Purba sampai kantor, security yang berjaga memberi hormat kemudian mengekor Purba naik ke lantai lima tempat kejadian keributan.
Purba melihat Rara yang penampilannya sudah berantakan sedang berdebat dengan salah satu karyawan. Saat ini bukan hanya delapan karyawan yang ada, tapi banyak sekali. Mungkin dari lantai lain yang tahu keributan itu pada datang ke sana.
Mereka pun tak dapat membuat Rara tenang, terlebih ada beberapa karyawan yang tidak mengerti duduk perkaranya. Termasuk Fira yang siap sedia berada di belakang Rara, tapi hanya untuk berjaga-jaga.
“Mbak, saya bisa jelaskan. Ayo ke ruangan,” ucap Purba. Dia bersikap sangat formal di depan karyawan lain.
Rara menoleh pada Purba, tapi tidak menggubrisnya. Tatapan tajam pada Purba bukan ingin marah saat ini, tapi dia masih ingin meluapkan kekesalannya pada karyawan yang tak ada capeknya menghina dirinya.
“Mbak, jika tidak bisa diajak tenang, saya akan mengambil tindakan tegas,” ucap Purba kembali.
Rara menoleh kembali pada Purba, kini Rara menatap tajam dan hampir mendorong dada Purba. Namun, Purba menahannya, dia harus tegas karena menjaga image di depan karyawan lain.
Purba seketika memeluk Rara dengan erat, dari sisi samping. Kemudian berjalan cepat menuju ruangan. Meski berjalan Rara agak terseok karena Purba memaksanya untuk mengikuti langkah cepatnya, Rara tidak sampai jatuh karena tertahan oleh tangan kekar Purba yang sengaja memeluknya agar mudah dikendalikan.
Berkali-kali Rara meronta berharap lepas dari perangkap pelukan Purba, tapi sayang, semakin Rara berontak, semakin kencang pelukan Purba.
"Pak Surya, kondisikan keadaan! Bizar, beri sanksi siapa saja karyawan yang bertindak main hakim sendiri!" perintah Purba pada security dan assisten pribadinya.
**#
Bizar yang mengatur karyawan agar tidak ada yang beranjak sedikit pun. CCTV segera di cek oleh Fira, untuk menyingkat waktu, siapa saja yang memulai ini terlebih dahulu.
"Aneh ya kalian! sudah tahu ada CCTV, masih saja berani bertindak aneh-aneh," tegur Bizar.
"Ingin jadi pengangguran kalian?" lanjut Bizar.
Fira memberikan bukti CCTV beberapa orang yang tadi memulai perselisihan dengan Rara. Kemudian semua tertuduh itu langsung dibawa oleh Bizar dan security ke ruang interogasi.
Sisanya karyawan yang ada di sana merapikan tempat yang berantakan. Beberapa karyawan ngedumel, karena perbuatan segelintir orang, mereka kena tanggung jawab juga untuk merapikan.
***
“Iiih ...! Lepas, gini cara bos memperlakukan karyawannya?” bentak Rara, emosinya masih belum reda.
Purba melepaskan Rara dan membiarkannya berbuat semaunya, jika masih dalam emosi. Pintu dikunci.
“Sebelum Bapak bertanya, saya akan jelaskan semuanya. Terus terang saya kesal, Pak. Kesaaal ... banget. Kalau tidak bisa hadir, kan bisa kasih tahu. Gak harus sampe berjam-jam saya nunggu. Bahkan gak jadi sekretaris Bapak pun, saya gak masalah. Daripada dapat perlakuan yang tidak menyenangkan seperti ini.” Rara terus saja mengoceh.
Sedangkan Purba menutup tirai ruangan, agar adegan di dalam tidak dapat terlihat dari luar. Penyekat untuk peredam suara pun dipasang, agar suara Rara yang masih emosi, tidak sampai terdengar dari luar.
Sedangkan Bizar yang telah selesai memutuskan sanksi pada karyawan yang membuly Rara, kini stand by di depan ruangan, tepat di dekat pintu. Jika ada masalah pribadi, Bizar tak berani ada di antara bosnya jika tidak diminta.
Sedangkan tentang karyawan yang bersalah, diproses lanjut oleh security untuk menjalankan hukuman potong gaji 40% selama dua bulan dan menjadi OB selama satu Minggu, atau mengundurkan diri.
“Bapak tidak sadar? Semua ini kesalahan Bapak. Saat saya pikir Bapak adalah Pak Dahlan, jadi saya salah kasih kopi. Saat saya jatuh, kenapa Bapak tolong, jadi istri Bapak salah paham. Kemudian menjanjikan saya jadi sekretaris dan bapak tidak hadir di kantor.”
Sementara Rara mengoceh, Purba masih dengan sikap tenangnya, dia menyediakan minuman hangat buat Rara, agar cepat tenang suasana hatinya. Disimpannya gelas tersebut, kemudian Purba duduk dengan tenang di sofa, sambil memerhatikan Rara yang masih marah-marah.
“Belum lagi karena bapak tidak tegas, saya dituduh macam-macam oleh karyawan. Di kantor ini, di kantor sana, akhirnya sama saja, semua menuduh saya macam-macam. Hikz ...,” Rara mulai menangis saking kesalnya.
“Semua cowok sama aja, omongannya tidak bisa dipegang. Hikz... Cuma bisa mempermainkan aja, aku minta putus, pokoknya putus ...! Hikz ... Hikz,” Rara duduk lemah, energinya habis setelah lama marah-marah dan kini menangis sambil duduk.
Purba tersenyum aneh, kenapa kemarahan Rara jadi terbawa perasaan seperti itu? Seperti seseorang yang sedang akting, tapi terlalu menghayati. Purba pun merasa geli, kok minta putus?
Purba beranjak dari duduknya, posisinya berada di seberang Rara duduk. Disodorkannya air minum yang sudah dibawanya tadi.
Ternyata Rara menerima air minum tersebut, Purba pikir, Rara akan masih keras kepala.
“Sudah ...?” tanya Purba dengan lembut, sambil menatap lekat wajah Rara yang agak menunduk, tertutup rambut yang tergerai ke depan.
Rara menggeleng dan menaruh gelasnya di atas meja dengan agak keras, Purba melihat cara Rara menaruh gelas tersebut, dia paham, Rara belum cukup tenang untuk diajak bicara.
Purba yang semula berjongkok di hadapan Rara yang duduk di kursi, kini kembali ke tempat duduknya tadi, menunggu Rara benar-benar tenang.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
suharwati jeni
menurutku rara itu aneh
2024-07-14
0
DRAGON
haha tertawa lepas aku baca bab ini. 🤣🤣🤣 ga ada hubungan apa apa langsung minta putus 🤭🤭🤭
2022-09-06
0