Para siswa dan siswi SMA PERTIWI kini sudah berkumpul di lapangan, biasa hari senin, meskipun hari pertama masuk sekolah, tapi upacara tetap dilaksanakan untuk menghormati para pahlawan bangsa yang rela mati demi membela tanah air tercinta, sekaligus upacara bendera kali ini sebagai acara penyambutan murid baru yang pidato selamat datangnya akan disampaikan oleh kepala sekolah.
Para siswa dan siswi berbaris sesuai dengan kelas masing-masing.
"Ukhh, gue paling malas upacara, gila panas banget njirr, bisa gosong kulit gue." sik Imel sejak memasuki lapangan terus saja merutuk, "Itu juga, bapak kepala sekolah yang terhormat, gak bosan apa dia pidato terus, dia sieh enak ditempat teduh, lhaa kita terpanggang matahari, duhh, bisa mateng beneran ini gue." Imel makin heboh, dia mengipas-ngipaskan tangannya diwajah.
Gebi yang jengkel dan panas kupingnya mendengar ocehan Imel menyahut, "Tutup mulut lo Cahyo, lo tinggal berdiri dengan manis gini apa susahnya sieh, coba lo bayangkan perjuangan para pahlawan kita, mereka harus berperang melawan kompeni untuk memberikan lo kehidupan yang layak kayak gini."
Imel diem, tidak merepet lagi, kata-kata Gebi selalu membuat Imel tidak bisa menjawab.
Juli sendiri sejak tadi hanya menunduk, panas sinar matahari yang tepat menyinari barisan anak-anak kelas X 7 membuatnya menunduk, buliran-buliran keringat sudah mulai merembas dari keningnya, dia juga seperti Imel, mengharapkan upacara bendera ini cepat selesai.
Setelah tadi memfungsikan bibirnya untuk ngomel-ngomel, sekarang giliran matanya yang difungsikan untuk celingak-celinguk, dia jelas tengah mencari seseorang, Juli sieh gak ingin tahu siapa yang dicari oleh Imel, tapi sikapnya Imel itu lho, mengundang untuk ditanya.
"Lo cari siapa Mel."
"Kak Ari."
Juli penasaran dengan yang namanya Ari, karna ada kali lima belas kali tuh nama disebut-sebut oleh Imel.
"Mana orangnya." Juli juga ikutan clingukan meskipun dia tidak tahu yang namanya Ari.
"Sepertinya kak Ari gak masuk, soalnya sejak tadi gue mencari keberadaannya, tapi batang hidungnya tidak kelihatan." Imel terlihat kecewa, "Padahal gue bela-belain berangkat pagi hanya untuk melihat wajahnya."
"Udahlah Mel, jangan sedih gitu, siapa tahu besok orangnya masuk, lo bisa ketemu dengan laki-laki itu."
"Amiennn."
"Selamat pagi semuanya, selamat datang kembali ke sekolah kita tercinta bagi murid lama, sedangkan bagi murid baru, selamat bergabung dan menjadi bagian dari SMA PERTIWI." seorang anak laki-laki kini memberikan pidatonya setelah kepala sekolah selesai berpidato.
"Ya Tuhanku, cobaan apalagi sieh ini, kapan selesainya coba kalau kayak gini." Imel meradang, setelah membahas tentang Ari, dia kembali merutuk melihat siapa yang didepan memberikan pidato selanjutnya, "Kenapa coba dia ikut-ikutan pidato segala, pasti lama kalau dia ngoceh juga, bisa pingsan beneran nieh gue." wajah putih bersih Imel memerah kayak udang rebus.
Suara itu membuat Juli reflek mendongak mendengar suara yang begitu merdu ditelinganya, dan didepan sana, dia melihat laki-laki yang membuat jantungnya berdetak sejak pertama kali Juli melihatnya, laki-laki yang mengulurkan tangannya untuk memberi bantuan padanya, diluar kesadarannya, Juli tersenyum, kini matanya difokuskan untuk memandang pemandangan indah yang ada didepan.
"Mell, cowok itu siapa." tanyanya.
Melihat fokus Juli menatap orang yang tengah berpidato ke didepan membuat Imel mengatahui siapa yang dimaksud oleh Juli, "Sik nomer dua."
"Sik nomer dua, orang tua mana yang memberikan anaknya dengan nama begitu." heran Juli dalam hati, "Namanya sik nomer dua." keheranannya ditanyakan dalam bentuk pertanyaan lisan.
"Ya bukan, itu peringkat yang gue dan Gebi kasih, itu namanya kak Aliandra ketua osis SMA kita, cowok terganteng nomer dua disekolah, sedangkan cowok tertampan nomer satu jelas sik pujaan hati donk, kak Ari, kak Ari my love." tiap menyebut nama Ari, sik Imel jadi berbunga-bunga dan tingkahnya jadi alay.
"Oh, pantes aja dia diberikan kesempatan bicara didepan, ketua osis rupanya." Juli membatin, "Udah ganteng, ketua osis lagi, udah punya pacar gak dia ya, gue harap sieh gak ada, tapi walaupun gak ada, dia gak mungkin juga sieh suka sama gue yang wajahnya B aja, cowok cakep kayak gitu pasti banyak yang suka dan pasti juga tipenya adalah tipe yang kayak Imel, cantik dengan body aduhai."
"Heiii." Imel menjentikkan jarinya didepan Juli yang tengah fokus memperhatikan Al, "Lo sukakan sama kak Al." duga Imel melihat wajah Juli yang memandang Al dengan pandangan mupeng.
"Iya." jawab Juli keceplosan, "Eh gak gak, gue gak suka sama kak Al kok." ujarnya buru-buru membantah.
Imel tersenyum menggoda, "Suka juga gak apa-apa keles, lagian kak Al tuh ganteng, pinter, kaya, ketos, maka nikmat Tuhan mana lagi yang dia dustakan, coba kalau gue gak cinta mati sama kak Ari, gue udah pasti suka sama kak Al."
"Memang kak Al sangat layak untuk disukai dengan segala kesempurnaannya, tapi guenya yang gak layak untuk dia." Juli merasa rendah diri.
"Ye elahh, jangan patah semangat gitu donk, gak ada yang gak mungkin di dunia ini kalau Tuhan berkehendak, jadi tetap optimis oke." Imel berusaha membesarkan hati Juli.
"Emang gak ada yang gak mungkin kalau Tuhan berkehendak, tapi pada kasus gue, sepertinya itu gak mungkin deh terjadi." Juli membatin.
Duk
Duk
Sebuah pukulan mendarat dikepala Juli dan Imel.
"Aduhh, siapa yang..." sambil memegang kepalanya Imel dan Juli menoleh ke belakang untuk mencari tahu siapa yang memukul kepalanya, ternyata yang memukul kepala mereka adalah pak Muhibbah atau biasa diplesetin menjadi pak Musibah oleh anak-anak SMA PERTIWI, dia adalah guru Biologi. Imel langsung menutup bibirnya begitu mengetahui siapa yang memukul kepalanya.
"Ehh, bapak, bapak ngapain dibelakang." Imel dan Juli udah ketar-ketir, takut kena hukum yang lebih berat ketimbang memukul kepala dengan gulungan kertas koran yang ada ditangan pak Muhibbah.
"Untuk menertibkan murid yang suka menggibah seperti kalian." ungkap pak Musibah dengan cukup keras membuat anak-anak yang tengah melangsungkan upacara menoleh ke arah Juli dan Imel.
"Duhh, sumpah gue malu banget, mana anak-anak pada noleh kemari lagi." Juli menunduk saking malunya karna menjadi pusat perhatian.
"Apa yang kalian lihat, sana hadap depan." bentak pak Musibah yang membuat murid m-murid yang menoleh ke arah mereka kembali menoleh ke depan.
"Makanya lain kali, jangan menggibah, ikuti upacara dengan khidmat." pak Musibah memperingatkan.
"Iya pak, maafkan kami." jawab Juli dan Imel barengan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments