanya ke atas. "Kenapa gue di pertemukan dengan bocah danau ini lagi." gumam Viki.
Tapi entah kenapa, meskipun Viki bersikap galak pada dirinya, Nara sama sekali tidak sakit hati ataupun takut. Memang mulut Viki sangat pedas jika berbicara, tapi Viki tidak pernah berbuat kasar padanya.
Nara malah merasa nyaman saat berada di dekat Viki. Mungkin karena Viki sempat menolongnya.
"Nama saya Nara bang. KINARA." ucapnya, membuat Viki menengok ke arahnya. "Gue Viki." ucap Viki santai.
"Tunggu. Ngapain gue kasih tahu nama gue ke dia. Nggak guna." ujar Viki kesal. Tapi Nara malah melihat ke arah Viki dan tersenyum manis.
"Elo kenapa senyum-senyum bocah." celetuk Viki.
"Keluar sana. Gue mau pulang." usir Viki pada Nara.
Nara melihat ke arah jendela. Hujan deras masih turun mengguyur. "Tapi masih hujan deras bang." tuturnya.
Viki pun melihat jika hujan masih deras. "Ckk,,, elo nggak bawa payung?" tanya Viki. Nara hanya menggeleng pelan.
"Lagian leo itu suka muncul di mana-mana. Elo ngapain?" tanya Viki dengan raut wajah kesal.
"Nara kan pemulung bang. Jadi kerjanya ya di mana-mana." jawab Nara jujur.
"Elo mulung. Barang elo mana?" Viki melihat Nara tidak membawa apa-apa. Hanya tas selempang lusuh yang tersampir di pundaknya
"Nara tadi habis dari pengepul. Menjual rongsokan yang Nara kumpulkan. Ini uangnya." dengan lugu, Nara memperlihatkan uangnya di dalam tas.
"Nggak takut gue ambil itu uang." ketus Viki melihat Nara membuka resleting tas miliknya.
"Enggak, kan bang Viki sudah kaya." ucap Nara sambil menggelengkan kepala.
"Kenapa bang?" tanya Nara saat Viki menaruh wajahnya di stir mobil.
"Bang. Jangan panggil gue BANG. Memang gua abang-abang." omel Viki.
"Nara bingung, mau manggil apa." ucap Nara.
"Panggil saja Viki."
"Nggak bisa. Abang kan lebih tua dari Nara. Nggak sopan cuma manggil nama saja." ujar Nara.
Viki tersenyum dan menatap Nara. Senyum Viki mampu membuat jantung Nara berdetak. Seketika Nara memegang dadanya. "Kenapa dengan dadaku." batin Nara, merasa detak jantungnya semakin kencang.
"Panggil kakak. Bagaimana?" tanya Viki. Tapi Nara malah diam. "Woe.. kerasukan setan danau elo." seru Viki dengan mengibas-ngibaskan telapak tangan di depan wajah Nara.
"Apa?" dengan wajah polosnya, Nara kembali bertanya pada Viki.
Viki menghembuskan nafas. Mencoba bersabar menghadapi Nara. "Panggil kakak." ucap Viki.
Seketika Nara tertawa sambil memegang perutnya. Hingga keluar air mata dari sudut matanya. Nara mencoba menarik nafas, berusaha meredam rasa ingin tertawanya.
"Kakak. Mana mungkin. Umur kita terpaut jauh bang." tolak Nara, mengusap sisa air mata di ujung matanya.
"Terserah." Viki seperti anak kecil yang ngambek. Segera Viki melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.
Nara masih santai berada di dalam mobil Viki. Hingga seakan otaknya kembali bekerja. "Bang, kita mau kemana?" tanya Nara bingung, karena Viki terus melajukan mobilnya.
"Pulang, gue ngantuk."
"Pulang. Pulang kemana bang?" tanya Nara.
"Ke rumah gue lah. Masa ke rumah elo."
"Terus Nara bagaimana?" tanyanya dengan wajah sendu. Viki menepi, dan menghentikan laju mobilnya.
"Siapa yang menyuruh kamu masuk ke dalam mobil saya?" tanya Viki lebih seperti membentak.
"Tapi Nara hanya ingin berteduh bang." ucapnya dengan nada melas.
"Kamu tahu nggak, kamu itu selalu menyusahkan." celetuk Viki.
Viki melirik ke arah Nara yang hanya diam dan menunduk. "Kamu mau, turun di sini?" tanya Viki.
Nara mengangkat wajahnya. Melihat sekeliling, yang terlihat gelap dan sepi. Hanya ada pohon-pohon besar di kanan kiri jalan.
Viki sebenarnya juga tidak tega meninggalkan seorang gadis di tempat seperti ini. Pasti dia akan jadi mangsa lelaki jahat. Apalagi di luar masih gerimis. Dan gelap.
"Mau kemana kamu?" tanya Viki saat tangan mungil Nara menyentuh gagang pintu mobil.
Nara menoleh ke arah Viki. "Keluar." ucapnya lirih.
"Duduk yang tenang. Aku antar." ucap Viki lirih.
"Benar bang?" tanya Nara dengan wajah berbinar bahagia. Viki menatap tajam pada Nara. Membuat Nara diam dan memandang lurus ke depan.
"Tunjukkan jalannya." pinta Viki. Nara menunjukkan arah jalan pulang menuju rumahnya. Hingga dia menyuruh Viki berhenti di sebuah gang kecil. Dan di sekitar Viki berhenti, nampak keadaan sangat kumuh.
"Serius, disini?" tanya Viki memastikan, bola matanya melihat sekeliling tempat mobilnya berhenti.
"Iya bang, terimakasih. Rumah Nara ada di sana." tunjuk Nara ke sebuah gang kecil. Yang hanya bisa dilalui oleh kaki. Bahkan, sepeda motor dan sepeda pancal saja tidak bisa lewat jalan tersebut.
"Terimakasih bang." Nara turun dari mobil.
Viki melajukan kendaraannya perlahan, manik matanya melirik ke arah kaca spion. Memastikan Nara. Ternyata benar, Nara masuk ke dalam gang sempit yang di tunjukkan padanya tadi.
Sampai di rumah, Viki segera mandi dan merebahkan badannya. Pikirannya masih tertuju pada Vanesa. Kenapa dia bisa ada disini. Padahal di negaranya, Vanesa adalah artis yang sangat diperhitungkan kemampuannya.
Lantas, apa tujuannya datang ke negara ini. Dan lagi, kenapa dan siapa yang membawa masuk Vanesa ke dalam acara tadi. Karan acara tadi diselenggarakan khusus untuk pengusaha muda.
Viki teringat perkataan Ella, yang menyuruhnya berhati-hati. "Benar kata Ella. Gue harus menyelidiki kenapa Vanesa berada di sini." batin Viki.
Sekarang Viki bertekad akan berusaha sendiri. Dia tidak ingin selalu melibatkan sahabatnya, Ella. Apalagi sekarang status Ella tidak seperti dulu. Sekarang dia sudah menikah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
kalea rizuky
orang mana kak bahasa nya sepeda pancal ke mojokerto an
2024-11-26
0
Ceethra DeeNa
Tetappp SeMangatttt Up Kakkk..
2022-06-15
3
FLA
cie abang viki, mulai kawatir nie hihi...
2022-06-15
2