Sampai di luar, Rara sadar orang lain menatapnya dengan sinis, pandangan mengejek dan merendahkan.
“Apa? Belum pernah lihat orang cantik?” ucap Rara sangat percaya diri.
“Widih ... galak juga nih, cewek kampung,” ucap karyawati agak gemuk.
“Biasalah, kalau tidak galak mana bisa dia jual dirinya. Bisa-bisa gratisan, terlalu lemah. Ahaha ... oops,” kini karyawan dengan rok sangat mini yang membalas.
Rara tak memedulikan hinaan mereka, dia sudah malas bertengkar. Lanjut dia ke ruangan kerjanya, di sana ada sari yang sedang menyiapkan minuman.
“Hei, udah?” tanya Sari, partner kerja Rara.
“Udah, apa?” Rara tanya balik.
“Urusan dengan nyonya bos,” timpal sari kembali.
“Kamu tahu?”
“Ya tahulah, tadi sempet ngintip bentar.”
“Tapi, kenapa kamu biasa aja?” Rara heran dengan sikap Sari yang tidak heboh seperti karyawan lainnya.
“Terus aku harus gimana? Yaudah sih, itu kan urusan kamu dan Pak Bos. Aku gak mau julid, gak ada untungnya, kan?” jawab Sari yang enteng.
“Sipp, mantap. Aku seneng dapat partner kerja kaya kamu. Hehe .... Makasih ya,” ucap Rara memeluk Sari.
Ada benarnya juga ucapan Sari, gak ada untungnya ikut-ikutan rame urusan orang.
“Nih anterin kopi ke lantai dua, ruangan menejer, ada tulisannya di pintu,” perintah sari.
“Ok, siap Bos.” Rara segera menuju lantai dua.
Dalam hatinya dia berkata, ‘Enak juga ya, jadi orang berani. Gak serba kepikiran, andai saat di kampung aku kaya gitu. Eh tapi di kampung kan keroyokan, takut jadinya.’
Ting!
Lift sampai di lantai dua, ruang manajer ada di belokan lorong pertama. Rara mengetuk pintu.
“Masuk!” seru suara dari dalam ruangan.
Rara membuka pintu, kemudian berkata. “Ini kopinya, Pak. Di simpan di mana?”
“Kamu, karyawan baru?” tanya balik Rizwan sang manager.
“Iya, Pak.”
Rizwan tersenyum aneh saat mendapat jawaban dari Rara. Kemudian dia bangkit dan mengambil sendiri kopinya yang berada di nampan yang masih dipegang Rara.
Namun, gelagat Rizwan dirasa aneh oleh Rara. Tangan Rizwan dengan sengaja menyentuh tangan Rara, bukannya langsung mengambil gelas kopinya, tapi Rizwan mengambil dengan nampannya. Sengaja banget agar dapat bersentuhan dengan Rara.
Rara merasa risi dengan tangan dan tatapan nakal Rizwan, dia segera melepaskan nampan, biarkan diambil alih oleh Rizwan. Kemudian Rara segera ke luar ruangan.
“E-eh! Ini nampannya,” seru Rizwan.
“Dasar, sok suci!” gumam Rizwan kembali yang tersenyum mengejek. Saat Rara mengabaikan panggilan dirinya.
Lama-lama Rara bete juga, segitu hebatnya pengaruh gosip di dunia kerja seperti ini, ke mana pun dirinya pergi, pasti isu-isu kotor seakan sudah melekat pada dirinya, tanpa mereka cari tahu kebenaran sebenarnya.
Rara beri berinisiatif menghubungi Retno. “Dia lagi sibuk gak, ya? Aku kesel ...,” rengek Rara sendiri di dalam kamar kecil.
Rara akhirnya mengirim pesan, karena Retno tak kunjung merespon panggilannya.
‘Ret, aku kesel banget, nih. Hari pertama kerja, malah kena fitnah. Mana urusannya dengan nyonya bos lagi. Huft ... nasibku gini amat ya?’ pesan kemudian dikirim. Rada kembali ke ruangan kerjanya.
“Gimana? Ada Pak Rizwannya?” tanya Sari saat Rara masuk ruangan.
Rara hanya mengangguk Lesu kemudian duduk. Sari melihat gelagat Rara, dia bisa menebak apa yang telah dialami partner kerjanya itu, pasti tentang kejadian barusan.
“Udah, gak usah banyak dipikirin. Nanti juga redup sendiri heboh-hebohnya, mending kamu istirahat sana. Pergi ke kantin, di sana tempatnya cukup nyaman, loh,” saran Sari.
“Aku masih kenyang,” jawab Rara singkat.
“Ya, kerjaan kita memang lebih banyak bergulat dengan makanan jadi ... mungkin gak butuh waktu istirahat untuk makan siang, tapi setidaknya kamu kan baru di sini, bisa lihat-lihat tempat-tempat di gedung ini. Bisa salat dulu, menikmati udara segar di kantin yang ada tamannya,” saran Sari, menjelaskan.
“Kantin, ada taman?” tanya Rara.
Sari mengangguk dengan senyum manisnya. “Ya udah, aku temenin deh untuk kali ini. Harusnya kita gak boleh istirahat bareng, harus ada yang jaga di sini,” tawar Sari, tak tega meliha Rara murung.
“Ok, Deh. Aku mau. Makasih ya, kamu tidak sama seperti mereka,” ujar Rara setelah menepuk lengan Sari dengan senang.
Sari dan Rara ke kantin bareng. Sebenarnya mereka tak begitu lapar, karena kerjaan mereka di ruang konsumsi dan bebas icip-icip makanan yang mereka buat. Akan tetapi, mereka juga butuh ganti suasana.
Kantin di kantor itu bukan berbentuk ruangan full, tapi ruangannya agak terbuka dengan taman di tengah kantin tersebut, nyaman untuk tempat istirahat dari segala penat kesibukan pekerjaan kantor.
“Sari, aku ke toilet dulu ya,” pamit Rara pada partnernya itu.
Sari hanya mengangguk sambil duduk selonjoran di bawah pohon sambil gelar tikar.
“Eh, mau ke mana Lo? Godain kita dong. Hahaha ...,” ucap karyawan saat Rara melintas di depan meja mereka.
“Berapa perjamnya? Mau dong icip-icip,” ledek karyawan satunya lagi.
“Kalian ngapain sih, kasihan tahu. Maksud gue, kasihan kalau icip-icip doang, full time dong, haha. Bayar ... bayar,” ucap karyawati yang sama-sama sedang duduk dengan para karyawan lain.
Rara tak menggubris ejekan mereka, dia terus saja berjalan menuju toilet. Namu, tanpa disadari Rara, ada seorang pria yang kebetulan berpapasan dengannya, dia memiliki niat jahat, apalagi saat tahu Rara menuju toilet.
“Hei-hei, ssst,” ucap karyawan itu yang bertemu karyawan lain menuju toilet juga.
“Apa?” ucapnya tak paham.
“Kita kerjain dia,” bisiknya kembali.
“Oh ...,” balas karyawan satunya, baru paham saat melihat Rara berbelok ke kamar kecil.
Para karyawan yang baru saja berkompromi, menunggu Rara di depan area toilet wanita. Ruangannya memang cukup sepi, karena letak toilet itu memang di belakang bangunan kantin. Kebetulan sedang sedikit orang berada di sana.
Saat Rara ke luar dari toilet, tiba-tiba sala seorang karyawan yang sudah siap menunggunya tadi, memeluk Rara dari belakang.
Rara terkejut dan berusaha melepaskan pelukan karyawan itu. Namun, Rara semakin terkurung, keran datang karyawan satu lagi menghadang di depan.
“Woi, berani-beraninya memeluk dia. Gak kasihan apa? Aku juga pengen. Gantian dong, hahaha,” Rara pikir karyawan itu akan membelanya, malah sama saja.
Kemudian datang karyawati dengan tenang dan senyum tidak bisa diartikan. Dia berjalan menghampiri Rara yang masih dalam berada pelukan temannya.
Karyawati itu menyentuh pipi Rara perlahan, “Oh ... jadi ini jenis barang yang layak diperjual belikan...? Pantas saja. Kau janda ya?” tanyanya.
Rara menatap lekat pada karyawati itu, bulan tak terima disebut janda, hanya saja mencoba berpikir, kenapa tebakan karyawati itu tepat atau hanya kebetulan menebak saja?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
DRAGON
rara injak aja kaki nya terus tampol muka orang nya. 🥺kasihan banget aku sama rara 🤧
2022-09-06
1
Santika
Babnya jadi panjang tapi suka bacanya gak cepet abis
2022-07-16
4