Keberuntungan Yang Sial

Bu Sugeti meraih ponsel itu dan membaca isi pesan. Sama halnya dengan Lena, Bu Sugeti langsung terdiam. Mungkin jika hanya sekedar memberitahukan bahwa Rara tidak diperbolehkan lagi bekerja di sana, itu tak membuat Lena dan Bu Sugeti sampai terbengong.

Isi pesan dari istrinya Pak Mantri, disertai cacian dan merendahkan Rara.

***

Keesokan Harinya. Rara memaksakan diri berangkat ke Jakarta, setelah semalam sempat berbincang dengan Retno melalui sambungan telepon.

“Bunda, nanti pulang bawa boneta buat atki, ya?” pinta Azkya yang masih berada di gendongan Rara.

“Ok, InsyaAllah Bunda akan bawa boneka kesukaan Azka. Em ... Boneka Memey ya?” balas Rara, yang sebenarnya selalu ingin tertawa kalau anaknya selalu meminta boneka Memey, salah satu karakter yang ada di film kartun, Upin Ipin.

Mengapa tidak yang lain, seperti pada umumnya anak lain suka pada boneka Upin ipin, bear, mini apalagi Azkya kan anak cowok.

“Kalau aku bunda, mau mobilan truk yang ekornya tiga, yah,” pinta Azka, yang ada digendong tantenya, Lena, adik Rara.

“Baiklah Azka, anak bunda yang ganteng, nanti bunda beliin truk yang paling kuat,” ucap Rara sambil mencubit hidung bangir Azka.

Truk ekor tiga yang Azkya maksud adalah, truk gandeng, tetapi karena masih kecil, Azka tidak tahu nama truk yang sebenarnya.

“Bu, Lena, aku pamit ya. Maaf, ngerepotin kalian untuk jaga anak-anak. Kalau ada apa-apa langsung telepon saja,” pamit Rara kemudian mencium tangan Bu Sugeti lalu memeluknya.

“Nak ... Ibu nitip, jaga pergaulan di kota. Semoga keberuntungan, keselamatan dan berkah Allah selalu menyertaimu. Kejadian di sini, semoga tak kau alami di kota. Ibu pikir orang kota pasti lebih luas pandangannya, Ibu harap kau menemukan bahagia di sana,” pesan ibunya Rara penuh khawatir pada anak sulungnya ini.

“Iya Bu, InsyaAllah, Rara akan jaga diri dengan baik. Tolong bantu doakan Rara ya Bu,” ucap Rara sambil berderai air mata dalam pelukan ibunya.

“Lena, maafin mbak ya, nitip anak-anak. Sekolah yang bener, kalau kurang biaya apa pun, cepet-cepet bilang mbak,” ucap Rara setelah melepas pelukan dari ibunya.

“Iya Mbak. Mbak Rara tenang saja, aku bisa kok buat ngurus mereka. InsyaAllah semuanya pasti lancar,” balas Lena, yang kini menjadi siswa SMA kelas 11 dan nyambi kerja paruh waktu.

“Bunda, boleh minta satu lagi nggak?” tanya Azkya.

“Iya, boleh sayang.”

“Azkya minta Ayah. Kata Nina, nanti kalau mau masuk SD, harus punya Ayah. Soalnya nanti ditanyakan sama Bu Guru.”

Seketika Rara terdiam, dia paham maksud putranya, padahal sebenarnya tidak seperti itu jika masuk ke SD kelak. Namun, Rara mengiyakan saja permintaan putranya agar bisa tenang melepas dirinya pergi.

Setelah Rara berpamitan pada keluarganya, dia naik ojek online yang sudah dipesannya. Di sepanjang jalan perkampungan, para penduduk yang biasa bergunjing tentang Rara, kali ini pun tak ada bedanya. Ada yang menduga Rara pergi memenuhi panggilan om-om, ada juga yang katanya dapat job besar di kota.

 Hari masih pagi, sekitar pukul enam, tetapi itulah kebiasaan penduduk di sana. Pagi-pagi sekali pun, sudah ada yang kumpul – kumpul tetangga.

**#

“Ret, aku udah sampe terminal Nih, terus naik apa?” tanya Rara, lewat sambungan telepon.

“Kamu naik angkot aja, yang warna ijo. Kernetnya bakal teriak-teriak, perumahan kafe,” balas Retno.

“Oh iya tuh, aku lihat. Oh ya, berapa ongkosnya?” tanya Rara balik.

“Kasih aja goceng. Udah ya, aku masih kerja nih, takut ketahuan pegang HP lama-lama. Nanti kalau udah sampe di depan perum, ada Pak Satpam. Tunggu aja di sana,” balas Retno lagi kemudian menutup panggilan.

**#

Pukul empat sore, Rara sampai di depan perumahan kafe. Pak satpamnya sangat ramah, Rara jadi tidak takut menunggu Retno cukup lama.

“Eh, sorry ya lama. Abis belanja, hehe,” ucap Retno saat baru sampai, dia juga turun dari angkot ternyata.

Retno dan Rara masuk komplek, jalan cukup jauh. Harus melalui dua blok A dan B terlebih dahulu.

Sampai di rumah Retno, mereka berbincang sambil istirahat dan makan.

“Tapi Ra, aku udah ngomong sama mas Hendra, manajerku. Si Bos yang mau kita temuin, masih di Luar Negeri, mungkin bulan depan baru pulang,” jelas Retno.

“Yah ... aku keburu kehabisan bekal,” sahut Rara bernada murung.

“Udah sih, santai aja, kaya sama siap aja sih kamu,” ucap Rara menyenggol lengan Rara.

**#

Sambil menunggu waktu calon bosnya pulang dari luar negri, Rara mengisi waktu dengan membuka profil perusahaan yang akan dia tempati untuk kerja.

“Oh ... jadi ini perusahaan tekstil tapi bagian kantornya. Namanya Pak Dahlan, lajang matang yang memutuskan tidak menikah. Hah? Kok aneh?” gumam Rara.

##*

Dua Minggu sudah kegiatan Rara hanya makan, tidur dan bantu beberapa kerjaan kecil di rumah kontrakan Retno. Dia sudah tidak enak sebenarnya, merepotkan sahabatnya terus.

“Besok aku coba ke pertokoan aja deh, kali aja ada lowongan. Mungkin bukan rejeki kerja di perusahaan gede itu,” batin Rara saat sore hari sambil masak, menunggu Retno pulang kerja.

“Rara ...! Ra ...!” seru seorang wanita yang sangat Rara kenal.

Rara segera menyusul ke depan,”Ada apa sih Ret, teriak-teriak gtu?” tanya Rara.

“Kamu beruntung, besok kita ke perusahaan BT. Kata Mas Hendra, Pak Dahlan udah pulang semalam.” Retno sangat gembira menyampaikan kabar itu.

“Hah BT?”

“Iya, Bonafit Tekstil.”

“Wah ... serius? Alhamdulillah ... terima kasih Retno ...,” ucap Rara memeluk sahabatnya.

**#

Keesokan harinya kedua sahabat itu sudah bersiap untuk ke perusahaan Bonafit Tekstil. Rara yang akan interview, tapi Retno tak kalah antusias dan senang pagi itu.

**#

Saat sampai di perusahaan Bonafit Tekstil.

“Ret, Bosnya sepagi ini udah meeting?” tanya Rara yang kini sedang duduk pada sofa di area dekat ruang resepsionis.

“Entalah, aku kan gak ngerti banget tentang bosnya. Namanya aja baru tahu sekarang. Mungkin dia orang disiplin banget kali,” respons Retno menduga-duga.

“Kok aku jadi deg-degan ya? Takut gak bisa menyesuaikan gitu, bangunannya aja segede ini,” ucap Retno sambil menoleh ke kanan kiri hingga sesekali menelisik ke arah tangga dan kadang teralihkan oleh suara lift berbunyi. Rara melihat beberapa karyawan yang sudah sibuk hilir mudik sepagi ini, pukul 07:30.

Dua jam mereka menunggu Pak Dahlan tiba, tapi tak kunjung juga terlihat.

Rara semakin dag-dig-dug, jangan-jangan bukan rezekinya. Awal melamar kerja tidak selancar yang dibayangkan.

Hampir pukul dua belas, Pak Dahlan tiba di kantor. Rara tiba-tiba menyenggol lengan Retno yang sedang asik bermain game di ponselnya.

“Eh-eh, lihat. Itu mungkin Pak Bosnya. Beda penampilannya,” bisik Rara dengan tatapan tak lepas dari sosok pria matang, berpenampilan necis, bahkan aroma parfumnya saja sampai tercium di mana tempat Rara dan Retno duduk. Padahal jarak sofa tempat tunggu ke pintu masuk kantor cukup jauh beberapa meter.

“Hem? Bisa jadi,” respons Retno sambil melongo. “Bosnya yang mana, ya?” lanjut Retno, dia melihat dua pria ganteng yang menyilaukan pandangannya.

“Mana ku tahu,” dengan polosnya Rara merespons.

Bola mata Retno dan Rara tak henti mengikuti arah langkah dua CEO yang baru datang itu, hingga pintu lift tertutup, kedua sahabat itu masih belum berkedip. Hingga panggilan petugas resepsionis tak dihiraukan oleh Retno dan Rara.

Dari mana mereka tahu bahwa dua pria bercahaya itu adalah CEO? Pemikiran polos mereka. Ya, mereka menebak kalau pria di sebuah perusahaan besar dengan pakaian jas keren, wajah bercahaya ganteng, aroma parfum segar, jalan cool dan elegan, sudah pasti itu adalah CEO. Ditambah ada cowok bertubuh kekar di dekatnya, sudah pasti itu bodyguard CEO.

“Mba ....” Sekali lagi petugas resepsionis memanggil Rara dan Retno.

“Eh, i-iya mba.” Rento dan Rara tersentak berbarengan.

“Mba ... Itu Pak Dahlan sudah datang,  silakan naik ke lantai enam, di sana nanti ada sekretaris Wulan yang membantu mbak,” ucap resepsionis dengan senyum merasa aneh.

Rento dan Rara serentak berdiri dari duduknya. Mereka benar-benar tremor, itu bahasa gaulnya zaman sekarang. Kalau lihat cowok ganteng. Namun, saat mau memasuki lift, ponsel Retno berdering, dia pun langsung menerimanya.

“I-iya Pak, segera,” ucap Retno membalas obrolan dari seberang ponselnya.

“Eh, Ra. Aku duluan ya. Si bos memintaku segera masuk. Dah ....” Retno langsung pergi dan sempat melambaikan tangan perpisahan pada Rara.

“Eh, Ret?!” Panggilan Rara untuk Retno sia-sia saja.

“Terus, aku harus gimana? Mana gedungnya gede banget. Kalau nyasar?” batin Rara sambil perlahan melangkahkan kakinya masuk lift.

Beruntung saat Rara masuk lift, ada seseorang masuk juga. Sebenarnya Rara tahu cara kerja lift, walau dia belum pernah menggunakannya.

Dia tahu dari film-film korea yang sering ia tonton dan pernah juga ke swalayan yang ada di kampungnya. Namun, dia takut untuk naik lift, naik eskalator saja masih sering kesandung. Akan tetapi kali ini harus memberanikan diri naik lift, karena terbayang akan lama dan cape banget menuju lantai enam, tempat ruangan CEO itu.

Rara mengamati orang yang satu lift dengannya, dia memijit angka tiga, itu berarti dia naik ke lantai tiga. Setelah orang itu ke luar, Rara memijit angka tiga. Rara pikir dia akan naik tiga lantai lagi setelah di lantai tiga, jadi di lantai enam. Padahal seharusnya langsung pijit angka enam.

Rara ke luar dari lift, setelah sampai sesuai angka lantai yang ia tekan. Rara sedikit gugup, tapi demi dirinya dapat kerja, dia memberanikan diri bertanya pada seseorang yang dia lihat.

“Em ... Mas, maaf. Ruangan Pak Bos, di mana ya?” tanya Rara dengan sedikit membungkukkan badan.

“Ruang Pak Presdir? Naik tiga lantai lagi.” Maksudnya, tiga lantai lagi itu adalah lantai enam. Tapi jawaban orang tersebut bikin Rara bingung.

“Em, maaf Mas. Tadi saya sudah tekan angka tiga, dari lantai bawah. Kemudian saya tekan lagi angka tiga, itukan sudah sampai di lantai enam, ya? Kalau saya tekan angka tiga lagi, berarti ruangan Pak Bos ada di lantai sembilan?”

Karyawan yang ditanyai Rara itu, seketika memandang wanita mungil yang ada di hadapannya itu? Pikirnya, wanita dari mana? Serepot itu memahami cara naik lift.

Karyawan itu tarik napas dalam, kemudian menghembuskan secara kasar, “Mbak, sekarang anda naik lift lagi aja, terus tekan angka enam. Ingat ya ... langsung saja angka enam,” jelas karyawan itu dengan penuh penekanan di akhir kalimat.

“Oh, gitu. Terima kasih ya Mas. Semoga kebaikan Mas dibalas Allah Subhanahuwata Ala. Permisi mas,” ucap Rara segera pergi tanpa menghiraukan wajah heran karyawan tersebut.

“Hadeuh... makhluk dari mana dia?” gumam karyawan tersebut.

**#

Akhirnya Rara sampai di lantai enam, tapi saat hendak ke luar lift, dia berpapasan dengan seorang pria berpakaian jas hitam, bersih dan rapi, berdasi garis hitam biru ada salur warna emasnya. Aroma tubuhnya membuat Rara kehilangan akal, masih beruntung tidak langsung amnesia.

Rara yang hendak ke luar, sedangkan pria tersebut hendak masuk lift, sehingga saling geser kanan kiri, mencoba membuka jalan masing-masing. Alhasil mereka seperti sedang menari sorong kanan sorong kiri.

Pria berpakaian necis itu adalah Purba, relasi Pak Dahlan. Lebih tepatnya posisi Purba berada di atas jabatan Pak Dahlan. Karena Purba menjabat presiden direktur di kantor pusat. Mungkin jika mertuanya telah tiada, perusahaan itu akan menjadi miliknya. Kantor pusat bernama Bonafit Tekstil Center.

Kini Purba diam di posisinya, berdiri mematung dengan badan tegap, tatapan wajah ke depan, dengan satu tangan masuk ke dalam saku celananya, menunggu wanita yang ada di hadapannya itu lewat terlebih dahulu. Namun, sungguh di luar ekpektasi, Rara pun ikut diam tepat di hadapan Purba, dengan tujuan yang sama. Yaitu, memberi jalan agar Purba lewat terlebih dahulu.

Kesabaran Purba tak dapat ditunda lagi, dia menatap Rara dengan bola mata sedikit gerakan kepala, meminta Rara untuk geser ke kanan, yang leluasa ruangnya.

Rara paham akan isyarat dari Purba, dengan segera Rara bergeser, tapi dengan tatapan masih fokus pada wajah gagah Purba. Dengan tertawa lirih sok akrab, Rara mengucapkan permisi dengan badan sedikit membungkuk.

Setelah keluar dari area lift, Rara sesekali menoleh ke belakang. Baru pertama kali dia melihat orang ganteng sedekat itu. Mungkin kalau dengan artis, tak ada bedanya wajah tampan CEO tadi.

**#

“Pak Dahlan, tolong segera diperbaiki lift khusus staf!” perintah Purba melalui ponselnya, setelah ke luar dari lift dan kini berada di lantai dasar, menuju rumah. Karena istrinya menelpon terus agar dia segera pulang.

**#

Rara mengetuk pintu Ruangan CEO, yang sebelumnya diberitahukan ruangan yang mana oleh sekretaris di sana.

“Masuk!” seru seseorang dari dalam.

Rara masuk dengan badan sedikit gemetar. Terlebih saat melihat Pria matang berkharisma itu melihat jam yang berada di tangannya. Kemudian sorot mata tajamnya beralih menelisik keberadaan Rara. Menandakan bahwa Rara datang tidak sesuai jadwal.

#**

“Wulan, interview anak kecil ini. Laporannya saya tunggu,” ucap Pak Dahlan, setelah memperhatikan Rara dari atas sampai bawah tubuh mungilnya.

Rara ingin menjawab, tapi lidahnya kelu, tenggorokannya tercekat. Namun, dongkol sekali rasanya dibilang anak kecil.

Wulan mengajak Rara pada sofa yang masih satu ruangan di sana.

Selama kurang lebih 30 menit, interview berlangsung. Tidak terlalu serius memang, bahwa yang terutama adalah kejujuran dan beruntungnya Rara melamar atas rekomendasi orang kepercayaan teman Pak Dahlan. Sudah pasti interview dan aturan lamaran lainnya hanya formalitas.

Wulan menyerahkan laporan hasil interview pada Pak Dahlan.

“Baiklah, langsung kerja hari ini juga,” ucap Pak Dahlan dengan raut muka datar.

‘Ya ampun ... sayang sekali, cakep-cakep papan tulis, datar dan kaku. Bisa gitu, manggil nama dulu, basa-basi, buat siapa dia bicara.’ Batin Rara yang masih terbengong pandangannya pada Pak Bos.

Hingga Wulan menyenggol Rara, barulah dia tersadar. Untung Pak Dahlan tidak menyimak tingkah Rara. Setelah memutuskan Rara diterima kerja, Pak Dahlan sibuk dengan ponselnya.

Rara beranjak dari tempatnya, dia akan menuju ruangan kerjanya ditemani Wulan, sekretaris pribadi Pak Dahlan. Namun, tiba-tiba ...

“Dan ... satu lagi. Kalau ada yang mau dibicarakan, sampaikan pada Wulan, atau langsung padaku. Jangan dalam hati,” seru Pak Dahlan menambahkan.

Rara kemudian menelan ludah sedikit terkejut, ‘Apa Pak Bos, bisa membaca pikiran orang ya? Bisa denger suara hati, gitu? Apa semua CEO bisa main tebak-tebakan hati gini? Kaya di film-film korea, kaya di novel-novel,’ batin Rara yang kini berdiri mematung, membelakangi meja Dahlan, hendak ke luar ruangan.

“Wulan, jika ada karyawan yang tidak bersedia mengikuti aturan perusahaan, langsung keluarkan saja, tanpa pesangon. Sekali pun dia baru masuk,” seru Pak Dahlan kembali, yang saat ini matanya fokus pada layar komputer.

‘Eh ... sial. Dia menyindirku?’ batin Rara lagi.

“Em, Wulan, ayo!” Seketika Rara menarik tangan Wulan. Bergegas meninggalkan ruangan Pak Bos. Dia tidak ingin jika baru saja masuk langsung dipecat.

Setelah Rara dan Wulan keluar ruangan, “Ahahaha ...! Hendra ... Hendra, bisa aja kau cari wanita lugu,” seru Dahlan sambil memukul-mukul mejanya saking menikmati gelak tawanya.

Rupanya Dahlan sedan melakukan panggilan video Dengan Hendra, bosnya Retno. Itulah yang dicari, sosok Rara yang polos, mau disuruh apa saja demi dapat pekerjaan, terutama yang penting digaji.

Dahlan menceritakan lucunya melakukan interview pada Rara. Tanpa banyak pertanyaan, palanga-plongo dan iya-iya saja,  yang hanya mampu keluar dari reaksi Rara.

**#

Hari pertama kerja, Rara diminta Wulan untuk membuatkan kopi racikan untuk Pak Dahlan. Di ruangan itu juga ada Sora, partner Rara nantinya.

“Nah gitu caranya, di sini gak pake kopi instan, udah sana berikan ke Pak Dahlan,” ucap Sora.

Rara dengan sedikit gemetar, kembali ke ruangan Pak Dahlan.

“Pak, ini kopinya,” ucap Rara setelah mengetuk pintu, langsung masuk.

Rara bingung mau ditaruh di mana kopinya. Dia melihat Pak Dahlan sedang berdiri melihat beberapa file di rak. Rara tepat berdiri di belakang bosnya itu.

“Pak, ini kopinya taruh di mana?” tanya Rara menunggu jawaban bosnya.

Pak Bos itu merespons tanpa menoleh, “Taruh aja sana, argh... kamu!”

Prak...!

Gelas kopi tumpah terkena tangan Pak Bos yang hendak menunjukkan letak di mana kopi harus di simpan.

“Eh, ma-maaf Pak,” seru Rara sambil sigap menaruh nampan di lantai, kemudian memegang tangan bosnya ditiup tiup.

“Gimana sih? Kerja gak becus! Loh ... kamu?” saat bos itu memperhatikan siap karyawan itu, dia terkejut.

“Eh, tuan. Em ... bapak yang tadi? Aduuh ... ampun Pak, sumpah gak sengaja,” seru Rara, memejamkan karena takut dan refleks menaruh kepalanya di dada Purba, seperti posisi memeluk, sambil masih menggenggam tangan purba di masih ditiup tiup.

Rara tidak menyangka bahwa bos itu adalah Purba. Ke mana Pak Dahlan?

Brak ...!

Seorang wanita yang tergesa-gesa masuk, berhenti sejenak saat melihat pemandangan di depannya. Wajahnya berubah merah dengan sorot mata tajam, segera menghampiri Rara dan ....

Bersambung...!

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

koq ada sih yg kayak rara

2024-07-14

0

DRAGON

DRAGON

lumayan lucu bab yang ini tapi sedikit menegangkan

2022-09-06

1

ᴷᶜ Riska Febriani MangaTo͜on

ᴷᶜ Riska Febriani MangaTo͜on

semangat thor

2022-08-04

4

lihat semua
Episodes
1 Amukan Gandi
2 Keberuntungan Yang Sial
3 Nyonya Bos Murka
4 Dua Wanita Pergi
5 Hampir Menyerah
6 Pelecehan
7 Sepakat Pindah Kantor
8 Mona Mengamuk
9 Tidak Menepati Janji
10 Lagi-lagi Tuduhan
11 Minta Putus
12 Tak Pernah Seperti Ini
13 Masa Lalu Mengganggu
14 Balas Tidak?
15 Histeris Kedua Kalinya
16 Keguguran
17 Aku dan Sekretaris
18 Bos Besar Datang
19 Tak Sabar
20 Jatah
21 Antar Pulang
22 Rencana Besar
23 Sedang Ingin
24 Rara Action
25 Kelakuan Menjijikan
26 Kabar Dari Kampung
27 Menangis di Pelukan Bos
28 Untung Tak Curiga
29 Kata Tetangga
30 Tidak Sesuai Ekspektasi
31 Purba Sensitif
32 Rara Kabur
33 Mengelabui
34 Purba Paham
35 Mengalah
36 Ternyata Bayi Orang Lain
37 Belajar Bersikap Baik
38 Sakit tapi Belanja
39 Uang Apa?
40 Yosef Kompor
41 Masih Ragu
42 Sugesti Hot
43 Yosef si Casanova
44 Mulai Menggoda
45 Asal Mula CEO
46 Kepercayaan Sahabat
47 Pengakuan Cinta
48 Sudah Terbuka
49 Tantangan Nyonya Bos
50 Lebih Memilih Selingkuhan
51 Menguntit
52 Selingkuhan vs Istri Sah
53 Lemah
54 Menjadi Casanova
55 Ranjang Pecah
56 Morning Kiss Untuk Kekasih Gelap
57 Rara Unggul
58 Rencana Gagal
59 Dicemburui Bos
60 Sahabat Pengertian
61 Suami Menyebalkan
62 Belajar Jadi Sekretaris
63 Mencuri Kemesraan
64 Kekasih Gelap Lebih Unggul, Lagi.
65 Takluk Ancaman
66 Apapun Masalahnya, Jangan Selingkuh
67 Purba Kacau
68 Tahu Bukan Bayinya
69 Nasihat Mertua
70 Suasana Mendukung
71 Apa Salahnya Mencoba
72 Tak Bisa Melawan Takdir
73 Masih Bersabar
74 Mau Insaf
75 Pendekatan
76 CCTV Tetangga
77 Mantan Panas
78 Licik
79 Menjemput Azkiya
80 Akhirnya Melamar
81 Sama-Sama sakit.
82 Bersabar
83 Mulai Dapat Perhatian
84 Apa Salahku
85 Belum Puas
86 Rencana Mantan
87 Mau Nikah Siri
88 Maafkan Aku
89 Tetangga Wartawan
90 Penawaran Gila
91 Fantasinya Patah
92 Berkorban Demi Bukti
93 Gampang Curiga
94 Mencari Alasan
95 Ke Singapura
96 Mulai Diintai
97 Ketuk Palu
98 Mantan Tunggu Aku
99 Azkia Malang
100 Are You Ok Mona
101 Liontin Kejutan
102 Berharap Untuknya
103 Perjuangan Azkia
104 Yang Ke-2 Prioritas
105 Rindu Mama
106 Lamaran Sementara
107 Curhatan sang Majikan
108 Kabar Baik dan Buruk
109 Akhirnya Beradu
110 Sugar Momma
111 Menemukan Alamat Mantan
112 Ratapan Azkia
113 Ikatan Batin
114 Bisa dikondisikan
115 Kejutan Pengganti
116 Hubungan Sampai Mana?
117 Muncul Curiga
118 Persaingan Lama Mencuat
119 Penyelidikan
120 Telepon dari Madu
121 Dia di Dekat Rumah
122 Mendengar Bulan Madu
123 Jangan Lupakan Tujuan
124 Sama-sama Dendam Masa Lalu
125 Cinta Membuat Buta
126 Kedatangan Orang Tua
127 Cinta Memang Gila
128 Calon Mantu Baru
129 Menantu Menyenangkan
130 Wejangan Orang Tua
131 Kesialan
132 Memaksakan Nikah
133 Gagal Mendadak
134 Perjalanan Menuju Pelaminan
135 Diskusi
136 Firasat Istri Sah
137 Kedua tapi Pertama
138 Saatnya
139 Pemanasan
140 Si Kecil Pusing
141 Kacau
142 Hasutan
143 Lesu
144 Rencana Matang
145 Semringah
146 Penyusup
147 Lagi Bu Molly
148 Sebentar Saja
149 Membantu Teman
150 Waktu Mulai Kacau
151 Masih Prepare
152 Sekretaris Tidak Tahu Apa-apa
153 Kebetulan Menguntungkan
154 Di Mana Pun Hajar
155 Diabaikan
156 Semakin Dekat Azkia
157 Pergi Ke Tempat Yang Salah
158 Bencinya Seorang Anak
159 Mulai Mandiri
160 Satu Tahun Berlalu
161 Memory Azkia
162 Masih Sakit Hati
163 Anak Pelipur Lara
164 Serba Bingung
165 Pendekatan Azka
166 Misi Azka Untuk Azkia
167 Misi Pertama Azka
168 Nama Adik Baru
169 Tentang Momongan
170 Benarkah Kebetulan
171 Bahagia Serempak
172 Saatnya Ketahuan
173 Tidak Pernah Damai
174 Teror Minta Bayaran
175 Akhirnya Cerita
176 Teror Berujung Perselisihan.
177 Tekanan Untuk Berhasil
178 Rara Menghindar
179 Temu Janji Peneror
180 Sibuk Masing-masing
181 Feeling Azka.
182 Dijebak Peneror
183 Pilihan Sulit
184 Benar-benar Kejutan
185 Perjanjian Secara Tidak Langsung
186 Diskusi Maksud Peneror
187 Meminta Menyudahi
188 Kasih Sayang Tak Adil
189 Tidak Ada Siapa-siapa
190 Azkia Ikut Pulang Tidak
191 Akhirnya Pulang
192 Pulang
193 Dengan Waktu Semuanya Pulih
194 Kisah Baru
Episodes

Updated 194 Episodes

1
Amukan Gandi
2
Keberuntungan Yang Sial
3
Nyonya Bos Murka
4
Dua Wanita Pergi
5
Hampir Menyerah
6
Pelecehan
7
Sepakat Pindah Kantor
8
Mona Mengamuk
9
Tidak Menepati Janji
10
Lagi-lagi Tuduhan
11
Minta Putus
12
Tak Pernah Seperti Ini
13
Masa Lalu Mengganggu
14
Balas Tidak?
15
Histeris Kedua Kalinya
16
Keguguran
17
Aku dan Sekretaris
18
Bos Besar Datang
19
Tak Sabar
20
Jatah
21
Antar Pulang
22
Rencana Besar
23
Sedang Ingin
24
Rara Action
25
Kelakuan Menjijikan
26
Kabar Dari Kampung
27
Menangis di Pelukan Bos
28
Untung Tak Curiga
29
Kata Tetangga
30
Tidak Sesuai Ekspektasi
31
Purba Sensitif
32
Rara Kabur
33
Mengelabui
34
Purba Paham
35
Mengalah
36
Ternyata Bayi Orang Lain
37
Belajar Bersikap Baik
38
Sakit tapi Belanja
39
Uang Apa?
40
Yosef Kompor
41
Masih Ragu
42
Sugesti Hot
43
Yosef si Casanova
44
Mulai Menggoda
45
Asal Mula CEO
46
Kepercayaan Sahabat
47
Pengakuan Cinta
48
Sudah Terbuka
49
Tantangan Nyonya Bos
50
Lebih Memilih Selingkuhan
51
Menguntit
52
Selingkuhan vs Istri Sah
53
Lemah
54
Menjadi Casanova
55
Ranjang Pecah
56
Morning Kiss Untuk Kekasih Gelap
57
Rara Unggul
58
Rencana Gagal
59
Dicemburui Bos
60
Sahabat Pengertian
61
Suami Menyebalkan
62
Belajar Jadi Sekretaris
63
Mencuri Kemesraan
64
Kekasih Gelap Lebih Unggul, Lagi.
65
Takluk Ancaman
66
Apapun Masalahnya, Jangan Selingkuh
67
Purba Kacau
68
Tahu Bukan Bayinya
69
Nasihat Mertua
70
Suasana Mendukung
71
Apa Salahnya Mencoba
72
Tak Bisa Melawan Takdir
73
Masih Bersabar
74
Mau Insaf
75
Pendekatan
76
CCTV Tetangga
77
Mantan Panas
78
Licik
79
Menjemput Azkiya
80
Akhirnya Melamar
81
Sama-Sama sakit.
82
Bersabar
83
Mulai Dapat Perhatian
84
Apa Salahku
85
Belum Puas
86
Rencana Mantan
87
Mau Nikah Siri
88
Maafkan Aku
89
Tetangga Wartawan
90
Penawaran Gila
91
Fantasinya Patah
92
Berkorban Demi Bukti
93
Gampang Curiga
94
Mencari Alasan
95
Ke Singapura
96
Mulai Diintai
97
Ketuk Palu
98
Mantan Tunggu Aku
99
Azkia Malang
100
Are You Ok Mona
101
Liontin Kejutan
102
Berharap Untuknya
103
Perjuangan Azkia
104
Yang Ke-2 Prioritas
105
Rindu Mama
106
Lamaran Sementara
107
Curhatan sang Majikan
108
Kabar Baik dan Buruk
109
Akhirnya Beradu
110
Sugar Momma
111
Menemukan Alamat Mantan
112
Ratapan Azkia
113
Ikatan Batin
114
Bisa dikondisikan
115
Kejutan Pengganti
116
Hubungan Sampai Mana?
117
Muncul Curiga
118
Persaingan Lama Mencuat
119
Penyelidikan
120
Telepon dari Madu
121
Dia di Dekat Rumah
122
Mendengar Bulan Madu
123
Jangan Lupakan Tujuan
124
Sama-sama Dendam Masa Lalu
125
Cinta Membuat Buta
126
Kedatangan Orang Tua
127
Cinta Memang Gila
128
Calon Mantu Baru
129
Menantu Menyenangkan
130
Wejangan Orang Tua
131
Kesialan
132
Memaksakan Nikah
133
Gagal Mendadak
134
Perjalanan Menuju Pelaminan
135
Diskusi
136
Firasat Istri Sah
137
Kedua tapi Pertama
138
Saatnya
139
Pemanasan
140
Si Kecil Pusing
141
Kacau
142
Hasutan
143
Lesu
144
Rencana Matang
145
Semringah
146
Penyusup
147
Lagi Bu Molly
148
Sebentar Saja
149
Membantu Teman
150
Waktu Mulai Kacau
151
Masih Prepare
152
Sekretaris Tidak Tahu Apa-apa
153
Kebetulan Menguntungkan
154
Di Mana Pun Hajar
155
Diabaikan
156
Semakin Dekat Azkia
157
Pergi Ke Tempat Yang Salah
158
Bencinya Seorang Anak
159
Mulai Mandiri
160
Satu Tahun Berlalu
161
Memory Azkia
162
Masih Sakit Hati
163
Anak Pelipur Lara
164
Serba Bingung
165
Pendekatan Azka
166
Misi Azka Untuk Azkia
167
Misi Pertama Azka
168
Nama Adik Baru
169
Tentang Momongan
170
Benarkah Kebetulan
171
Bahagia Serempak
172
Saatnya Ketahuan
173
Tidak Pernah Damai
174
Teror Minta Bayaran
175
Akhirnya Cerita
176
Teror Berujung Perselisihan.
177
Tekanan Untuk Berhasil
178
Rara Menghindar
179
Temu Janji Peneror
180
Sibuk Masing-masing
181
Feeling Azka.
182
Dijebak Peneror
183
Pilihan Sulit
184
Benar-benar Kejutan
185
Perjanjian Secara Tidak Langsung
186
Diskusi Maksud Peneror
187
Meminta Menyudahi
188
Kasih Sayang Tak Adil
189
Tidak Ada Siapa-siapa
190
Azkia Ikut Pulang Tidak
191
Akhirnya Pulang
192
Pulang
193
Dengan Waktu Semuanya Pulih
194
Kisah Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!