BAB 11

Terlebih dahulu, Juli pergi ke papan pengumuman untuk melihat dikelas mana dia berada selama kelas sepuluh, setibanya disana, ternyata sudah banyak para siswa lainnya yang juga memiliki tujuan yang sama seperti dirinya. Dan setelah berjuang menerobos kerumunan dan mengetahui dikelas mana dia ditempatkan, Juli melangkahkan kakinya menuju kelasnya.

Juli berdiri diambang pintu menyaksikan keributan didalam kelas yang akan dia tempati selama satu tahun kedepan, terlihat kegaduhan menyambut indra penglihatannya, beberapa siswa ada yang pada sibuk mencari tempat duduk yang pewe, ada yang kejar-kejaran, "Ampun deh, udah SMA juga masih saja lari-lari kayak anak SMP." gumam Juli melihat kelakuan anak-anak tersebut.

Juli melangkahkan kakinya memasuki kelas barunya dan bergumam, "Selamat datang dikelas baru Juli."

Juli duduk dibangku kosong yang letaknya cukup strategis, strategis untuk nyontek maksudnya. Baru beberapa detik mendudukkan bokongnya, sebuah suara terdengar menyapanya, 

"Hai." 

Juli otomatis mendongak melihat ke arah sumber suara, diisampingnya berdiri seorang gadis dengan kulit teen yang tengah tersenyum ke arahnya

"Hai juga." Juli membalas tak kalah ramah.

Sik gadis kembali berkata, "Apa kursi disebelah lo sudah ada yang nempatin"

"Gak ada kok."

Sik gadis terlihat lega dan kembali berkata, "Apa boleh gue duduk disamping lo."

"Duduk aja, lagian nieh bangkukan punya sekolah, bukan punya gue."

"Hehe, bisa aja lo ngejawabnya." sik gadis berkulit teen duduk disamping Juli.

"Oh ya kenalin, gue Nurdiani Pramita, lo bisa panggil gue Nuri." sik gadis memperkenalkan dirinya sambil menyodorkan tangannya untuk dijabat.

"Gue Juliansari Amarta, lo bisa panggil gue Juli." Juli balik memperkenalkan diri dan membalas uluran tangan gadis yang akan menjadi teman sebangkunya itu.

"Haii." kini sebuah suara sapaan berasal dari belakang bangku Juli dan Nuri terdengar menyapa.

Juli dan Nuri reflek menoleh kebelakang.

Seorang gadis berkulit putih, putih banget kayak batang pisang tersenyum manis kepadanya dan Nuri, gadis itu terlihat anggun, manis dan cantik secara bersamaan.

"Cantik banget."gumam Juli dalam hati mengagumi kecantikan  gadis tersebut.

Kulitnya cerah bercahaya, membuat mata Juli silau, dalam hati Juli berjanji besok-besok membawa kacamata karna tiap hari bakalan bertemu dengan gadis ini.

"Kenalin, gue Imelda Cahya Abadi." sik gadis memperkenalkan dirinya dan menyodorkan tangan kanannya untuk dijabat oleh Nuri.

"Pantes wajahnya terlihat bersinar, namanya ada cahya cahyanya gitu." batin Juli, "

"Lo bisa panggil gue Imel." ujar sik gadis bernama Imel.

"Oh oke." jawab Nuri lempeng, "Gue Nuri." balas Nuri memperkenalkan diri.

"Senang berkenalan dengan lo Nur."

"Tapi gue gak."

Imel langsung mendelik mendengar kalimat Nuri, dan hal itu membuat Nuri terkekeh, "Ye elahh neng, gitu aja ngambek, bercanda kali gue." goda Nuri yang membuat ekpresi wajah Imel kembali normal.

"Ngomong-ngomong, nama belakang lo persis kayak nama toko bangunan didepan komplek rumah gue Mel, apa jangan-jangan keluarga pemilik toko bangunan itu ya."

"Isshh, gaklah, papa gue bukan pengusaha material bangunan, tapi pengusaha apa ya namanya." Imel berusaha mengingat perusahaan papinya bergerak dibidang apa, "Akhh gue gak inget saking banyaknya usaha papi gue, pokoknya yang perlu kalian tahu adalah gue anak orang kaya, kaya  banget deh papi gue, dan gue anak tunggal, so, apapun yang gue inginkan pasti diberikan oleh papi gue, karna papi gue sayang bangett sama gue." seru Imel panjang lebar yang membuat Nuri mendengus mendengar Imel yang membanggakan kekayaan keluarganya.

"Dihhh, nieh cewek kayaknya drama quen orangnya, lihat aja bibirnya yang banyak omong yang gak bisa dikendalikan." Nuri meledek Imel dalam hati.

"Dan lo." gadis bernama Imel itu beralih bertanya pada Juli yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan Imel dan Nuri.

"Oh." Juli menyodorkan tangannya, "Nama gue Juliansari Amarta, panggil saja Juli."

"Nama lo bagus, pinter orang tua lo kasih nama." puji Imel.

"Makasih."

"Gue ramal."

"Hah." Juli bengong, "Nieh anak, cantik-cantik nguasain ilmu dukun juga ternyata." kalimat yang hanya Juli ucapkan dalam hati.

"Lo pasti lahir dibulan Julikan."

"Astagaa, gue kira bakalan ramal apaan, kalau gue dilahir dibulan november, gak mungkin orang tua gue ngasih nama Juli kali." lagi-lagi Juli hanya membatin, Juli melisankan, "Iya." untuk membenarkan.

"Wahh, hebat gue, kayaknya gue punya bakat meramal." Imel membanggakan diri.

"Begok kok dipelihara." gadis yang duduk disamping Imel yang dari tadi diem menyahut dengan kalimat pedas, Juli langsung mengalihkan perhatiannya pada sik gadis, gadis bertampang galak, wajah seriusnya terlihat pintar, ditambah kacamata minus yang mimbangkai mata sipitnya semakin memperjelas kalau nieh anak pintar.

"Kalau dia lahir dibulan Januari, gak mungkin namanya Juli." ternyata dia menyuarakan isi hati Juli.

Imel mendengus, dia lalu memperkenalkan gadis yang ada disampingnya kepada Juli, "Dia Gabriela Zeani Alvaro, dia…."

Gadis bernama Gabriela itu memotong, "Gue punya mulut jadi gak perlu lo kenalin segala."

"Siapa tahu lo malas ngomong seperti biasanya, makanya gue ambil alih memperkenalkan lo." imbuh Imel.

Gabriela mengabaikan clotehan Imel, gadis yang berstatus sebagai temannya selama mengikuti mos sekaligus sekarang menjadi teman sebangkunya, Gabriela secara resmi memperkenalkan dirinya pada Juli, "Gue Gabriela Zeani Alvaro." 

"Panggil gue Gebi atau terserah lo deh mau manggil gue apa, tapi inget satu hal,  jangan panggil gue Geboy." Gebi memperingatkan, Juli menjawab dengan anggukan.

Sik Imel langsung nyamber begitu Gebi selesai memperkenalkan dirinya, "Kalau lo gak mau bernasib seperti cowok disebelah." Imel menunjuk cowok berkulit agak gelap, potongan rambutnya mirip dengan rambut Andika kangen band pas awal-awal berkarir didunia musik tanah air, cowok itu tengah memegang pipinya, terlihat kesakitan dan merana.

"Namanya Miun." beritahu Imel, padahalkan Juli gak nanya.

"Dia sakit gigi ya." wajar saja Juli bertanya begitu melihat tuh cowok memegang pipinya sambil meringis.

"Bukan." bantah Imel, "Itu karna kena pukul gadis galak yang ada disamping gue, lo tahu gara-gara apa."

Juli menggeleng.

"Karna dia manggil sik Gebi dengan panggilan Geboyy."

"Ehhh, orang menggibah itu dibelakang orangnya, kenapa lo gibahin didepan gue." sahut Gebi mendengar kalimat Imel.

"Elahh gak zaman ghibah-ghibah dibelakang, sekarang zamannya ghibah didepan orangnya langsung."

"Ihh, dasar lo, untung cewek kalau gak udah abis lo."

"Visss." Imel mengangkat jarinya membentuk huruf V sebagai sebuah tanda damai, gak mau donk dia pipi putih mulusnya kena bogem.

"Jadi Juli, gue sarankan mulai saat ini." Imel terlihat serius, "Demi keamanan pipi mulus lo, jangan berani-beraninya lo panggil nieh cewek Geboy, kalau gak mau nasib pipi lo kayak sik Miun."

Juli langsung memegang kedua pipinya, fikirnya temannya bernama Gebi ini sadis juga.

"Dan lo lihat cowok dengan jidat lebar yang mirip landasan pesawat terbang itu." Imel menunjuk seorang cowok berwajah lebar dengan bibir agak maju, Nahh, cowok itu itu juga kena gampar sama Gebi."

"Dia ngatain Gebi Gebo…" Juli menghentikan kalimatnya, dengan takut-takut melirik ke arah Gebi, takut tiba-tiba Gebi lepas kendali karna salah omong, namun ternyata Gebi terlihat anteng tuh.

"Bukan." tandas Imel

 "Tuh cowok namanya Rasikin, tapi gue dan Gebi memanggilnya Raskin agar gampang diinget, tuh anak sejak tadi mepet gue dan Gebi mulu maksa-maksa gue dan Gebi milih dia jadi ketua kelas, makanya Gebi langsung aja menggamparnya, cihh, gue dan Gebi sieh gak sudi milih dia jadi ketua kelas, wajahnya dibawah standar begitu mana cocoklah jadi ketua kelas." crocos Imel tanpa jeda.

"Sik Imel dan Gebi ada-ada saja, apa hubungannya coba berwajah dibawah standar dengan tidak pantas jadi ketua kelas." kekeh Juli dalam hati.

"Oh ya, apa lo penggemar berat kak Ari." Imel yang sepertinya belum puas nyerocos mengalihkan topik.

"Ari." ulang Juli tidak tahu.

"Iya kak Ari, jangan bilang lo gak kenal sama kak Ari."

Juli menggeleng karna sama sekali dia tidak kenal dengan namanya Ari disekolah mereka, ada sieh cowok bernama Ari yang dikenalnya, tapi Juli yakin bukan cowok itu yang dimaksud oleh Imel.

"Astaga naga, kok bisa lo gak kenal kak Ari, cowok tercakep dan terkeren abad ini, kemana aja lo waktu mos."

"Gue gak ikut mos, gue lagi mencret waktu itu." Juli menjelaskan.

"Hahh, rugi banget lo gak kenal sama kak Ari, tuh cowok cueaaakep banget, benarkan Geb."

"Hmmm." gumam Gebi tidak menoleh.

"Kak Ari ya, gue juga ngefans sama kak Ari, anjirr ya kak Ari keren sumpah." Nuri yang tadi sibuk dengan ponselnya ikutan nimbrung.

Dan dua gadis yang sama-sama menggandrungi mahluk bernama Ari itu langsung larut dalam kehebohan membicarakan tentang Ari, mau ikut nimbrung, tapi Juli gak tahu tentang sosok Ari, makanya dia membalikkan tubuhnya menghadap depan.

***

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!