BAB 14

“Uhhhh, sial sial sial.” Juli gak henti-hentinya mengumpat, keringat sebesar bulir jagung merembas dari dahinya, ”Kok motor lo bisa mogok disaat gak tepat kayak gini sieh, dasar motor gak berguna.”

“Ye, lo malah nyalahin motor gue lagi, mana gue tahu.” April celingak-celinguk mencari keberadaan bengkel disekitar tempat motornya mogok, tapi sejauh matanya memandang memang gak ada bengkel disekitar sana.

“Aduhhh, gimana nieh, gak mungkin bangetkan gue bolos, malah pak Taopik mau ngadain latihan soal lagi.” Juli memegang kepalanya frustasi, kayaknya bolos disaat kayak gini bukan pilihan baginya sekarang, karna dari hari kamis kemarin pak Taofik, itu lho guru fisika kelas X yang masuk salah satu dalam jajaran guru kiler akan mengadakan latihan soal mengenai materi yang telah dijelaskannya yang kalau gak diikuti tanpa alasan yang jelas bisa-bisa memberikan warna merah diraport.

Melihat kakaknya yang terlihat frustasi tanpa buatan itu, April memberikan sebuah solusi, ”Lo itu drama banget sieh, tuh banyak angkutan umum berseliweran didepan mata lo, tinggal lambain tangan semuanya bakalan berhenti untuk lo, kenapa hidup lo bikin repot kayak lo hidup dizaman purba aja.”

Juli  mendesah makin frustasi mendengar saran sang adik, "Haduh, lo tau sendirikan kalau gue suka kena gejala morning sickness kalau naik mobil-mobilan dan sebangsanya itu.”

“Lo jalan kaki ajalah kalau gitu.”

“Bisa gak sieh lo kalau ngasih solusi yang masuk akal dikit, kalau gue jalan kaki subuh baru nyampai gue.”

"Ya udah sana terbang." ini sieh jelas saran yang masuk akal.

"Ishh." Juli mendesis kesal, "Dasar adik gak berguna ngasih saran ngaco."

“Lonya yang resek, dimana letak gak masuk akalnya saran gue yang pertama tadi.”

“Tapi kan gue udah bilang kalau gue..."

“Hehhh, mati aja lo sana, lo milih naik angkutan umum atau bolos, pilihan lo cuma dua, naik ojek bukan pilihan karna lo lihat sendiri disini gak ada pangkalan ojek, jalan kaki tambah gak mungkin mengingat lo sendiri yang mengatakan subuh baru sampai.”

“Naik angkutan umum.” ujar Juli nelangsa, Juli ngeri  membayangkan kalau dirinya harus muntah-muntah didepan orang banyak, sebenarnya kalau boleh milih Juli lebih milih naik taksi karna lebih nyaman dan kemungkinan muntah-muntahnya juga gak sebesar naik angkot atau bis, tapi yang jadi permasalahannya adalah uang jajannya bakalan ludes dan bisa mati kelaparan dia kalau gak jajan disekolah, sedangkan tukang ojek jelas-jelas gak ada disekitar situ, tapi ketakutannya terhadap pak Taofik mengalahkan rasa ngerinya dan akhirnya degan sangat terpaksa dia memilih naik angkutan umum saja.

Setelah menguatkan hati dan raga akhir dia berkata, "Baiklah, gue akan naik angkutan umum."

"Dari tadi kek, kan gak perlu drama-drama segala."

“Lo sendiri gimana.”

“Hehe.” April cengengesan, tau arti dari cengengesan gak berdosa adiknya itu Juli berdecak, dia tau pasti April memanfaatkan kesempatan itu untuk bolos.

"Yahh guekan gak mungkin ninggalin motor disini, jadi gue harus nyari bengkel, karna gak ada bengkel disekitar sini, jadinya ya gue harus menggeret nieh motor untuk menemukan bengkel, jadi begitu deh terpaksa gue harus bolos."

"Bilangnya terpaksa bolos, padahal lo senang bangetkan bisa bolos tanpa bisa dimarahi oleh kak Agus."

"Daripada lo nyerocos gak jelas, mending lo sono deh pergi, ntar lo telat lagi." usir April.

Akhirnya dengan lemes tangan juli melambai menghentikan bis pertama yang dilihatnya yang naujubileh penumpanganya bejubel, sempet ingin  mengurungkan niatnya namun dia keburu didorong oleh kenek.

“Ayok neng naik, apa yang dipikirkan lagi.”

“Iya mas bentar, saya doa dulu agar selamat.” Juli menelan ludah melihat padatnya isi bis tersebut.

“Alah sik neng, dikira bis kita mau dibawa kejurang apa pakai doa-doa segala, saya jamin mukidi sopir nieh bis sudah profesional mengemudi, jadi neng gak perlu takut, ayok buru naik.”

“ Ihhh, nieh kenek maksa banget dah, udah tau penumpangnya berdesakan gini masih aja mau naikan penumapang, tapi gue gak punya pilihan, gue harus naik bis ini." batinnya nelangsa membayangkan nasibnya didalam bis.

“Apa yang lo tunggu, sono cepetan naik, ntar lo ditinggalin lagi.” suruh April namun Juli masih belum bergeming.

 “Ayok ayok neng jangan takut, sopir kami tidak akan membawa neng ke neraka.” kenek itu mendorong punggung Juli dengan tidak sabaran yang membuatnya terpaksa masuk.

“Astagafirullahhalajim." Juli langsung sesak nafas begitu memasuki bis yang penumpangnya melebihi kapasitas, “Belum nyampai sekolah udah koit duluan gue.”

Dan benar saja, Juli mangap-mangap kayak orang asma akibat berjejalan, ditambah udara panas didalam bis yang bikin banjir baju seragam Juli dan membuat bedaknya luntur, gak cukup sampai disitu penderitaan Juli, bau dari segala macam jenis bau bercampur menjadi aroma yang gak tau lagi sebutannya apa, mulai dari bau keringat, terasi, ketek, sampai bau parfum mampir diindra penciuman Juli, percampuran macam bau-bauan yang dikeluarkan oleh mahluk-mahluk disekitarnya membuat Juli mual.

****

Ditempat yang berbeda dihari dan jam yang sama, Ari juga tengah mengumpat habis-habisan sampai nama penghuni kebun binatang di absen satu persatu, karna permasalahan yang dihadapi sama dengan Juli, tiba-tiba saja motor kesayangannya yang selalu menjadi kebanggaannya selama ini karna sering memenangkan aksi balap liar dan gak pernah mengecewakannya itu mogok tanpa peringatan.

"Sialan, disaat gue ingin menjadi anak baik-baik malah alam tidak mendukung." dia merutuk, pasalnya tiba-tiba saja sejak semalam dia merindukan sekolah, sampai kebawa mimpi segala lagi.

"Heh penghianat, kenapa sieh lo harus mogok disaat kerinduan gue untuk masuk sekolah memuncak." Ari sudah kayak orang menyalahkan motornya sendiri.

Ari melirik arloji hitam yang terpasang dipergelangan tangan kirinya, “Alamat bakalan telat nieh gue.”

Bukannya apa-apa, sebenarnya telat mah dia udah biasa, tapi yang bikin dia malas kalau harus dengerin suara cempreng dan cerewet ibu Dewi, apalagi saat ini bu Dewi tengah hamil muda, bawaannya pengen marah terus dan melampiaskan amarahnya pada anak didiknya, yang sedikit saja berbuat kesalahan menjadi sasaran amukannya, Ari masuk dalam kategori siswa nomer wahid yang sering membuat ibu Dewi menjerit histeris dan berteriak-teriak sehingga Ari sering menjuluki ibu Dewi dengan julukan mak lampir kesurupan.

Sebuah mobil berrwarna kuning mentereng melintas didepannya, penghuni mobil itu melongok dari kaca begitu melihat Ari, dan mengedipkan mata ganjen.

"Ishhh." Ari merinding jijik, "Amit amit." dengusnya karna penghuni mobil yang yang mengedipkan mata padanya itu adalah banci.

Dan tuh mobil berhenti, dan dua orang gadis jadi-jadian keluar dari pintu, dengan pakain super ketat dan rok minim sedengkul dengan dandanan asli kayak ondel-ondel mau pentas berjalan dengan lenggak-lenggok berjalan menghampiri dimana Ari berdiri memandang tanpa berkedip saking terkejutnya, dua banci itu memandang Ari dengan nafsu sambil mengedip-ngedipkan mata ganjen.

"Ohh my goshh, mimpi apa eke semalam bisa ketemu laki jantan ditepi jalan, jadi seger mata eke."

"Ganteng, butuh tumpangan gak, eke siap mengantar sampai bulan sekalipun."

"Astaga." Ari merinding, tidak menyangka mobil banci itu berhenti dan nyamperin dia, "Mimpi apa gue semalam, kenapa gue bisa sial quadrat begini." bulir-bulir keringat mulai bercucuran dari dahinya, kakinya gemetaran.

Walaupun Ari terkenal dengan banyak julukan, preman sekolahlah, brandal lah, badunglah, hobi tauranlah, sebagai raja jalanan memang gak ada yang membuat Ari takut kecuali tiga hal yaitu Tuhan, kemarahan mamanya dan banci, makanya setelah mendapatkan kesadarannya Ari langsung mengambil langkah seribu meninggalkan motornya.

“Peduli amet deh.” batinya “Gue lebih sayang nyawa daripada motor.”

“Heh, ganteng, aduhhh, kok lari sieh, kan eke mau kenalan.”

“hehh, tungguin ganteng, daripada lari-lari, mending naik mobil eke.”

Banci dua teriak-teriak dibelakang meminta Ari berhenti.

Samar-samar Ari mendengar suara bencong yang berlari mengejarnya memanggil-manggilnya dengan panggilan ganteng, karna Ari mengerahkan kemampuannya, 2 bencong itu tertinggal jauh dibelakang.

”Huhss, hushh." Ari berusaha menetralkan deru nafasnya yang naik turun akibat berlari, ”Bener-bener sial nasib gue.” desahnya putus-putus ditengah usahanya mengontrol nafasnya.

Setelah nafasnya terkontrol, Ari merogoh kantong celana abu-abunya untuk mengeluarkan ponselnya, gak lama kemudian dia menempelkan benda itu ditelinganya.

"Lo ambil motor gue."

"........."

"Mogok."

"......."

"Ntar alamatnya gue kirim.”

Setelah mengirim alamat tempat motornya ditinggalkan pada Evan temennya yang bekerja dibengkel, Ari kemudian menyetop taksi pertama yang dilihatnya.

***

Terpopuler

Comments

Euis Yohana

Euis Yohana

Aslan ga di sebut nomornya Thor...

2023-01-19

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!