Setelah bekerja, Viki tidak pulang ke rumah kedua orang tuanya. Dia langsung menuju apartemen.
"Abang." sapa Nara saat membuka pintu apartemen, ternyata Vikilah yang telah mengetuk pintu.
"Mana Rini dan Bima?" tanya Viki, lantaran biasanya mereka masih bermain di ruang tangah jam segini.
"Mereka sudah tidur bang. Sehari mereka bermain dengan mainan yang di belikan bang Viki." jelas Nara.
"Mau Nara buatkan minum?" tawar Nara.
"Kopi." jawab Nara.
"Mau sekalian Nara siapkan makan malam?" tanya Nara sebelum membuatkan segelas kopi untuk Viki.
"Tidak perlu, aku belum lapar. Kopi saja."
"Baik bang."
Viki menatap punggung Nara yang menuju ke dapur. "Pasti aku akan kehilangan kalian, jika kalian meninggalkan rumah ini." batin Viki.
Apakah Viki sudah jatuh hati pada Nara. Tidak. Viki masih sama seperti Viki yang kemarin. Dirinya tidak pernah bernafsu pada sosok perempuan.
Tapi entah kenapa, kehadiran tiga bocah tersebut membawa ketenangan di hati Viki. Mungkin karena Viki tidak mempunyai kekasih, jadi Viki bisa mengalihkan kesepiannya pada ketiga bocah tersebut.
Kekasih. Sepertinya akan sulit untuk Viki mempunyai kekasih. Lantaran di negara ini, hubungan sesama jenis sangat di tentang.
Lagi pula, Viki masih trauma dengan kisah percintaannya dengan Jo. Viki merasa menjadi orang paling beruntung saat itu.
Siapa sangka, ternyata Jo hanya memanfaatkan dirinya. Untuk melancarkan balas dendamnya. "Sialan." umpat Viki teringat akan kenangan bersama dengan Jo.
"Ini bang. Diminum." Nara menaruh secangkir kopi di meja, depan Viki.
"Nara. Duduklah." pinta Viki, saat Nara hendak pergi ke belakang.
"Ada yang ingin aku bicarakan." imbuh Viki. Dengan sopan, Nara duduk di kursi depan Viki. Dengan nampan masih berada di tangannya, di letakkan di atas pangkuannya.
Viki menghela nafas, menatap serius ke arah Nara. "Kamu serius, mau meninggalkan apartemen saya. Kembali ke rumah kamu?" tanya Viki tanpa ekspresi di wajahnya.
"Iya bang." jawab Nara mengangguk.
"Kamu sudah pikirkan baik-baik."
"Sudah bang, lagi pula kita tinggal di sini karena Bima sakit. Dan sekarang, Bima sudah sembuh." ucap Nara.
"Bagaimana dengan Rini dan Bima, apa mereka mau meninggalkan apartemen ini?" tanya Viki, berharap mereka tidak meninggalkan apartemen miliknya.
"Kalau Bim, dia masih terlalu kecil untuk mengerti. Jika Rini, saya sudah bicara dengan dia. Dan Rini hanya mengikuti apa kata saya." jelas Nara.
"Kapan rencananya kalian akan meninggalkan apartemen ini?"
"Besok bang." ucap Nara. Dirinya hanya takut jika terlalu lama meninggalkan rumah kontrakannya, maka rumah itu akan di kontrakkan pada orang lain. Meskipun Nara masih bisa tinggal di rumah itu selama dua bulan ke depan. Karena Nara sudah membayar uangnya.
"Sore saja, biar saya antar sepulang bekerja." ucap Viki.
"Baik bang. Terimakasih karena Abang sudah baik sama kita. Terimakasih banyak bang. Maaf Nara dan adik-adik merepotkan abang." cicit Nara.
Viki hanya tersenyum melihat kelulusan yang di ucapkan oleh Nara.
Ponsel Viki berdering. "Nomor siapa ini?" gumam Viki, karena hanya nomornya yang tertera di layar ponselnya. Menandakan jika Viki tidak menyimpan nomor tersebut.
"Sebaiknya kamu istirahat, ini sudah malam."ucap Viki.
"Baik Bang." Nara segera beranjak dari tempat duduknya. Bukannya pergi ke dalam kamar, Nara malah berhenti di balik tembok. Berniat mendengarkan percakapan Viki dengan seseorang yang menelpon Viki.
"Halo." ucap Viki saat tombol hijau telah dia geser.
"Malam Vik." terdengar suara perempuan di ujung telepon.
"Aku Giska." imbuhnya.
"Giska. Ada apa?" tanya Viki dingin.
"Giska." gumam Nara yang mendengar Viki menyebut nama perempuan yang sedang bertelepon dengannya.
Nara berjalan meninggalkan tempatnya. Menuju ke dalam kamar tidurnya. Dimana Rini dan Bima sudah terlelap.
"Giska. Mungkin dia perempuan yang di cintai bang Viki. Berarti dia kekasih bang Viki." ucap Nara lirih, mengambil kesimpulan sendiri.
"Kenapa aku sedih. Seharusnya aku senang. Bang Viki sudah punya kekasih. Lagian, lelaki seperti bang Viki, mana mungkin tidak punya kekasih." ucap Nara tersenyum getir.
"Mikir apa kamu Nara." gumamnya, menarik selimut untuk menutupi badannya.
"Vik, apa besok kami ada acara?" tanya Giska.
"Ada." jawab Viki singkat.
"Padahal aku ingin mengajak kamu untuk datang ke acara keluargaku." ucap Giska terdengar sedih, karena Viki tidak bisa menemaninya.
Giska berharap, dengan mendengar suaranya yang sedih, akan merubah keputusan Viki untuk bisa hadir menemani Giska.
"Jika tidak ada lagi yang ingin kamu katakan. Aku ingin istirahat." Viki mematikan begitu saja sambungan teleponnya.
Dengan santai, Viki meletakkan ponselnya di atas meja. Dan mulai meminum kopi buatan Nara.
Di tempat lain, Giska sedang marah-marah. Membuang dan menghancurkan semua barang yang ada didalam kamarnya.
"Nyonya, Nona Giska sedang mengamuk di dalam kamar." ucap pembantu di rumah Giska, memberitahu pada mama Giska.
Segera mama Giska berjalan menuju kamar Giska. "Ada apa lagi dengan anak itu." batin sang mama.
"Giska....!!!" teriak sang mama saat sudah membuka pintu. Dan berdiri di ambang pintu.
Melihat semua barang-barang Giska berserakan di lantai. Bahkan banyak barang yang pecah karena di banting oleh Giska.
"Apa yang kamu lakukan?" segera sang mama mendekat dan memeluk sang anak. Mencoba menenangkannya.
"Giska, tenang sayang." ucap sang mama memeluk erat putrinya.
"Ma, Giska ingin Viki. Giska mau Viki menjadi suami Giska." ucapnya dengan menangis.
"Iya, diam dulu. Ayo duduk." mama Giska mengajak putrinya untuk duduk di tepi ranjang tempat tidur. Sementara pembantu membereskan kekacauan yang di sebabkan oleh Giska.
Sang mama menghapus air mata di pipi Giska. "Ceritakan sama mama. Siapa Viki itu?" pinta sang mama.
"Lelaki yang Giska inginkan. Tapi dia menolak Giska. Dia tidak mencintai Giska. Padahal Giska sangat mencintainya ma." ucap Giska masih dengan air mata menetes di pipi.
"Sayang, cinta memang tidak bisa di paksa. Jika dia tidak menginginkan kamu, ya sudah. Kamu cari lelaki yang sama-sama mempunyai perasaan cinta sama kamu." tutur sang mama.
"Nggak." Giska mendorong kasar tubuh sang mama.
"Kenapa mama nggak bisa seperti papa. Apa mama nggak sayang sama Giska. Keluar ma, keluar!!!" teriak Giska dengan berdiri dan menunjuk ke arah pintu kamar.
"Sayang.." ucap sang mama.
"Keluar!!! Giska bilang keluar!!!" bentak Giska.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Nurhartiningsih
idiot apa yaaaa
2024-07-20
0
FLA
ihh ngamuk kek bocah...
2022-07-01
2