Keesokan harinya Rara semangat masuk kantor, dia sudah mendapatkan dukungan dari Purba dan beberapa masukan dari Retno, bahwa berjuang di kota besar harus tahan banting.
“Oh ya, Ret. Sorry nih, aku butuh bantuanmu, tapi ini kayanya ngerepotin banget deh,” ucap Rara sesaat sebelum sama-sama pergi ke tempat kerja.
“Apa si, formal banget gitu. Ngomong aja,” jawab Retno.
“Kamu punya tabungan nggak?”
“Mau minjam uang ya?” tebak Retno dan langsung kena sasaran.
“Hehe... iya. Tapi kalau gak ada gak apa. Gak begitu penting kok,” ucap Rara segera dibuyarkan dengan rasa ragu. Takut Retno jadi ilfil.
“Buat apa gitu? Kok kaya butuh gak butuh?”
“Em ... Buat beli baju.”
“Baju...?”
Rara mengangguk, “Biar aku gak pinjem baju kamu terus. Malu. Kan kalau uang bisa dikembalikan. Kalau baju udah aku pake, takut kamunya jadi gak nyaman,” jelas Rara, tersirat raut merasa tak enak di wajahnya.
“Hem ... Rara, Rara.” Retno memegang kedua pundak Rara. “Kau bebas menggunakan barang-barangku, jika itu sudah aku izinkan. Jangan ada gaenakan gitu ah. Malah ilfil tahu, seakan-akan bantuan aku tak kamu hargai,” lanjut Retno.
Dia juga kemudian menjelaskan, bukannya tak ingin meminjamkan uang, tapi buat belanja baju tak cukup satu atau dua juta. Apalagi baju kantoran, justru Retno kasihan pada Rara hanya karena beli baju, jadi memiliki hutang.
“Udah, yuk berangkat. Pokoknya kamu jangan pikiran baju. InsyaAllah stok baju formalku masih cukup buat ganti-ganti.”
Retno sudah beranjak dari tempatnya berdiri, kini menuju ke luar.
“Eh, Ret,” tegur Rara.
“Apa lagi?” Retno menoleh.
Rara kemudian menghambur dan memeluk sahabatnya itu. “Makasih ya, kalau gak ada kamu, aku gak tahu di Jakarta akan bertahan atau tidak.”
“Eh ....” Retno mendorong tubuh Rara agar melepaskan pelukannya. “Aku gak suka wanita cengeng. Yuk berangkat,” ucap Retno setelah mengusap air mata Rara.
Pintu rumah dikunci, mereka memiliki kunci cadangan masing-masing.
***
Mona kembali ingin marah. Dia mendapatkan kabar dari orang kantor apa yang dilakukan Purba pada sekretaris barunya. Lagi-lagi kiriman video dari orang kepercayaan Mona.
Mona tak menyangka Rara malah dipindahkan ke kantor pusat dan saat ini jadi sekretaris pribadi suaminya.
Saat ini Purba masih berada di luar, membeli sarapan. Karena Mona tidak ingin makanan rumah sakit. Rasanya gak enak katanya.
Mona mengatur emosinya, jangan sampai dia lepas kontrol lagi. Ingat akan bayinya yang belum genap empat bulan. Namun, sulit sekali. Dadanya begitu sesak, panas, dan kepala terasa nyut-nyutan seakan mau meledak.
“Ma ... ada apa?” Purba masuk kamar dan melihat Mona yang sedang berbaring, memegang ponsel dengan menoleh ke sebelah kanan. Berpaling dari arah pintu.
Sangat jelas terlihat naik turunnya dada Mona, seperti orang yang sesak napas. Purba tak menyangka jika hal itu karena rasa cemburu pada dirinya dan Rara.
Purba menghampiri dan mengelus kepala Mona, seraya berkata. “Mau aku panggilkan Dokter atau makan dulu? Sepertinya ada yang kamu rasakan?” tanya Purba.
“Aaa...!” tiba-tiba Mona berteriak histeris dengan keadaan masih berbaring. Ponselnya pun dilempar.
Prak ...!
Mona sudah tak tahan lagi mendengar perhatian Purba yang bukannya membuat Mona nyaman, malah terdengar menjijikkan. Karena Mona merasakan, itu adalah perhatian palsu.
Pasti, pada wanita lain juga Purba perhatian seperti itu dan kini kata-kata itu untuk Mona? Sungguh Mona merasa jijik.
“Ini ada apa Ma? Apa lagi?” Purba benar-benar merasa terkejut. Dia sungguh tak terpikirkan jika ini salahnya, salah apa lagi?
“Jangan sentuh aku Mas. Seenaknya kamu sentuh sana, sentuh sini. Hikz ... kalau mas udah gak mau jadi suamiku, bilang Mas! Bilaaaang...! Ceraikan aku saja...!"” lagi-lagi Mona berteriak dengan sekuat tenaga saking emosinya.
“Cerai? Tapi apa alasannya? Kamu sedang emosi Ma, jangan berkata aneh-aneh,” Purba berusaha menenangkan.
Namun, dalam hatinya Purba berkata.'Cerai? Mengapa kamu minta cerai saat seperti ini. Saat semuanya sedang lemah. Jika permintaanya saat keadaanmu baik-bak saja. Pasti aku kabulkan.’
“Kamu lihat saja video itu!” Rara menunjuk pada ponselnya yang tergeletak di lantai dengan keadaan layar retak dan beberapa sudut casing hp pecah.
Purba melihat pada ponsel istrinya, dipungutnya ponsel itu dan dilihat-lihat terlebih dahulu. Apa masih berfungsi?
Rupanya masih bisa berfungsi, walau Terhalang goresan hitam di layar. Purba melihat video yang Mona maksud. Baru saja diputar beberapa detik, Purba paham bahwa itu adalah video dirinya saat menenangkan Rara.
Purba mencoba mengingat, apa yang salah dengan video itu. Dia sebagai Bos yang menenangkan kejadian di kantornya. Atau masih tentang Rara yang dicemburui Mona? Tapi dalam video itu, Purba tidak melakukan hal yang Purba rasa tidak akan membuat Mona cemburu.
Siapa pun akan melakukan hal sama pada orang yang susah dibuat tenang. Bukan pelukan mesra yang dinikmati.
“Iya, benar. Dalam video itu memang aku. Tapi apa yang salah? Keadaan kantor sangat kacau, Ma. Dan hanya aku yang bisa mengatasinya,” papar Purba mencoba menjelaskan.
“Mas, kamu ingkar janji!” teriak Mona.
Purba berpikir kembali, janji apa? Apakah kemarin ada perjanjian dengan istrinya? Perjanjian apa? Untuk tidak mendekati Rara? Perasaan tidak pernah keluar kata-kata seperti itu.
Purba juga menanyakan pada Mona, janji apa yang dimaksud?
Mona kini turun dari tempat tidur dan mencabut selang infusnya. Dia mendekati Purba dan mendorongnya.
“Mas berjanji tidak akan ke mana-mana sampai aku pulih!”
“Tapi itu ... Ah ...,” akhirnya Purba menghela napas lemah. Menyerah lebih tepatnya.
Di sela Mona masih berteriak – teriak meluapkan emosinya, Purba juga sangat kesal di sini. Mona begitu mendikte dirinya.
Kemarin Purba hanya berjanji pada ayah mertuanya, apakah ayah mertuanya mengatakan pada Mona tentang kesepakatan itu? Sepertinya tidak Mungkin. Pak Hartanto bukan tipe yang memanjakan anaknya.
Apa Mona mencuri dengar? Kemarin sebenarnya dia sudah siuman, hanya belum memperlihatkan gerak geriknya?
Sambil terus sibuk dalam pikirannya, Purba menangkis beberapa pukulan Mona. Purba sama sekali tak melawan. Dia membiarkan istrinya meracau dan memukuli.
Suster jaga datang karena mendengar kegaduhan di ruang rawat Mona. Dia mencoba membantu Purba menenangkan Mona. Namun, sia-sia. Akhirnya suster menghubungi Pak Hartanto.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
masih meraba Alur,
Hallo pembaca baru🤭🤭🤭
2022-12-08
1
DRAGON
udah ceray kan aja mona 🤭 nikah sama rara 😍
2022-09-06
0