Dua jam berkeliling mall dan kemudian dilanjutkan ketoko buku, dan atas paksaan Juli, mereka mampir ke toko yang menjual pernak-pernik berbau Korea, dan sekarang kedua tangan Juli dan April sarat oleh paperbag berwarna putih yang didalamnya terdapat perlengkapan sekolah mereka, mulai dari tas, seragam, sepatu, buku-buku dan sederet benda lainnya untuk keperluan sekolah, plus DVD drama Korea untuk Juli. Juli sempet protes karna Agus juga membelikan April semua perlengkapan sekolah serba baru seperti dirinya, karna setaunya seragam lama April dan semua perlengkapan sekolahnya masih bagus dan layak digunakan, protes juli dibantah oleh Agus yang mengatakan “Kakak membelikan kalian berdua hal serba baru, biar adil." pokoknya, Agus bener-bener memanjakan adiknya dengan membelikan apapun yang adiknya inginkan.
Setelah makan disalah satu restoran dimall itu, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saja, acara nonton yang diusulkan Agus gak jadi karna menurut Juli dan April gak ada film yang bagus.
“Eh kak, Juli ketoilet dulu deh kebelet nieh.”
“Perlu kakak temenin gak.”
“Gak usah deh kak, kayak anak kecil aja ditemenin.” tolak Juli.
“Oke deh kalau gitu, kakak dan April tunggu dimobil, kamu taukan dimana kakak memarkir mobil.”
Juli mengangguk tanda mengerti,”Sini kakak bawain barang-barangnya”
“Eh, gak usah deh kak, ngak apa-apa Juli bawa aja.”
“Inget gak usah lama-lama lo.”sahut April
“Iya ah, bawel lo.” setelah itu Juli ngacir menuju toilet.
***
“Leganya.” desah Juli begitu keluar dari toilet perempuan.
Dia sekarang sudah berada di area parkiran mall, tapi tunggu, Juli gak inget dimana kakaknya parkir dan semua mobil yang dilihatnya terlihat sama dengan mobil Agus, ditambah lagi lahan parkir itu begitu luas membuatnya mengutuk kebodohannya sendiri karna tidak membawa hp, kalau dia membawa hp dia kan bisa menghubungi kakaknya, malah dia juga gak hapal plat mobil kakaknya lagi.
“Begok banget sih gue, aduhh, gimana ini." kini dia terlihat panik dan bingung, Juli menyusuri satu persatu mobil diparkiran, dia berfikir dengan melakukan hal itu dia bisa menemukan Agus dan april tengah duduk di dalam mobil menunggunya, setelah mengitari area parkir dan tidak menemukan keberadaan kakaknya, dia hampir yakin kakaknya meninggalkannya, Juli melihat satpam yang berdiri didekat gerbang membuat senyum Juli mengembang, “siapa tau satpam itu bisa membantu” batinnya dan pasti bisa karna itu salah satu tugasnya.
“Permisi pak.” sapa Juli ramah.
“Iya, ada apa ya dek.”
“Apa bapak lihat seorang pria masih muda kira-kira umurnya 29 tahun, pakai kacamata dan warna kulitnya putih dia bersama dengan remaja yang baru berumur 13 tahun yang kulitnya kayak orang-orang negro gitu pak.” meski dalam kesusahan sempet-sempetnya Juli meledek adiknya yang memang warna kulitnya agak rada-rada gelap.
Satpam yang ditanya oleh Juli terlihat mengerutkan kening yang menandakan dia tengah mengingat ciri-ciri yang disebutkan Juli.
“Wah, kalau orang yang seperti adek sebutin dengan ciri-ciri yang tadi sieh udah dari tadi pergi dek.”
“Hahh, yang bener pak.” tanya Juli untuk lebih menyakinkan dirinya yang merasa salah dengar.
“Benar dek, mobilnya barusan aja lewat, pas lewat didepan saya tadi, orang yang dengan ciri-ciri yang adek sebutin tersenyum gitu sama saya.”
Juli sekarang sudah hampir mau menangis mendengar penjelasan satpam itu, batinnya “Masak kak Agus tega ninggalin gue sendirian ,mana gue gak tau daerah Jakarta lagi ditambah gue gak bawa hp dan dompet.” juli nelangsa.
“Bapak yakin.”
“Yakin atuh, karna orang yang tadi adek sebutkan sempat menyapa saya juga.”
“Tega banget sieh kak agus.”lirihnya dalam hati, ingin rasanya dia menangis, tapi ditahannya mengingat ada orang lain didekatnya, “Ya udah deh pak makasih.”
Karna merasa gak ada gunanya berada lebih lama disana, Juli melangkahkan kakinya keluar area parkitan dengan langkah gontai.
"Ehh, adek mau kemana." sik satpam bertanya.
"Pulang, kemana lagi emang."
"Hati-hati ya dek."
Setelah mendengar penuturan satpam tadi, Juli bener-benet yakin kakaknya meninggalkannya membuatnya harus menahan tangis karna dia tidak membawa apa-apa yang bisa mempermulus jalan pulang kerumah kakaknya, hp gak bawa, uang pun tidak bawa, ditambah dia juga gak tau jalan pulang menuju rumah kakaknya.
Juli berjalan ditrotoar sambil menenteng paper bag, Juli sedikit inget ini jalan yang dilalui mobil kakaknya tadi, setiap kurang dari satu detik juli menengok ke belakang atau memperhatikan setiap mobil yang melintas, Juli berharap tiba-tiba mobil kakaknya kembali karna inget ada yang tertinggal yaitu dirinya.
Juli heran kenapa kakaknya bener-benet tega meninggalkannya, sehingga dia mengambil kesimpulan, "Apa mungkin kak Agus jatuh dengan kening duluan mencium lantai sampai membuatnya amnesia dan lupa kalau dia punya adik, tapi kak agus juga tengah bersama April masak tuh anak juga ikut-ikutan amnesia seih, atau mereka jatuh berdua dan amnesia bareng, akhh bener-bener gak masuk akal." dia membantah praduganya, dia masih terus berjalan sambil berfikir kenapa kakaknya begitu tega meninggalkannya, tangannya juga terasa pegel akibat beban berat barang-barang yang ternyata baru dirasakan beratnya.
Juli berjalan sambil menunduk, kini air matanya merembas secara perlahan menuruni pipinya sehingga membentuk anak sungai, bibirnya gak henti-hantinya mengungkapkan kekesalannya.
“Teganya kak agus ninggalin gue, gimana kalau terjadi apa-apa sama gue, Jakarta kan tingkat kriminalnya tinggi, gimana kalu gue diperko...” Juli buru-buru menjauhkan fikiran buruknya, “Amit amit, jangan sampai ya Allah, lindungilah hambamu ini.”
Ditengah fikiran buruk yang menguasai fikirannya, tiba-tiba dari arah berlawanan banyak orang berlari menuju ke arahnya yang membuat fikiran buruknya teralih, orang yang berlari itu ternyata adalah kerumunan para pedagang, ada yang mendorong gerobaknya, menggendong dagangannya, juli teringat FTV yang sering ditontonnya di TV, “Pasti itu pedagang liar yang berjualan tidak pada tempatnya dan lagi dikejar-kejar oleh pihak yang berwajib untuk menertibkan mereka.” Juli membatin, berada di situasi yang sering dilhat di adegan TV mampu membuatnya agak terhibur.
“Kok gue berasa kayak di adegan-adegan FTV gitu sieh.”
“Neng, ayok lari neng, ada razia gabungan.”seorang bapak-bapak yang seumuran dengan ayahnya yang menggendong dagangannya menarik pergelangan tangannya, belum sempet juli menjawab orang itu keburu lari lagi.
“Huh, ngapain gue harus lari, guekan bukan pedagang kayak mereka.”
Karna merasa gak bersalah, Juli terus melanjutkan jalannya dan kini giliran beberapa laki-laki bertubuh tegap berseragam coklat muda yang tengah berlari dengan langkah lebar menuju ke arahnya sepertinya mengejar para pedagang tadi, tiba-tiba salah seorang laki-laki berseragam coklat dengan suara tegas menggelegar menarik lengannya.
“Kamu ikut kami.”
”Hah, apa-apaan nieh.” Juli menepis tangan polisi itu dengan kasar.
Polisi itu berang, “Heh, jangan mencoba melawan yah kamu.”suara bentakan laki-laki itu cukup membuat nyali juli menciut.
“Tapi apa salah saya pak.”
“Apa salah saya, apa salah saya, gak nyadar apa tempat ini dilarang untuk berjualan.” bentak polisi tersebut melotot.
“Tapi saya gak jua...” kata-kata Juli menggantung di udara karna selanjutnya Juli ditarik paksa tanpa mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.
“Nanti jelaskan dikantor.”
Juli yang berniat protes terpaksa harus menutup mulutnya lagi karna detik berikutnya dia sudah diseret hampir saja dia terjatuh, Juli dibawa ke mobil pick up terbuka, disana juga ada beberapa orang yang sepertinya pedagang yang tertangkap dan ada beberapa gadis yang pakainnya kekurangan bahan.
Di tengah rasa takutnya, Juli sempet-sempatnya menilai penampilan gadis-gadis yang duduk di mobil pick up tersebut, “Sinting nieh cewek-cewek, emang sieh udara di Jakarta panasnya naujubillah kalau siang hari, tapi kalau malam harikan dinginnya bisa nusuk ketulang apalagi diudara terbuka kayak gini.” Juli tentu saja menyuarakan keherannya dalam hati saja dengan kepala menggeleng.
“Apa yang kamu tunggu, cepat naik.” suara bentakan itu membuat Juli kaget.
"Tapi pak." Juli masih berusaha protes.
"Gak ada tapi-tapian, cepat naik."
Sebelum Juli naik kemobil, barang yang dibawanya disita, Juli sudah berusaha menjelaskan berulang kali kalau itu adalah perlengkapan sekolahnya yang baru dibelinya tapi ucapan Juli gak diindahkan, pada detik terakhir sebelum dia menaiki mobil pick up, Juli masih berusaha memberi penjelasan, “Pak saya bukan pedagang saya hanya tersesat itu adalah perlengkapan sekolah saya yang dibelikan oleh kakak saya, kalau bapak gak percaya periks..” tapi lagi-lagi jawaban Juli yang belum kelar harus tertelan karna polisi galak itu mendorong Juli naik kemobil pick up.
”Kamu punya banyak waktu untuk menjelaskan dikantor.”
“tapi pak saya….”
Polisi tersebut melotot sebagai pertanda tidak mau mendengar bantahan lagi, wajahnya yang sudah sangar alami semakin sangar akibat plototan matanya, melihat hal tersebut Juli akhirnya terpaksa menutup bibirnya, ciut dia.
“Ayah ibu tolongin Juli.” batinnya menjerit, ingin rasanya dia menangis.
Terdengar suara pemuda yang duduk tepat didepannya, ”Sudahlah mbak terima nasib aja, kita pedagang kecil kayak gini bisa apa atuh, bagus-bagus kalau nanti cuma dikasih peringatan dan sykur-syukur kalau barang dagangan kita gak disita.”
“Terima nasib jidat lo, guekan bukan pedagang kayak lo.” dumel Juli membalas dalam hati.
Salah satu dari gadis yang diperhatikan oleh Juli tadi tersebut juga bertanya sama Juli, “Lo jualan apa, jual jajan alami atau buatan pabrik.”
Juli gak mengerti dengan pertanyaan gadis tersebut, seolah gadis tersebut berbicara dengan bahasa alien, ketidak mengertiannya itu ditanyakan dalam petanyaan standar, “Maksud mbak apa.”
“Alahhh, sok lugu lo, tampang lo sieh boleh lugu.”
Wajah Juli makin keheranan semakin gak mengerti, “Saya bener-bener gak mengerti maksud mbak.”
Gadis satunya dengan lipstik merah menyala menyahut, “Nieh anakkan masih bocah, emang benerlah kayak dia gak ngerti dengan pertanyaan lu.”
Juli ingin menyuarakan keberatannya mendengar kalimat gadis tersebut dengan mengatakan, “Lalau dia bukan bocah.” tapi didahului oleh gadis pertama barusan.
“Lu kayak baru idup di Jakarte aje, umur nieh anak boleh bocah, tapi untuk urusan begituan sieh anak-anak kayak dia udah menjadi hobi paforit jualan jajan alami."
Juli jelas semakin tidak mengerti maksud dibalik kalimat-kalimat gadis tersebut, makanya sekarang dia memilih bungkam males meladeni, dan setelah itu gak lama kemudian mobil pick itupun berjalan membawa penumpang-penumpang dadakan itu entah kemana, dan untungnya juga mobil yang dipakai ngangkut para pedagang liar dan gadis-gadis malam itu mobil pick up, seenggaknya kecil kemungkinan juli bakalan morning sickness.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments