Tidak lama setelah Viki pergi, ada seseorang yang datang. Seseorang yang mengantarkan makanan untuk mereka.
"Terimakasih." ucap Nara menerima bungkusan yang banyak tersebut.
"Ini apa kak?" tanya Rini yang sudah berdiri di samping Nara.
"Rini, kok kamu ada di sini. Bima mana?" tanya Nara khawatir.
"Bermain,,,"
Tarrr,,,,, terdengar seperti suara barang pecah dari dalam. Segera Nara menutup pintu dan menguncinya.
Rini berlari terlebih dulu. Disusul oleh Nara. Bahkan Nara membiarkan kantong kresek tadi tetap tergeletak di ruang tamu.
"Bima, astaga." segera Nara menggendong Bima.
"Rini, jangan di situ. Nanti kamu terluka." ucap Nara khawatir.
Nara menurunkan Bima dari gendongannya, melihat ke arah Bima yang ternyata baik-baik saja. Nara bernafas lega.
"Kak, pecah." ucap Rini, nadanya sedikit bergetar. Ada rasa takut di hatinya.
"Sudah, tidak apa-apa." Nara mencoba menenangkan Rini.
"Rini takut Bang Viki marah." cicit Rini, terlihat jelas di matanya rasa takut itu.
"Sini." Nara membawa Rini duduk di sampingnya.
"Nanti kita minta maaf pada Bang Viki." Nara mengelus lembut rambut Rini, membuat Rini mengangguk pelan.
"Tapi Rini janji, jangan diulangi lagi ya." ucap Nara.
"Jika kakak suruh Rini buat jaga Bima, Rini harus benar-benar menjaga Bima. Paham." jelas Nara dengan lembut.
"Iya kak."
"Bima kan masih kecil. Belum mengerti mana yang boleh di lakukan, dan mana yang tidak boleh dilakukan. Rini mengertikan maksud kaka." ucap Nara dengan lembut, memberi pengertian pada Rini.
"Iya kak. Rini mengerti. Maaf." ucap Rini tulus.
"Bagaimana dengan gucinya." Rini melihat guci besar itu sudah hancur perkeping-keping.
"Rini tidak perlu khawatir. Nanti biar kakak yang bicara pada Bang Viki." ucap Nara memeluk Rini. Dengan Bima berada di pangkuannya.
"Apa kakak punya uang untuk menggantinya?" terlihat Rini masih khawatir.
Ya, anak berusia tujuh tahun tersebut selalu melihat dan mendengar saat suami bu Anis, pemilik rumah kecil yang di sewa Nara marah pada orang.
Dia marah dan memaki orang tersebut, saat anak dari orang tersebut merusak barang miliknya. Dan pastinya lelaki kejam tersebut memukul dan meminta ganti rugi.
"Rini tenang saja. Itu urusan kakak." Nara mencium pucuk kepala Rini.
"Kenapa?" tanya Nara saat Rini memandangnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Apa nanti Bang Viki akan memukul Rini?" tanya Rini pelan, bahkan matanya sudah mulai mengembun.
"Hey, tidak sayang. Tidak akan. Bang Viki orang yang baik. Sudah, Rini tidak perlu khawatir. Tidak akan terjadi apa-apa." Nara menenangkan Rini yang masih saja merasa khawatir bercampur takut.
"Sekarang Rini lebih baik bawa Bima bermain di dalam kamar. Kakak akan membersihkan ini dulu. Nanti kalian malah terkena pecahannya."
"Setelah itu, kita sarapan bersama." imbuh Nara.
Nara memberikan Bima pada Rini. "Iya kak." Rini menggandeng tangan Bima, mengajaknya pergi ke dalam kamar.
Nara segera membersihkan pecahan guci yang berserakan di mana-mana dengan hati-hati.
"Semoga Bang Viki tidak marah." batin Nara membuang serpihan guci tersebut ke tempat sampah.
"Nara akan menggantinya. Nara akan mencicilnya. Pasti guci ini sangat mahal." ucap Nara lirih.
"Akhirnya selesai." Nara menepuk-nepuk kedua telapak tangannya.
"Ehh." Nara teringat jika dirinya masih meninggalkan makanan di ruang tamu. Di dekat pintu masuk.
Dangan segera Nara membawa semuanya ke dapur. Mengeluarkan satu-persatu. "Ya ampun. Banyak sekali."
Mata Nara melotot sempurna melihat Viki membeli banyak makanan enak. Segera Nara menyimpan sebagian.
Dan sebagian untuk sarapan dirinya dan Rini beserta Bima. Karena Nara tadi juga sempat masak mie dan telur untuk sarapan. Tapi ternyata Viki malah pergi tanpa sarapan.
Dengan duduk di lantai, Nara bersama adiknya sarapan. "Enak ya kak." ucap Rini sambil menguapkan makanan ke dalam mulutnya.
Sementara Nara menyuapi Bima dan juga dirinya, bergantian. Karena selama ini, mereka tidak pernah makan makanan seperti ini. Enak, dan pastinya mahal.
Tapi mereka selalu bersyukur, karena masih di beri rizki untuk membeli makanan sebagai pengobat dari rasa lapar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Tuan, Nyonya Rahma baru saja menghubungi saya. Beliau berpesan jika nanti siang akan mengajak anda makan bersama." ucap Rey, asisten Viki.
Viki melepas kacamata bacanya. Bernafas panjang dan pelan. Mamanya pasti sengaja tidak menelpon langsung padanya, karena Viki pasti tidak akan mengangkat. Dengan alasan sibuk.
"Bilang jika aku sibuk. Ada pertemuan penting dengan rekan kerja." pinta Viki dengan wajah datar.
"Kenapa?" tanya Viki, melihat Rey malah memandangnya dengan tatapan rasa bersalah.
"Maaf, tapi tadi Nyonya sudah bertanya pada saya jadwal kegiatan anda sehari ini." ujar Rey. Viki menatap tajam pada asistennya tersebut.
"Maaf." ucap Rey.
"Sebenarnya, kamu bekerja untuk siapa. Haaa!!" seru Viki. Rey diam tanpa menjawab. Dia hanya menundukkan kepala.
Ponsel Viki berdering. Dan ternyata panggilan telepon dari Nyonya Rahma.
"Pasti tidak jauh-jauh dari Giska." Viki mendengus sebal.
"Kenapa Tuan tidak mencobanya dulu. Nona Giska juga berasal dari keluarga terpandang dan terhormat." saran Rey.
"Nona Giska juga tak kalah cantik dari Nona Ella. Dan saya rasa Nona Giska juga berhati lembut." imbuh Rey. Sementara ponsel Viki terus berdering.
"Jangan pernah menyamakan Ella dengan Giska. Selamanya Giska tidak akan sebanding dengan Ella." geram Viki dengan tatapan marah pada Rey.
"Maaf." ucap Rey.
"Dengan duduk bersanding, pasti akan sebanding." batin Rey konyol.
Dengan malas, Viki menjawab panggilan telepon dari sang mama. "Ada apa ma?" tanyanya dengan nada jutek.
"Rey sudah memberitahu kamu kan. Jangan lupa ya sayang. Nanti siang kita akan makan bersama dengan Giska." ucap Nyonya Rahma dengan nada bahagia.
"Viki tidak bisa ma."
"Kenapa? Jangan banyak alasan. Tadi Rey sudah memberikan mama jadwal kegiatan kamu sehari ini." ucap sang mama.
Rey yang mendengar perkataan Nyonya Rahma dari ujung ponsel Viki seketika terdiam. Karena Viki menatapnya dengan tajam, Viki sengaja memperkeras percakapannya dengan sang mama.
"Viki harus bertemu Ella. Sampai saat ini, Viki belum tahu keadaannya." ucap Viki jujur.
"Ella lagi, Ella lagi. Mau sampai kapan kamu terus mengurusi hidup dia. Ella sudah punya suami." teriak sang mama, gendang telinga Viki serasa mau pecah.
"Ella sedang mengalami masalah ma." ucap Viki.
"Itu urusan keluarga mereka. Kamu jangan ikut campur. Mama nggak mau, kamu malah terseret masalah Ella dan Vano." ucap Nyonya Rahma.
"Tidak ada penolakan. Nanti siang mama tunggu di restoran keluarga kita. Lihat saja, jika kamu berani tidak datang. Mama akan mendatangi kantor kamu." ancam Nyonya Rahma. Memutuskan panggilan telepon dengan Viki.
"Ckk." Viki memijat keningnya yang terasa berdenyut. Pusing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Ceethra DeeNa
SeMAmngattt Up Thor..
2022-06-29
2
FLA
kapok kamu bang di kejer2 terus kan ma mak mu hihi
2022-06-28
3