Viki mengendarai mobil dengan pelan. Dengan mata memandang ke kanan kiri jalan. Mencari keberadaan Nara. "Kemana itu bocah." gumam Viki.
"Bocah danau, sedang apa malam-malam begini kelayapan di jalan. Bawa anak kecil lagi." gumam Viki, tetap menyebut Nara dengan panggilan bocah danau.
"****,,, jangan-jangan dia mau menjual kedua anak itu lagi." batin Viki, mengira jika Nara akan menjual kedua anak yang bersama dengan Nara. Karena Nara membutuhkan uang.
"Awas saja, jika kamu sampai berbuat kriminal. Aku tidak segan-segan menangkap kamu." omel Viki dengan mata terus menelusuri jalan yang sudah gelap. Berharap melihat sosok Nara.
"Tunggu." seketika Viki menepikan dan menghentikan laju mobilnya.
"Apa jangan-jangan itu hantu. Astaga, hantu yang menyerupai bocah danau itu." batin Viki. Entah kenapa pikiran Viki tertuju pada hal mistis.
tok,,, tok,,, tok,,,
Viki mendengar ada yang mengetuk jendela mobilnya. Dengan perlahan, Viki menoleh ke sumber suara.
"Aaaaaaa.......!!!!!!" jerit Viki saat melihat ada tiga kepala di luar mobilnya. Sampai-sampai Viki menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Hantu, aku mohon. Pergilah. Aku lelaki baik-baik. Aku bahkan belum pernah memerawani perempuan. Pergilah." ucap Viki lirih dengan membuka sedikit telapak tangannya.
"Ya ampun, kenapa masih ada di situ sih. Hust,, hust,, pergilah kalian..." seru Viki.
tok,, tok,, tok,, tok,,
Lagi-lagi ketukan terdengar, dan lebih keras dari pertama kali. Membuat Viki menajamkan penglihatannya. "Kamu." seru Viki melihat Nara di luar.
Segera Viki membuka pintu mobil. Dan keluar dari mobil. "Kamu,,, bocah sialan. Kamu tahu, aku hampir saja terkena serangan jantung. Malam-malam kelayapan. Persis seperti hantu." omel Viki.
"Terus mereka siapa. Oo,,,, pasti kamu habis nyulik anak kan, terus mau kamu jual." bentak Viki.
Sementara Rini menggenggam erat tangan Nara. Dia takut melihat Viki yang berbicara kasar pada Nara.
"Bang..." panggil Nara.
"Apa." ketus Viki.
"Tolongin Nara. Adik Nara sakit." ucap Nara menahan air mata.
Viki memandang ke arah Nara. Melihat seorang anak perempuan berdiri di samping Nara, memegang lengan Nara dengan kuat.
Seorang anak lagi di gendongan Nara, terlihat pucat. Dan memejamkan mata. "Adik kamu?" tanya Viki menyakinkan pendengarannya. Nara hanya mengangguk kecil.
Tangan Viki terulur memegang wajah anak kecil yang di gendong Nara. "Astaga. Panas banget." ucap Viki saat punggung telapak tangannya menyentuh wajah anak kecil tersebut.
Segera Viki mengajak masuk mereka ke dalam mobil. Viki mengeluarkan ponsel sembari menelpon seseorang. "Elo dimana?" tanyanya dengan seseorang di seberang ponsel.
"****,, bawa perlengkapan elo ke apartemen gue. Sekarang." ucap Viki.
……………
"Ada anak kecil yang butuh pertolongan elo. Secepatnya. Gue sedang dalam perjalanan." ucap Viki, segera mematikan panggilan teleponnya. Dan melajukan mobilnya dengan kencang menuju apartemen.
Viki sengaja tidak membawa mereka ke rumah sakit. Lantaran jarak rumah sakit masih jauh. Sedangkan sahabatnya yang notabennya seorang dokter, saat ini sudah berada di rumah.
Dan jarak apartemen dengan tempatnya berada sekarang lumayan dekat. Begitu juga dengan jarak rumah temannya dengan apartemennya.
"Biar gue yang gendong." Viki mengambil alih Bima dari gendongan Nara. Segera berlari menuju ke dalam apartemennya. Di belakangnya, Nara dan Rini juga berlari mengejar Viki.
"Cepat buka. Ada di saku gue." pinta Viki pada temannya untuk mengambil kunci apartemen. Dan ternyata temannya sudah datang lebih dulu darinya, dan berdiri di depan apartemennya.
"Siapa mereka?" tanya teman Viki.
"Jangan banyak tanya. Cepat periksa dia." Viki membaringkan tubuh Bima di atas ranjangnya. Sementara Nara dan Rini berdiri di samping Viki dengan nafas terengah-engah karena baru saja berlari.
Terlihat sang dokter memberi infus pada Bima. "Gejala typus." ucap sang dokter.
"Elo nggak usah khawatir. Dia akan baik-baik saja." imbuhnya.
"Tapi dia panas banget." ujar Viki.
"Mungkin dari kemarin suhu tubuhnya sudah naik. Tapi baru hari ini naik drastis." jelasnya.
"Ini. Elo cari sebagian obatnya di apotik. Soalnya gue nggak bawa obatnya." ucapnya menyerahkan selembar kertas berisi resep obat.
Viki mengantar sahabatnya keluar kamar. Sementara Nara dan Rini berdiri di samping Bima.
"Ckkk,,, kalau soal begini elo ingat sama gue. Biasanya juga elo nempel terus sama Ella sama Denis." sindir Andrew. Dokter yang baru saja memeriksa Bima.
"Lagian mana mungkin gue panggil Ella, mau ngapain. Suruh ngajarin mereka berjalan di atas catwalk. Terus Denis, elo suruh motret mereka." ucap Viki kesal.
"Lagian, siapa mereka." tanya Andrew.
"Waktu itu gue nggak sengaja nolong mereka. Terus tadi juga nggak sengaja ketemu." ucap Viki berbohong. Meski Viki tidak sepenuhnya berbohong. Karena memang dia pernah menolong Nara. Hanya Nara.
"Ya udah, sebaiknya elo hati-hati. Gue cabut." ucap Andrew meninggalkan apartemen Viki.
Viki tidak marah atau tersinggung jika Andrew menyuruhnya berhati-hati. Lantaran memang penampilan mereka yang lusuh. Dan terlihat jika mereka dari kalangan bawah.
Mungkin Andrew takut jika kebaikan Viki malah akan di salah artikan oleh mereka.
Viki berdiri di ambang pintu. Melihat ke arah ketiganya. Tiga anak dengan pakaian lusuh.
"Khemm..." Viki berdehem. Membuat Nara yang sedang mengelus rambut Bima menoleh ke arah Viki.
"Bang Viki, makasih." ucap Nara setelah dirinya mendekat ke arah Viki.
"Kamu tunggu di sini dulu. Aku mau beli obat." ucap Viki, dibalas anggukan oleh Nara.
"Kak, kita dimana?" tanya Rini, anak itu kelihatannya merasa takut.
"Sini." Nara mengajak Rini duduk di lantai. Nara tidak berani duduk di atas tempat tidur Viki ataupun di kursi empuk yang berada di dalam kamar Viki.
Melihat bagaimana bersihnya kamat tersebut. Sementara dirinya dan adiknya tampak kumuh. Nara takut akan mengotori tempat tersebut.
"Abang yang tadi namanya abang Viki. Dia orang baik."
"Tapi tadi dia bentak-bentak kakak." ucap Rini, teringat saat Viki membentak Nara saat mereka masih berada di jalan.
"Tidak sayang, abang Viki yang sudah menolong kakak dari orang jahat. Kalau dia orang jahat, apa mungkin dia mau membantu kita." ucap Nara dengan lembut, memberi pengertian pada Rini.
Rini menggeleng pelan. "Nah, sekarang Rini dengarkan kakak ya." ucap Nara membelai lembut pipi Rini.
"Nanti, Rini tidak boleh nakal selama kita di sini. Ingat, ini bukan rumah Rini. Lihat." Nara mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar Viki.
"Barang-barangnya tampak baguskan?" tanya Nara, di jawab anggukan oleh Rini.
"Berarti semua ini mahal. Rini mengerti kan maksud kakak?" tanya Nara dengan nada lembut.
"Iya kak, Rini mengerti. Jika nanti Rini merusaknya, pasti nanti kakak harus menggantinya. Sementara kita tidak punya uang banyak." ucap Rini polos.
"Pintarnya adik kakak." Nara membawa Rini ke dalam pelukannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
kalea rizuky
lah komen di atas komen ku ternyata/Facepalm/ g nyangka pernah baca ne novel pake akun lainnya
2024-11-26
0
kavena ayunda
sad bgt nasib orang gk punya
2022-11-29
0
FLA
syedih ya..
2022-06-22
2