"Ya Allah Tuhanku." lengking Acux melebarkan mata sipitnya begitu melihat penampilan Ari begitu dia tiba ditempat teman-temannya menunggu, teman-temannya yang lain juga tidak kalah kagetnya dengan Acux melihat penampilan Ari.
"Bos kita mau ke nikahannya bu Dewi, bukan mau malak." gimana gak dikomenin, mau kondangan pakaiannya kayak preman perempatan lampu merah, jaket jeans, celana jeans sobek sobek dibagian lutut, tambah lagi jajaran tindikan di telinganya yang benar-benar mencerminkan kalau dirinya adalah anak berandalan mutlak, ya memang mereka juga bernampilan seperti Ari juga sieh, tapi yah syukurnya mereka masih dibilang manusia normal karna bisa berpakaian sesuai dengan situasi dan keadaan.
"Bacot lo, yang pentingkan gue pakai baju, gak telanjang." sewot Ari mendengar protes Acux.
Sedetik kemudian, Ari yang baru memperhatikan penampilan teman-temannya langsung ngakak, "Ha ha ha."
"Lhaa, ketawa dia." jelas saja mereka heran melihat Ari tertawa.
"Pakai batik lo."
"Iyalah, masak mau pakai seragam sekolah." balas Dio.
"Lagian lo pada, kenapa pakai batik segala, kalian udah kayak bapak lurah aja." komennya melihat semua teman-temanya berpakaian rapi jali dan mengenakan batik.
Aceng menimpali, "Dimana-mana kalau ke kondangan nikahan bos pakai batik agar sopan, ya kali kayak bos, kalau bu Dewi lihat penampilan bos seperti ini bisa kena jewer tuh telinga."
"Udah ah, jangan ngomentarin penampilan gue mulu, mending cabut sekarang."
"Gak bisa donk boss." tahan Sapto, "Lo juga kudu pakai batik kayak kita agar gak bikin malu di hari sakralnya ibu guru kita tercinta."
Ari berdecak kesal, "Masalahnya gue gak punya baju batik kayak lo bodoh, isi lemari gue full oleh baju kaos."
"O oo, gak perlu khawatir, itu gunanya gue disini sebagai fashion designer lo." Aceng menyahut.
"Gak enak firasat gue, emang apa yang lo mau lakuin."
"Tadaaa." Aceng mengambil paperbag berwarna putih dan menunjukkan pada Ari, sebelum Ari sempat bertanya, tanpa diminta Aceng menjelaskan, "Ini baju bokap gue, dia dengan suka rela minjemin buat lo."
Ari langsung menolak mentah-mentah, "Kagak mau gue, enak saja lo nyuruh gue pakai baju bapak lo, bisa-bisa bau gue kayak bapak lo, bau tembakau."
"Lo harus mau donk bos, bu Dewi bisa-bisa tidak ngelulusin kita kalau penampilan lo kayak gitu." ujar Anton.
"Heh Babi, apa hubungannya pakaian gue dengan tidak lulus."
"Akhh sik bos banyak bacotnya, cuss ganti, ntar keburu makanan dipesta bu Dewi keburu habis lagi." Acux yang sudah tidak sabar menarik Ari untuk mengganti pakaiannya, yah memang begitu tuh kalau punya teman doyan makan, diotaknya hanya mikirin makan doank.
Dan yah Ari akhirnya mau tidak mau terpaksa menuruti keinginan teman-temannya.
"Sialan, penampilan gue beneran kayak pak Lurah lagi." Ari merutuk begitu melihat penampilannya dalam balutan batik, dia merasa gak nyaman karna terbiasa menggunakan jeans dan kaos, agak pengap gitu rasanya.
Semua mata teman-temannya langsung tertuju pada Ari begitu dia selesai mengganti pakaiannya ditemani oleh Acux.
"Hahaha." teman-teman Ari langsung ngakak begitu melihat penampilan Ari.
"Babi, gue malah ditertawain." kesal Ari dalam hati.
"Anjirr, beneran sakit perut gue." Sueb sampai memegang perutnya melihat penampilan Ari yang biasanya berantakan, kini sangat rapi dengan rambut licin mengkilat, pokoknya kayak bukan Ari banget.
"Habis berapa botol tuh minyak rambut dipakaiin Acux." ledek Dio.
"Lo cocok deh kalau nyalon sebagai lurah tahun depan Ri, secara wajah lo berubah drastis kayak bapak-bapak."
"Mau mati lo." bentak Ari dengan mata melotot karna dirinya dijadikan bahan lelucon.
Satu kalimat itu langsung membuat teman-temannya sadar untuk menutup mulut mereka, mereka bisa melihat ketua geng mereka tengah menahan kekesalan karna ledekan mereka.
"Mmm, bagaimana kalau kita berangkat sekarang, agar kita tidak ketinggalan pestanya." Aceng mengusulkan supaya tidak panjang urusannya.
"Ah iya lo benar Ceng, mending kita berangkat sekarang, ntar keburu makanannya keburu dihabiskan oleh tamu lainnya." ini sik gentong emang tiap detik yang difikirin cuma makanan doank, gak heran tuh badannya isinya lemak semua.
"Dasarr lo, fikiran lo makan mulu." sahut yang lainnya
"Kalau gak makan mati."
"Icha mana." tanya Ari menyadari salah satu pasukannya tidak ada.
"Lo kayak gak tahu aja, sejak pacaran dengan Aslan kemana-mana selalu bersama tuh anak." jelas Aceng, "Tadi dia nelpon katanya dia berangkat duluan sama Aslan."
"Oh baguslah kalau gitu, ayok cabut."
****
Rombongan anak-anak itu tiba digedung tempat bu Dewi melangsungkan pernikahan sekaligus tempat berlangsungnya resepsi pernikahan, dilihat dari gedung dan dekorasinya pesta pernikahan bu Dewi tergolong mewah.
Icha yang tengah dalam antrian untuk mengucapkan selamat pada bu Dewi melambai ke arah teman-temannya yang baru tiba.
"Akhirnya, setelah sekian purnama, ada juga yang mau sama bu Dewi." komen Rio melihat bu Dewi dan suaminya yang tengah menyalami para tamu di pelaminan, "Semoga suaminya tahan sama bu Dewi yang suka marah-marah dan semoga saja suami bu Dewi tidak kena serangan jantung dini."
"Amiennn." anak-anak itu kompak mengaminkan doa Dio.
"Ehh, naik yuk." ajak Aceng begitu melihat antrian tinggal sedikit.
"Lo semua duluan deh, gue mau ngisi perut gue dulu."
Acux yang bersiap ke meja prasman terpaksa membatalkan niatnya karna Ari menarik kerah bajunya dari belakang, "Salaman dulu Babi, tuh makanan gak bakalan habis."
"Ahh lo boss, mengganggu kebahagian saja." ujar Acux pasrah mengikuti teman-temannya kepelaminan.
Bu Dewi kaget dan terharu secara bersamaan melihat kedatangan anak didiknya, anak-anak yang selalu membuat ulah dan selalu membuatnya naik darah itu tersenyum ikut bahagia dengan kebahagiannya, bu Dewi sampai menitikkan air matanya karna tidak menyangka, anak-anak badung ini ternyata datang untuk mengucapkan selamat dihari bahagianya.
"Anak buahmu Wik." suaminya berbisik.
"Iya mas."
"Selamat ya pak." Sapto yang paling depan menyalami suami bu Dewi dan kemudian beralih menyalami bu Dewi dengan senyum menggoda, "Wiehhh bu Dewi, makin cantik aja gila, pangling saya bu." Sapto menjilat.
"Kamu bisa saja Sapto." bu Dewi bersemu.
Aceng yang ada dibelakang Sapto menyahut, "Saya patah hati lo bu begitu mengetahui ibu akan menikah, padahal saya sudah lama memendam rasa sama ibu."
"Kamu ini." bu Dewi mencubit lengan Aceng gemes, "Pasalnya, anak muridnya yang satu ini selalu saja menggodanya.
"Ampun bu, sakit." Aceng mengaduh, "Akhh ibu, udah nikah masih saja galak."
Bu Dewi melotot yang membuat Aceng buru-buru kabur dari pelaminan.
Suami bu Dewi tersenyum geli melihat tingkah anak murid istrinya.
Acux meraih tangan bu Dewi dan menciumnya, "Selamat ya bu Dewi."
Bu Dewi menepuh bahu Acux, "Terimakasih ya Acux, ibu terharu, ternyata kalian mau datang ke pesta pernikahan ibu."
"Semoga malam pertamanya lancar bu, saya belikan obat kuat untuk suami ibu sebagai hadiah pernikahan." bisik Acux yang membuat ibu Dewi yang tadinya kalem kembali melotot, memang ya dua anak muridnya itu selalu saja membuat tensi darahnya naik.
Acux buru-buru pergi, melihat gelagat bahaya yang ada didepan mata.
Giliran Ari yang terakhir menyalami bu Dewi, "Semoga langgeng pak Indro, bu Dewi, semoga cepat diberikan momongan." doa Ari tulus pada pasangan pengantin yang tengah berbahagia tersebut.
"Terimakasih." jawab suami bu Dewi.
Bu Dewi tersenyum haru, bukan karna doa Ari, melainkan melihat penampilan Ari, "Nah kayak gini donk Ari, kamu terlihat tampan mengenakan batik seperti ini, rambut kamu juga disisir rapi, seneng saya lihatnya."
"Busettt, gue dibilang tampan." ingin rasanya Ari tertawa.
"Wahh, udah sejak dulu bu, ibu saja yang tidak sadar, ternyata ibu Dewi lebih bisa melihat dengan jelas kalau tidak pakai kaca mata."
"Kamu ini, selalu saja ngejawab."
Ari terkekeh, "Bu, saya fikir ibu cintanya sama Doni."
"Jangan sembarangan Ari, Doni itu hanya teman." ibu Dewi melirik suaminya dengan rasa tidak enak karna ucapan ngasal Ari, takut dia kalau suami yang baru dinikahinya ini salah paham.
"Padahal gantengan Doni kemana-mana lho bu, atau Doni ya yang gak suka sama ibu, ibu frustasi kemudian memutuskan menikah dengan laki-laki."
"Ariii." geram bu Dewii.
"Hehe bercanda bu, bercanda, bercanda pak." Ari menenangkan suami bu Dewi yang terlihat agak kesal mendengar kata-kata Ari.
Sebelum pulang, mereka semuanya bersua foto dengan bu Dewi sebagai kenang-kenangan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments