Saat pulang kerja, Purba merasakan ada sesuatu yang aneh, pintu terbuka lebar, padahal ada security dan Purba tidak mendapatkan laporan apa pun. Biasanya kalau pintu terbuka, ada tamu atau aktivitas yang tak biasa.
Jika hanya Mona sendiri di dalam atau bahkan tidak ada siapa-siapa di rumah, pintu selalu tertutup. Bahkan saat ART sedang menyiram tanaman di teras, pintu tetap tertutup.
Prang!
“Masih ingat pulang kamu, Mas?!” Mona dari lantai dua bertolak pinggang, setelah melempar vas bunga yang ada di dekat sana.
Purba yang terkejut karena kepulangannya disambut lemparan barang tiba-tiba, hanya mendongak ke arah suara istrinya.
“Apa? Mau membela diri? Atau pulang malah mau minta izin nikah sama perempuan ja lang itu? Gak perlu. Pergi sana ...!” Mona langsung melempar barang-barang yang ada di dekatnya.
Kebetulan di dekat tangga lantai dua ada rak panjang untuk menaruh buku-buku dan di atasnya ada lampu hias, guci kecil, hiasan.
Prak ...!
Prang!
Segala dilempar oleh Mona, demi mengeluarkan amarahnya.
Purba yang melihat itu tak tinggal diam, dia berlari menaiki anak tangga, hendak menghentikan amukan istrinya.
“Lepasin! Gak usah pedulikan aku. Gak usah drama, lepaaaas!” Dengan sekuat tenaga Mona berteriak meminta dilepaskan dari cengkraman tangan Purba yang menahan tangan dan memeluk dirinya.
“Ma, sadar Ma, sadar.” Purba memeluk Mona, sebisa mungkin agar Mona tenang dan bisa diajak bicara.
“Kenapa tadi kamu diam saja? Malah membela perempuan itu, lep... ah, argh....” Tiba-tiba Mona merintih, memegangi perutnya. Tubuhnya melemas.
“Ma, ada apa? Mama, kamu kenapa?” Purba cukup panik dengan kondisi Mona saat ini, bagaimana pun juga, Mona adalah istrinya, Purba yang bertanggungjawab atas keselamatannya.
“Mbak ... panggil sopir!” teriak Purba.
Sesaat kemudian asisten rumah tangga datang, beserta sopir yang biasa mengantar Mona ke mana-mana.
“Nyonya kenapa Tuan?” tanya bibi, ikut panik.
“Kita langsung ke rumah sakit saja, ayo,” perintah Purba mengabaikan pertanyaan ARTnya.
**#
Sesampainya di rumah sakit, Mona langsung mendapat penanganan serius, karena saat di perjalanan, Purba sudah menghubungi dokternya.
Sementara menunggu Mona sedang ditangani, Purba menghubungi Pak Tuan Hartanto.
“Baik, Papa ke situ. Papa minta jelaskan setelah di sana, jangan ada yang ditutupi!” tegas Tuan Hartanto.
Purba juga menghubungi Bizar, yang sesungguhnya sudah pulang ke apartemennya. Namun, dia selalu siap sedia saat Purba membutuhkan.
Tak lama, Tuan Hartanto datang bersama istrinya. Langsung menanyakan keadaan Mona dan bagaimana penyebabnya bisa terjadi.
“Mona, habis marah-marah, Pah,” jawab Purba dengan hati-hati.
“Marah-marah kenapa? Kan ada alasannya,” tegas Tuan Hartanto.
Tuan Hartono sosok yang tegas dan teliti, tapi dia bukan pemaksa dan otoriter, apalagi pemarah.
Purba menceritakan awal pertengkaran dirinya dengan Mona sebelum berangkat kantor.
Mona meminta Purba untuk menemaninya ke sebuah acar temannya, tapi waktunya tidak bisa, karena Purba sedang sibuk mempersiapkan untuk projects musim fashion yang akan digelar beberapa minggu lagi.
Di rumah hanya pertengkaran kecil, tak menyangka Mona menyusul sampai kantor cabang. Dari sanalah pertengkaran hebat dan kesalahpahaman terjadi.
Purba pun menceritakan dengan rinci kesalahpahaman dengan Rara, tak ada satupun yang ditutupi, hingga saat Purba pulang, Mona mengamuk dan terjadilah musibah seperti ini, hingga Mona dilarikan ke rumah sakit.
“Huft... benar yang kau ceritakan tak ada yang ditutupi?” tanya Hartanto, menelisik.
Purba hanya mengangguk pasti.
“Dan wanita itu? Karyawan barunya Dahlan, sungguh? Bukan mainanmu?” tanya Tuan Hartanto, mencari kejujuran menantunya itu.
“Iya, Pak. Rara benar karyawan Pak Dahlan.”
“Oh, jadi namanya Rara? Sejak kapan dia bekerja di perusahaan cabang?”
“Setauku baru hari ini, Pak.”
Tuan Hartanto mangut-mangut mendengar penjelasan Purba, bisa jadi memang salah paham. Sangat kecil kemungkinan jika karyawan baru sudah senekat itu pada atasan. Sudah jelas memang ini berawal dari keteledoran Rara yang membawa kopi tidak benar.
“Ok, Kalai ini Papa masih mempercayaimu. Jaga Rara dengan baik, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengan kandungannya. Tapi jika lain waktu terulang lagi hal seperti ini, nasib adik dan kedua orangtuamu bisa dipastikan, tidak seberuntung sekarang,” ucap Tuan Hartanto memberi ultimatum.
“Baik, Pah. Aku akan sebisa mungkin menjaga Mona sepenuh hatiku,” jawab Purba, meski dalam hati berkata setengah rela.
“Harus!” ucap Hartanto tegas.
“Dengan keluarga pasien?” salah seorang dokter keluar dari ruangan perawatan.
“Iya Dok saya,” ucap Purba berdiri diiringi Hartanto dan istrinya.
“Alhamdulillah ... pasien sudah dalam keadaan stabil, kandungannya pun baik-baik saja, hanya mengalami tegang biasa dan pasien hanya butuh istrinya optimal saat ini, nanti setelah dipindahkan ke ruang perawatan,” ucap dokter tersebut.
“Nanti saya informasikan kembali Pak, Bu, jika pasien sudah dipindahkan,” tambah sang suster dengan ramah.
Bersamanung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
suharwati jeni
tipo
2024-07-14
0
DRAGON
kak ada 2 bait yang salah tulis.
jaga rara dengan baik mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengan kandungannya. kan yang hamil ( MONA ) bukan rara.
bai yang salah selanjutnya
pasien hanya butuh istrinya optimal. ( kan ISTIRAHAT bukan istrinya )🤣
2022-09-06
2