Di apartemen, Nara menyiapkan sarapan. Dirinya teringat jika Viki semalam sempat berkata jika dirinya akan datang saat pagi.
Nara menghangatkan kembali sisa lauk pauk semalam. Dan juga memasak sedikit sayuran dengan bahan seadanya di kulkas.
"Kak lapar?" rengek Rini. Sementara Bima, sudah tertidur pulas kembali setelah sarapan dan di berikan obat oleh Nara. Mungkin karena efek dari obat tersebut, membuat Bima tertidur.
Sebelumnya, Bima sempat rewel karena selang infus yang tertempel di punggung telapak tangannya. Tangannya yang bebas, selalu ingin meraih dan melepas selang tersebut. Beruntung Nara dapat menenangkannya.
"Sebentar ya sayang, kita tunggu Abang Viki." ucap Nara, mencoba memberi pengertian pada Rini.
Sampai jam menunjukkan pukul sembilan pagi, tidak ada tanda-tanda jika Viki akan datang. Nara memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu dengan Rini.
"Rini, kamu jaga Bima ya. Kakak mau bersih-bersih." ucap Nara, takut jika Bima bangun. Pasti dia akan mencabut selang infus kembali. Dan ini sangat berbahaya.
"Iya kak." segera Rini berlari menuju kamar, dimana Bima sedang tertidur lelap.
Nara menghembuskan nafas panjang. "Mungkin bang Viki sedang sibuk." batin Nara, menghibur diri karena Viki tidak datang pagi ini. Nara terlihat kecewa karena itu.
Apartemen milik Viki tidak di bersihkan setiap hari. Viki akan memanggil seseorang untuk membersihkan jika dirasa apartemennya memang sudah waktunya di bersihkan.
Di sela-sela membersihkan apartemen, Nara selalu menengok. Memandang ke arah pintu. Berharap Viki akan datang.
Entah apa yang saat ini dirasakan gadis tersebut. Ada perasan nyaman saat Viki memperhatikannya. Mungkin karena sudah bertahun-tahun Nara selalu berjuang seorang diri.
Tidak ada satu orangpun yang memberi perhatian pada dirinya. Padahal gadis seusia Nara, harusnya masih bermain bersama dengan teman-temannya. Atau mungkin, tanpa Nara sadari. Dirinya menyimpan rasa suka pada sosok Viki.
Nara, jika benar dirinya mempunyai perasaan tertarik pada Viki, akan lebih baik segera dihilangkan. Karena Viki pasti tidak akan membalas perasannya tersebut.
Di perusahaannya, Viki di sibukkan dengan berbagai berkas di depannya. Dia juga lupa jika saat ini ada tiga orang yang menghuni apartemennya sejak semalam.
Ponsel Viki berdering. Matanya hanya melihat layar ponsel miliknya. Membaca, siapa yang menghubunginya.
"Mama. Ckkk,,, pasti masalah Giska lagi." Viki segera mengambil ponselnya. Mengubahnya manjadi mode hening.
Menghubungi Rey, asistennya. Melewati telepon yang menempel di meja kerjanya. "Jika mama telpon, bilang jika aku sedang rapat penting. Tidak bisa di ganggu." tanpa mendengarkan perkataan dari Rey, Viki mengembalikan teleponnya ke tempat semula.
Pasti sekarang Rey merasa dongkol. Tapi hal itu sudah biasa Rey alami. Jadi kemungkinan Rey hanya acuh akan sikap atasannya tersebut.
Ternyata benar dugaan Viki, sang mama menelpon dan menanyakan Viki pada Rey. Asisten Viki.
"Tuan, nanti malam ada undangan dari Tuan Baron. Acara ulang tahun perusahaan milik beliau." jelas Rey pada Viki.
Viki menatap ke arah Rey. Mengetuk-ngetukkan penanya di atas meja kerja miliknya.
"Jangan bilang, gue yang harus mewakili anda Tuan." batin Rey.
"Apa Denis juga akan datang?" tanya Viki.
"Setahu saya, Tuan Denis masih berada di luar kota. Beliau sedang mengadakan pertemuan dengan beberapa rekan kerjanya."
"Ella?"
"Tuan Vano akan datang bersama Nyonya Ella." jelas Rey.
Rey selalu mengikuti setiap kegiatan dari kedua sahabat atasannya tersebut. Karena pasti sewaktu-waktu Tuannya menanyakan kedua sahabatnya tersebut. Viki memang aneh.
"Seperti punya tiga Boss." batin Rey.
"Baiklah." ucap Viki.
"Maksudnya?" tanya Rey, dirinya bingung dengan perkataan Tuannya.
"Aku juga akan datang."
"Ada apa?" tanya Viki saat melihat Rey seperti bernafas lega.
"Tidak ada Tuan." ucap Rey.
"Jangan bilang pada mama." Viki memperingatkan Rey untuk tidak memberitahu sang mama jika dirinya akan menghadiri acara tersebut.
"Baik Tuan. Saya permisi." pamit Rey meninggalkan ruangan Viki.
Viki tidak ingin mamanya tahu, pasti sang mama akan menyuruhnya untuk mengajak Giska. Tidak akan pernah.
Di apartemen Viki, Nara menunggu kedatangan Viki. Apalagi cairan infus untuk Bima sudah habis. Nara bingung harus melakukan apa.
"Kak, bang Viki belum datang?" tanya Rini.
"Belum sayang. Mungkin bang Viki sedang sibuk." ucap Nara.
"Sudah, Rini lihat televisi saja. Tapi jangan nakal ya." ucap Nara mengingatkan Rini.
"Iya kak." Rini kembali duduk di lantai dan melihat acara kartun di televisi.
Beruntung Viki semalam membeli makanan cepat saji dan beberapa roti dan juga buah. Sehingga mereka tidak kelaparan hari ini.
Ingin rasanya Nara meninggalkan apartemen Viki. Tapi Nara merasa tidak enak dengan Viki, jika tidak pamit terlebih dahulu.
Dan juga, selang infus yang masih berada di tangan Bima. Membuat Bima rewel setiap membuka mata. Alhasil, Nara dan Rini harus mengalihkan perhatian Bima.
Malam hari. Sesuai rencana, Viki menghadiri undangan dari Tuan Boran.
"Selamat Tuan, semoga perusahaan anda semakin berkembang dan sukses." ucap Viki seraya menjabat tangan Tuan Boran.
"Terimakasih banyak, silahkan menikmati acara ini. Dan terimakasih, sudah memenuhi undangan saya." ucap Tuan Boran.
Selesai bertegur sapa dengan Tuan Boran, mata Viki menyapu ruangan tersebut. Tentunya untuk menemukan sahabatnya. Ella.
"Tuan Viki." sapa seorang perempuan cantik pada Viki.
Viki sedikit mengangguk dan tersenyum. "Sendiri?" tanyanya dengan menunjukkan sikap yang anggun.
"Maaf, sepertinya saya harus pergi." pamit Viki saat matanya menemukan sosok Ella di antara tamu undangan.
Perempuan tersebut memandang ke arah Viki. Memastikan ke mana langkah Viki berhenti Beraninya Viki mengacuhkan dirinya.
"Ella. Ternyata ****** berkelas itu tujuan elo." cibirnya.
Karena selama ini, gosip di kalangan sosialita menyebut jika Viki memiliki hubungan khusus dengan model Ella. Dimana hubungan tersebut berkedok persahabatan.
Mereka berspekulasi jika Viki dan Denis menjadi partner ranjang dari model seksi dan cantik tersebut.
Viki berhenti dan berdiri tepat di belakang Ella. Menaruh kedua tangannya di pundak sahabatnya tersebut.
"Nyonya Ella, bagaimana kabar anda?" tanya Viki.
"Sangat baik." ucap Ella, mendongakkan kepala. Dengan tangannya masih menggenggam erat tangan orang tersebut.
Melihat dengan jelas wajah tampan di atasnya, yang juga tersenyum ramah padanya. Dengan tatapan mata nakal.
"Astaga....!!!" seru Viki saat dia ingin mengecup dahi Ella. Seseorang menarik rambutnya dari belakang.
Siapa lagi kalau bukan Vano. Suami dari Ella.
"Sayang..." ucap Ella lembut. Segera berdiri dan menarik Vano untuk duduk. Sebelum Vano dan Viki membuat acara seseorang menjadi berantakan.
"Rambut gue rusak brengsek." maki Viki pada Vano.
"Sayang..." Ella mengelus telapak tangan Vano yang masih berada di genggamannya.
"Dasar bucin." ucap Viki lirih, dengan wajah masih cemberut. Dan tangan merapikan rambutnya.
Ella menepuk kasar pundak Viki. Membuat Viki menoleh ke arah Ella dan tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Ceethra DeeNa
SeMangatttt Up Thor
2022-06-26
3