BAB 7

Sesungguhnya Juli masih cemas walaupun dia sudah diyakinkan oleh Doni tadi kalau Ari akan membawanya sampai rumah dengan selamat, Juli terpaksa menerima kenyataan kalau dia harus diantar pulang oleh Ari, cowok yang sejak pertama kali melihatnya saja langsung membuat Juli tidak ingin dekat-dekat, dan yah namun untuk saat ini dia bisa apa, Ari adalah satu-satunya orang yang mau mengantarnya, dan bukan mengantar dengan tulus ikhlas, tapi Ari dua kali lipat lebih terpaksa mengantarnya pulang , kalau tadi Doni tidak mengancamnya Ari pasti gak bakalan mau mengantarnya.

Kenyataan kalau dirinya harus pulang bersama Ari membuat Juli lagi-lagi mengutuk kebodohanya yang bisa-bisaanya lupa membawa dompet dan hpnya, Juli berjanji, mulai saat ini, dua benda tersebut adalah benda utama yang akan selalu diinget untuk dibawa kemanapun dia pergi.

Begitu tiba diparkiran, Juli melihat Ari berhenti didepan sebuah sepeda motor keren berwarna hitam legam, sepeda motor balap yang sering digunakan oleh cowok ganteng dalam sinetron yang sering ditontonnya dan novel yang sering dibacanya, Juli memang menyukai cowok yang menaiki motor keren kayak gini, meski begitu sekalipun Juli gak pernah bermimpi akan naik motor keren ini, dia cuma sebatas seneng melihat cowok mengendarainya.

Ari menghidupkan mesin motornya, tanpa menyuruh Juli naik, Juli frustasi, sudah hampir yakin Ari akan meninggalkannya, tapi kemudian di balik kaca helm full facenya yang kacanya dinaikkan, Ari memandang Juli dan membentak.

“Lo mau naik atau gue tinggalin.” tuhkan, kentara sekali Ari tidak ikhlas mengantarkan Juli.

Bentakan Ari membuat Juli buru-buru mendekati Ari.

"Naik motor ini, ini motor lokan." tanyaya hanya sekedar meyakinkan dirinya kalau dia akan dibonceng pakai motor keren.

Pertanyaan tersebut membuat Ari berang, "Bukan, naik odong-odong, ya naik motor inilah." jawab Ari ketus, "Dan ini motor gue, bukan motor curian, asal lo tahu seribu motor kayak gini sekalian sama dealernya bisa gue beli."

"Ya maaf, guekan cuma bertanya gak usah marah gitu juga kali."

"Mulai sekarang lo gak usah nanya-nanya, sekalian gak usah buka mulut, suara fals lo bikin gue pusing tahu gak."

Ingin rasanya Juli mengahantam bibir Ari dengan barang-barang yang saat ini dibawanya, tapi dia masih memiliki kesadaran untuk tidak melakukan hal itu mengingat Ari pasti tidak akan mengantarnya pulang kalau dia sampai menghantam Ari beneran.

"Kenapa lo malah bengong, cepatan naik." bentak Ari tidak sabar.

"Iya." balas Juli melakukan perintah Ari.

Karna barang yang dibawanya lumayan banyak membuat Juli agak kesulitan untuk menaiki motor yang memiliki bodi tinggi itu, Ari yang bahunya tersengol oleh barang bawaan Juli mengomel,

“Aduh, pelan-pelan donk, lo udah numpang mau bikin gue celaka lagi.”

“Maaf.” 

Setelah Juli berhasil mengondisikan semuanya,  dan dia juga sudah berhasil duduk diboncengan motor Ari dengan duduk menyamping.

“Seriusan lo mau duduk kayak emak-emak yang mau pergi kepasar gitu.”

“Iya, emang ada yang salah.” tanya Juli polos, dia memang sering duduk seperti ini kalau dibonceng orang asing, dalam hal ini maksudnya adalah tukang ojek, meskipun Ari bukan tukang ojek, tetap saja dia adalah orang asingkan.

“Salah sih gak, tapi jangan salahin gue kalau terjadi apa-apa ntar, dan gue ingetin jangan sekali-kali lo berfikiran untuk meluk gue dari belakang.”

“Ishhh, dikasih satu juta juga gue gak bakalan mau kali.”ucap juli tanpa suara hanya menggerakkan bibirnya dan udah pastinya gak bisa didengar oleh Ari.

Tanpa ngomong apa-apa lagi, dan tanpa peringatan Ari melajukan motornya membuat Juli yang belum sepenuhnya duduk dengan nyaman terhempas kedepan membuat wajahnya membentur belakang helm Ari.

“Akkkhhh.” juli mengaduh kesakitan “Sialan nieh cowok, belum apa-apa udah mau bikin gue celaka." umpatnya.

Seperti kebiasaannya sebagai raja jalanan, Ari melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, Juli beberapa kali terhempas kepunggug Ari dan  wajahnya beberapa kali membentur belakang helm Ari.

“Ukkhhh sial, kayaknya nieh cowok sengaja ngerjain gue, sebelum sampai rumah bisa-bisa wajah gue penyok-penyok.” gerutu Juli ingin meninju kepala Ari dari belakang.

Sementara itu Ari dibalik helmnya senyum-senyum sendiri karna berhasil mengerjai gadis yang duduk dibelakangnya dengan tidak nyaman.

****

Juli sudah pasrah kalau seandainya mereka tabrakan atau lebih parahnya lagi nyemplung kesungai ciliwung mengingat Ari  melajukan motornya udah ngalah-ngalahin orang kesurupan, Juli sudah yakin menjadi berita utama di koran ataupun di media telivisi besok paginya, seenggaknya  harapan Juli kalau hal itu bener terjadi dan mati ditempat gara-gara ulah nieh cowok, Juli hanya berharap kalau jasadnya gak sampai hancur biar bisa dikenali oleh keluargnya dan dia bisa dimakamkan dengan layak dan tidak menjadi arwah penasaran.

Fikiran ngelanturnya terpecah begitu Ari ditengah jalan menghentikan motornya secara mendadak membuat lagi-lagi juli terhempas dan berhasil membuat wajah Juli mencium belakang helm Ari, Juli mengosok-gosok hidungnya yang terbentur cukup keras.

“Lo gila yah berhenti tanpa peringatan kayak gini. ” ini untuk pertama kalinya Juli menyuarakan protesnya.

“Emang gue perlu ngelapor ke elo dulu kalau gue mau berhenti, suka-suka gue donk orang motor, motor gue.” jawab Ari menyebalkan.

Juli sewot tapi sekejap dia berubah panik menyadari dimana Ari kini menghentikan motornya, dijalan yang lumayan sepi hanya satu dua kendaraan yang lalu lalang, membuat Juli yakin Ari akan berbuat jahat padanya, "Kenapa sik badung ini berhenti ditempat sepi seperti ini, apa yang akan dia lakukan ke gue, apa dia mau merkosa gue."

Dan fikiran ngelantur Juli terpatah karna Ari kembali buka suara,

“Rumah lo dimana.”

“Hah." saking fokusnya dengan hal-hal negatif tentang Ari membuat Juli haya menjawab pertanyaan Ari dengan kata “Hah.” yang tidak memiliki makna sama sekali

“Rumah lo dimana.” Ari mengulangi pertanyaannya dengan jengkel, ”Dari  tadi lo diem aja ngak ngasih tau alamat rumah lo, sengaja lo ya betah lama-lama diboncengain orang cakep kayak gue.”

Juli mendengus tapi lega seenggaknya nieh cowok gak berniat macam-macam padanya, dia juga menyadari dari tadi dia tidak memberitahu Ari alamat rumah kakaknya saking sibuknya memikirkan tentang nyawanya yang bisa saja melayang karna Ari membawa motor dengan ugal-ugalan.

Juli kemudian menyebutkan alamat rumah kakaknya.

“Ngomong kek dari tadi."

“Yee gimana gue mau ngomong kalau gue lebih sibuk memikirkan nyawa gue."

“Nyawa elo, kenapa nyawa elo.”

“Pakai nanya lagi, sadar kek, lo ngebawa motor kayak orang mabuk.”

Jawaban Ari lagi-lagi membuat Juli jengkel, “Suka-suka gue donk, lo kalau numpang terima aja gak usah banyak protes kayak gitu, udah syukur gue mau nganterin.”

“Kalau gue gak kpepet kayak gini, gue juga ogah kali.”cetus juli dengan suara berbisik sehingga gak bisa didengar dengan jelas oleh Ari.

“Lo bilang apa.”

“Eh, itu anu gak, gue cuma bilang makasih karna udah nganterin gue.” Juli ngeles dia masih memiliki kesadaran untuk tidak mengatakan hal itu dengan keras karna bisa-bisa dia ditinggalin ditempat sepi ini.

Tanpa banyak bicara lagi Ari kembali mengegas motornya melaju ke alamat yang diberitahu Juli, tapi sialnya Ari juga tidak terlalu mengenal daerah tempat tinggal Juli, sehingga membuatnya sukses muter-muter dan berulangkali bertanya pada setiap orang yang di jumpainya, sepanjang jalan kerjaan Ari ngedumel tiada henti.

“Lo bodoh banget atau super bodoh sieh, heran gue, kok ada orang sebodoh lo, udah bodoh nyusahin gue lagi, masak ada orang yang gak tahu jalan menuju rumahnya sieh, bodoh, bahkan monyet aja lebih pinter dari lo."

Jelas saja darah Juli mendidih mendengar hinaan Ari yang mengatai-ngatinya bodoh, gak peduli mau diturunin kek, ditinggalin sekalian kek Juli masa bodoh, Juli membalas dengan meledak, “Kalau lo gak ikhlas nolongin turunin aja gue, gue memang bodoh, sebodoh-bodohnya, tapi gue masih punya perasaan.” nafas Juli naik turun saking emosinya, meskipun emosi dan berkata begitu, Juli sebenarnya was-was juga kalau sampai beneran dia diturunkan di tempat sepi ini oleh Ari.

Sadar memang dari tadi kerjaanya selalu menghina dan membodohi gadis yang duduk diboncengannya, Ari menimpali dengan gurauan, “Cieeee, ngambek.” tanpa disangka-sangka tawa Ari meledak padahal menurut Juli bener-bener gak ada sesuatu hal yang lucu.

“Ketawa lagi lo, setelah lo membodohi-bodohi gue, sekarang lo nganggep gue badut gitu.”

“Sori deh, entah mungkin karna lo memang bodoh beneran atau cuma modus doank karna betah banget duduk diboncengan orang ganteng kayak gue, karna jujur aja lo gadis pertama yang duduk diboncengan motor gue, yah katakanlah selama satu abad terakhir gak ada yang pernah duduk diboncengan motor gue, tapi satu yang perlu lo tau, gue laki-laki sejati, gue bakalan bertanggung jawab bakalan nganterin lo sampai didepan rumah lo tepat didepan hidung ayah ibu lo.”

Juli mendengus sebel, “Terus lo kira gue merasa terhormat gitu jadi orang yang duduk diboncengan motor sialan ini yang ada  gue malah tamat.” teriaknya dalam hati, namun yang keluar dari bibirnya malah, “Narsis, mungkin maksud lo, lo ganteng kalau dilihat pakai sedeton es teh.”

“Gue beneran ganteng, ya kali lo gak lihat kadar kegantengan gue.”

Juli hanya mendengus untuk menanggapi kata-kata Ari, karna cowok ini kalau ditanggapin bakalan semakin menjadi-jadi.

****

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!