Oh ... Bunga Lain CEO

Oh ... Bunga Lain CEO

Amukan Gandi

Rara dipukuli oleh Gandi menggunakan sabuk kulitnya. Gandi meradang, karena larangannya tidak digubris, agar Rara tidak bekerja lagi di klinik tempat praktik Mantri Wahyu.

Gandi tahu, Wahyu bukan hanya teman Rara saat SD, tapi dia mantan pacar Rara ketika di SMA.

“Udah Nak ... udah,” seru Bu Sugeti yang berusaha menghentikan amukan mantunya.

“Ini anakmu yang katanya lugu, baik dan anak rumahan. Ya, dia memang anak rumahan yang hobinya menjadi simpanan pria yang hidung belang!” teriak gandi dengan mencengkeram belakang rambut Rara, sehingga kepala Rara ke tarik sampai mendongak.

“Sudah, Nak. Ud ...,”

“Bunda, Nenek ...!” ucapan Bu Sugeti terpotong saat Azkya dan Azka masuk rumah. Mereka habis bermain ditemani Lena, tantenya.

Bu Sugeti tergopoh-gopoh menghampiri kedua cucunya. Wanita berusia 47 tahun itu segera membawa cucu kembarnya ke kamar hendak mempersiapkan mandi. Meskipun perasaan waswas menghinggapi, takut kemarahan Gandi pada Rara terdengar oleh kedua cucunya.

“Nenek, Bunda mana?” tanya Azkya yang kini berusia 4 tahun.

“Bunda, ada.” Bu Sugeti menjawab seperlunya.

“Ke mana? Aku gak lihat,” lanjut Azkya kembali.

“Ada itu, sedang beres-beres di kamar.”

“Eh, Azky!” seru Bu Sugeti hendak menghentikan cucunya yang berlari menuju kamar Rara.

“Bunda!” Azkya membuka pintu kamar yang tertutup.

“Azky, ayo mandi dulu,” ucap Bu Sugeti yang sudah berada di belakang Azkya, tapi kemudian dia berdiam mematung melihat pemandangan di dalam kamar.

Bu Sugeti melihat putrinya sedang tidur dengan tubuhnya tertutup selimut, kemudian Gandi ada di sampingnya seolah-olah sedang merawat Rara yang sakit.

“Ayah, Bunda kenapa?” tanya Azkya yang kini sudah berada di samping Gandi.

“Tidak apa-apa, Nak. Bunda hanya kelelahan. Butuh istirahat,” jawab Gandi yang tak memperlihatkan karakter seramnya sama sekali. Tidak nampak seperti orang yang baru saja marah besar.

“Bunda ...,” ucap Azkya mendekati Rara.

“Azky, mandi dulu sana sama nenek. Jangan dulu ganggu Bunda, ya.”

Azkya menurut apa kata Ayahnya. Dia percaya saja, sebab memang melihat wajah ibunya yang kelihatan kusam seperti orang sakit dan ayahnya sangat perhatian sekali. Hingga Azkya percaya bahwa ibunya sedang sakit. Setelah itu, Azkya segera ke luar kamar, menghampiri sang Nenek yang sudah menunggunya di dekat pintu kamar, untuk mandi.

Sreet ...!

Seketika Gandi membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh Rara. “Tutup pintunya dan kunci!” perintah Gandi dengan mata nyalang.

Rara tergopoh-gopoh bangkit kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Menuju pintu dan menutupnya, tak lupa mengunci. Namun saat hendak berbalik....

“Agh ... emm, aku, tak bisa... napas, Mas,” seru Rara dengan tersengal dan putus-putus.

Gandi yang sudah berada di belakang Rara langsung memeluknya erat dari belakang. Dengan kepalanya yang menyusup di ceruk leher Rara kemudian bergerilya ke seluruh leher dan menyesap sesukanya. Mungkin lebih tepatnya itu bukan sebuah pelukan, tapi sebuah terkaman yang sangat kuat.

Tangan kekar Gandi yang melingkar di tubuh Rara, hingga kedua tangan Rara terimpit membuat dadanya sesak untuk bernafas. Rara berusaha lepas, setidaknya melonggarkan pelukan Gandi. Dia merasa risi dengan perlakuan suaminya yang seperti hewan buas, entah berapa tanda merah yang sudah tertoreh di leher Rara, akibat kebuasan Gandi.

Seketika Gandi membalikkan tubuh Rara dan didorongnya hingga tersedak ke pintu. Kini wajah Rara dan Gandi berhadapan dengan jarak sangat dekat. Tangan Gandi mencengkeram dagu Rara hingga sedikit terangkat, kemudian tepat di wajah istrinya, gandi berkata.

“Apa kamu bilang? Sesak? Lalu dengan mantanmu itu? Setiap malam pulang dengan mobil, bahkan hingga dibukakan pintu. Sudah seberapa jauh permainanmu dengannya, hah?! Tidak mungkin dia sebaik itu, jika kau tidak memberikan tubuhmu sebagai imbalan!” ucap Gandi dengan nada penuh bentakan dan teriakan.

Rara hanya bisa memejamkan matanya, menahan teriakan yang tidak begitu keras, tapi dengan penekanan yang sangat dalam.

“Dan ... aku adalah suamimu, berhak atas seluruh tubuhmu, emm...!” ucap Gandi, dilanjutkan menyantap bibir yang ada di depannya. Tangannya mencengkeram apa saja bagian tubuh Rara yang bisa membuatnya puas. Seluruh badan Rara benar-benar terasa perih dan sakit.

Sungguh Gandi tak dapat diredam amarahnya, diajak bicara baik-baik pun tidak bisa. Kemarahan terlontar dengan suara mendesis mengerikan, karena kemarahannya ditahan, sedikit berbisik, agar tidak terdengar anak-anak mereka.

Didorongnya Rara ke ranjang, dengkul Rara terpentok kayu ranjang, rasanya ngilu sekali. Karena kasurnya bukan kasur busa yang tebal dan empuk, yang mampu menutupi kayu ranjang.

Dengan kasar Gandi melucuti semua pakaian Rara yang sebenarnya sudah tak jelas bentuknya akibat kekerasan tadi. Rara berontak mencoba melindungi diri dari kekalap suaminya.

“Mas ... tolong, sakit... hikz, hikz. Aku bisa melayanimu, tapi tidak begini...,” Rara mengiba pada suaminya.

“Bagaimana rasanya saat Mantri itu yang menikmati tubuhmu, hah?! Enak bukan? Emm...,” Gandi dengan buas melu mat bibir Rara yang sudah lecet-lecet sebenarnya.

Rara pasrah saja dengan perilaku suaminya, menangis, memohon pun percuma saja. Suara suara jahanam yang keluar dari mulut Gandi, membuat Rara semakin pilu dan menjijikkan berada dalam kuasa Gandi. Amarah, birahi, semuanya tumpah pada tubuh kecil dan tak berdaya yang kini berada dalam kukungan Gandi.

Apa yang Rara rasakan mungkin lebih dari sekedar pemaksaan, mungkin seperti ini rasanya diper ko sa. Itu bayangan Rara. Setiap bagian tubuh Rara dijamah tanpa belas kasih. Hal-hal yang tidak layak dilakukan, kali ini Gandi lakukan sebebasnya. Mungkin seperti film-film biru bule, yang ganas dan tanpa batas dalam hubungan intim.

“Ah ... ternyata dengan sedikit kekerasan, sensasinya sungguh memuaskan. Terima kasih sayang,” ucap Gandi yang berbisik di samping telinga Rara.

Gandi pergi ke kamar mandi dengan meninggalkan tubuh polos Rara begitu saja. Bibirnya tersenyum puas, seumur hidupnya baru kali ini mendapatkan kepuasan dengan menyiksa saat melampiaskan nafsunya.

Rasa pedih den sakit-sakit sedikit, justru itulah sensasinya, tanpa mengindahkan aturan berhubungan yang layak. Sesekali jadi hewan, tak apa. Itu pikir Gandi.

“Ibu ... hiks... hiks ...,” rintih Rara yang meringkuk lemah di atas ranjang yang jelas sekali basah di mana-mana.

Sprei berwarna biru, membuat jelas noda tercecer di sana. Bukan hanya basah dari cairan Gandi, tapi juga dari keringat mereka berdua yang beda cerita.

Rara jelas berkeringat karena menahan sakit dan perlawanan menghadapi kekerasan gandi dan tenaga suaminya yang sangat besar.

Sedangkan Gandi, banjir keringat kepuasan. Beberapa kali gandi melepaskan dan diulang lagi tanpa jeda. Semakin Rara merintih kesakitan, semangat sensasinya naik dan mampu memancing Gandi melakukan dengan gaya ekstrim tanpa aturan, yang penting fantasinya kali ini bisa tersalurkan.

**#

“Rara! Nak ... astaghfirullah ... Nduk! Kamu kenapa? Allahu Akbar,” jeritan Bu Sugeti memenuhi isi kamar Rara.

Ibu mana yang bisa biasa saja melihat anaknya seperti hewan, bertubuh polos tanpa pelindung sedikit pun.

Seprei yang kusut tak jelas bentuknya, hingga menyingkap. Pakaian yang bercecer tidak karuan, saat lampu dinyalakan, tubuh Rara yang gemetar seperti kedinginan. Tubuh polos meringkuk tanpa benang sehelai pun, membuat malu yang melihat. Apalagi Rara yang mengalami, apa yang dirasakan? Entahlah ...

Saat itu malam sudah pukul 21:00 WIB. Gandi entah ke mana. Setelah mandi, dia langsung pergi tanpa melihat sama sekali keadaan istrinya. Apalagi berniat menutupi tubuh polos istrinya yang tak berdaya.

Bu Sugeti mengangkat putrinya yang benar-benar lemas agar bisa duduk. Ditutupnya kain pada tubuh putrinya itu, lalu dipeluknya seraya dirapikan rambut yang menutupi wajah Rara.

“Lena ...! Len ...! Bawakan air minum bangat buat mbakmu!” seru Bu Sugeti.

Lena yang berada di dapur, mendengar teriakan ibunya. Dia langsung ke kamar Rara, seraya membawa pesanan ibunya.

“Astagfirullah ... Mbak Rara. Kenapa ini Bu...?” Lena ikut histeris. Melihat Rara sangat lemas. Dia menyalakan lampu ponselnya, karena ruangan tidak begitu jelas dengan penerangan hanya lampu kuning lima Watt.

Lena mengamati sekitar kamar dan tentu saja kasur yang sangat menarik perhatian, karena begitu berantakan.

“Bu ...! Astaghfirullah ini darah apa? Mba Rara, mbak ...,” seru Lena yang melihat bercak darah yang bukan hanya sedikit.

Perlahan Bu Sugeti dan Lena membuka kain yang menutupi tubuh Rara, niatnya untuk melihat keadaan Rara yang sebenarnya. Mereka benat benar terkejut, lagi-lagi seperti tertusuk ulu hati melihat apa yang menimpa Rara.

“Bangsat kau Gandi!” teriak Lena.

“Hust ... udah, udah ...,” tegur Bu Sugeti. Rasa sakitnya tentu lebih pedih dari Lena. Namun, dia tak ingin memancing tetangga datang dengan histeris Lena yang mengumpat kakak iparnya.

Lena dan Bu Sugeti merawat Rara, setalah tubuh Rara terlihat lebih baik, dia dipindahkan di kamar ibunya. Bu Sugeti pikir, kamar itu tak seharusnya ditempati Rara terlebih dahulu. Takutnya menyisakan ketraumaan.

**#

Empat hari kemudian Rara terlihat lebih baik.

“Mau ke mana kamu nduk?” tanya Bu Sugeti yang melihat Rara sudah berpakaian rapi, dengan tas selendang seperti biasanya.

 “Ke rumah Pak Haji Dadan Bu, aku sudah terlalu lama libur,” sahut Rara yang langsung menyodorkan tangan pada ibunya, untuk berpamitan.

“Tapi Nak, ibu takut ada apa-apa. Kamu kan ....” Bu Sugeti cemas.

“Tenang aja Bu, aku sudah baik kok. Tidak akan ada apa-apa. Aku pamit ya Bu,” ucap Rara kemudian ke luar rumah.

**#

Sementara itu saat di toko Pak Haji Dadan, Rara seperti biasa melakukan pekerjaan seperti hari-hari sebelumnya. Namun, saat toko sedang sepi, sekitar pukul satu siang, Rara dipanggil haji Dadan untuk ke belakang.

Toko tersebut satu bangunan sama rumah dan saat ini Rara ke area rumah Pak Haji Dadan. Rupanya dia diminta untuk mengoleskan minyak angin ke punggung Pak Dadan. Rara sebenarnya menolak, sudah berkali-kali bahkan.

“Nanti nunggu Ibu saja, Pak. Saya takut fitnah, tidak ada siapa-siapa lagi di sini,” ucap Rara menjaga diri.

“Tidak apa, kan ada cctv. Aku yang memintanya.” Pak Haji Dadan tetap memaksa.

Akhirnya Rara mengikuti apa kata Pak Haji, dia kasihan juga, takutnya Pak Haji benar-benar sedang tidak enak badan dan butuh dioleskan minyak angin tersebut.

Brak!

“Hei ... sedang apa kalian?” ternyata kedua istri haji Dadan datang.

Kedua istri yang baru pulang belanja, menggebrak pintu hingga Rara terkaget dan menjatuhkan botol minyak angin yang dipegangnya.

Rara menoleh, begitu pun Pak Haji yang kemudian tergesa memakai pakaiannya.

“Begini ya kelakuan  kalian di belakangku! Sudah berapa lama, hah?” cecar salah satu istri.

“Ini salah paham Bu, sungguh, kami tidak melakukan apapun,” bela Rara yang sudah gemetar .

Namun, pembelaan Rara tak berarti apa-apa, parahnya lagi Pak Haji tidak bicara apa pun, apalagi mencoba menjelaskan kejadian sebenarnya.

Rara terus memohon untuk tidak dihukum, karena kedua istri Pak Haji sepakat untuk Rara diarak keliling kampung.

“Ibu bisa lihat CCTV, kami tidak melakukan apa pun,” pinta Rara.

“Ok, aku yakin kau pasti bersalah!” Istri Haji Dadan yang satu membuka ponselnya yang terhubung pada CCTV.

Sedangkan istri satunya sudah memegang tangan Rara yang digenggam di belakang tubuhnya seperti tawanan.

“Kau bisa lihat dengan jelas, apa yang suamiku tunjukkan. Jika tidak menggodanya, tidak mungkin suamiku akan keenakan seperti itu,” seru sang istri.

Rara terperanjat, ekspresi apa? Perasaan dia tidak melakukan apa pun yang lebih dari hanya sekedar mengoleskan minyak angin.

“I-itu, saya tidak tahu Bu. Saya bersumpah, demi Allah hanya mengoleskan minyak urut pada Pak Haji,” bela Rara kembali.

“Iya, itu menurutmu. Tapi tanganmu nakal, jarimu gatal. Kalau sekedar mengoleskan, tidak mungkin suamiku sampai segitunya,” teriak sang istri kembali.

“Pokoknya aku tidak mau tahu” sang istri yang memegangi tangan Rara, menarik Rara dengan paksa.

Rara yang tak ada persiapan apa pun, hampir terjatuh karena tarikan yang kuat. Tanpa alas kaki, Rara ikut ke mana majikannya pergi. Jarak rumah Pak haji dan rumah Rara cukup dekat, mungkin kalau dihitung rumah, berjarak sekitar 20 bangunan.

Karena sedang terbakar nafsu, kedua istri haji Dadan yang biasanya anti jalan, kini berjalan dengan cepat, menuju rumah Rara. Warga kampung yang melihat kejadian itu menghampiri dan bertanya pada kedua istri Haji Dadan.

Sambil berjalan, mereka merumpi apa yang terjadi, tentunya dengan bumbu fitnahan dan cerita yang dilebih-lebihkan agar meyakinkan bahwa Rara memang benar bersalah dan layak di usir dari kampung itu.

Semakin lama para pendukung semakin banyak, sudah seperti demo. Teriakan dan iringan hiruk pikuk, bahkan jeritan Rara yang memohon pada kedua istrinya Pak Haji, tak terdengar sama sekali.

Dalam iringan itu tak ada Pak Haji Dadan, sungguh orang tua tidak bertanggung jawab. Ini adalah kesalahan dirinya yang memanfaatkan situasi, tapi malah Rara yang terkena imbas dari otak mesum pria tua yang pengecut itu.

Haji Dadan sengaja menjebak Rara. Karena beberapa kali dia sering meminta Rara untuk menjadi istri ketiganya, ditolak terus. Inilah akibatnya....

**#

Brugh!

 

Rara didorong oleh istri Pak Haji, saat sampai di teras rumahnya.

Bu Sugeti yang sedang ada di dalam rumah, terkejut dengan keramaian di depan rumahnya. Kemudian langsung berlari ke depan rumah bersama kedua cucunya yang mengekor.

“Ya Allah ... ada apa ini? Nduk ... apa yang terjadi?!” Bu Sugeti histeris dan meraih Rara agar berdiri.

Rara menggeleng dan memeluk ibunya. Dia menangis tersedu, tubuhnya sebenarnya masih sakit bekas penganiayaan Gandi dan kini terasa semakin sakit, ditambah lagi mental yang dipermalukan di depan warga. Sungguh membuat Rara berasa ingin mengakhiri hidupnya.

“Usir dia dari kampung ini, usir...!” seru warga yang tidak memberikan kesempatan pada Bu Sugeti untuk meminta penjelasan.

Bahkan RT di sana pun hanya diam, mencoba menenangkan warga, tapi kewalahan. Padahal sudah dibantu dua orang hansip.

“Maaf Bu Denis, ada apa ini. Apa yang anak saya lakukan hingga seperti ini?” tanya Bu Sugeti sambil menangkupkan kedua tangan di depan istri haji Dadan.

“Tanya saja sama dia, mengapa suamiku yang digoda. Seperti tidak ada lelaki lain yang bisa memuaskan nafsunya. Dia tidak lihat apa? Suamiku udah tua untuk melayani wanita gatel seperti dia. Jangan hanya demi uang, sampe rela menjual diri pada suami orang, sungguh hina, cuih ...!” seru sang istri yang bernama Denis.

“Mungkin ini salah paham Bu, anak saya tidak seperti itu. Saya yakin,” ucap Bu Sugeti memohon untuk mempertimbangkan tuduhan yang mungkin saja memang hanya fitnah.

“Ada buktinya Bu! Pokoknya aku gak mau tahu, dua puluh empat jam, kalian harus tidak ada di kampung ini,” ucap Bu Denis kembali kemudian berbalik arah dan pergi.

Sedangkan istri yang satunya, melemparkan tas milik Rara yang tadi tertinggal dan dibawakan oleh pesuruh ke sana. Para warga hendak melempari Rara dengan batu kerikil yang ada di hadapan mereka, untung saja Pak RT dan kedua hansip bisa menenangkan.

Akhirnya para warga Bubar, tinggal Pak RT dan dua orang hansip yang akan bicara dengan baik pada Bu Sugeti.

Setelah berbincang cukup lama, Pak RT memutuskan agar Rara tidak ada di kampung ini untuk sementara waktu. Tidak perlu satu keluarga. Pak RT yakin, ini semua karena masih panas permasalahannya. Nanti dia akan bertanggungjawab pada warga, akan menjelaskan bahwa permasalahan harus jelas, bukan main usir.

“Woi ... pe  la cur ...!”

Bruk!

Seseorang yang sedari jauh sudah berteriak-teriak, dan memukul pintu dengan keras saat sudah sampai rumah, langsung menjambak rambut Rara dan berkata di wajah Rara dengan teriakan yang memekakkan telinga.

“Tak hentinya kau membuat malu?! Mulai hari ini, kau bukan lagi istriku. Aku menceraikanmu saat ini juga!” teriak Gandi tepat di depan wajah Rara. Tangan yang menjambak rambut Rara dihempas dengan kasar.  Lalu Gandi pergi lagi entah ke mana.

Rara terkejut, syok dan entah apa lagi yang bisa digambarkan untuk situasinya saat ini.

Setelah sedikit perbincangan lagi dengan Pak RT, tentang keputusan Rara untuk keluar sementara dari kampung ini, kemudian Pak RT dan kedua hansip itu pamit.

Tak lama Lena datang pulang dari kerja. Lagi-lagi dia terkejut mendapati keadaan kakaknya yang sedang tersedu, kepalanya terbenam di pangkuan ibunya. Sedangkan kedua keponakan kembarnya hanya melihat saling berpelukan, tidak mengerti apa pun.

#**

Saat malam tiba, situasi di dalam rumah Sugeti sudah cukup tenang. Bahkan Lena sudah mengetahui cerita yang sebenarnya dari sang ibu.

“Iya, Lena setuju kalau Mbak Rara mau ke kota. Lena tahu, Mbak Retno orangnya baik, pasti mbak Retno akan bantu mbak Rara dalam situasi seperti ini,” ucap Lena.

“Ibu juga berharap pada Retno, hanya dia satu-satunya yang dapat menolong Rara. Kita mau pindah ke mana lagi. Semenjak ayahmu meninggal, sanak saudara seakan jauh, dan tak peduli pada kita. Tapi kita jangan dulu cerita apa apa pada Retno. Tidak enak rasanya,” ujar Bu Sugeti.

Saat perbincangan itu, ponsel Rara berbunyi beberapa kali. Namun, saat Lena mau mengambilnya, deringan ponsel berhenti. Tak berapa lama, sebuah pesan masuk di ponsel Rara dan Lena membacanya.

“Dari siapa, Nduk?” tanya Bu Sugeti yang melihat Lena terbengong saat setelah membaca pesan dari ponsel Rara.

“Ini Bu, istrinya Pak Mantri,” singkat Lena sambil menyerahkan.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Yudi Saputra

Yudi Saputra

bagus ceritanya thor

2022-11-17

3

Lina RA

Lina RA

aqu baper crt perselingkuhan, kek@ g jd read deh

2022-10-31

1

DRAGON

DRAGON

baca bab ini aja aku udah sesek nafas hampir nangis 😭😭😭🥺

2022-09-06

0

lihat semua
Episodes
1 Amukan Gandi
2 Keberuntungan Yang Sial
3 Nyonya Bos Murka
4 Dua Wanita Pergi
5 Hampir Menyerah
6 Pelecehan
7 Sepakat Pindah Kantor
8 Mona Mengamuk
9 Tidak Menepati Janji
10 Lagi-lagi Tuduhan
11 Minta Putus
12 Tak Pernah Seperti Ini
13 Masa Lalu Mengganggu
14 Balas Tidak?
15 Histeris Kedua Kalinya
16 Keguguran
17 Aku dan Sekretaris
18 Bos Besar Datang
19 Tak Sabar
20 Jatah
21 Antar Pulang
22 Rencana Besar
23 Sedang Ingin
24 Rara Action
25 Kelakuan Menjijikan
26 Kabar Dari Kampung
27 Menangis di Pelukan Bos
28 Untung Tak Curiga
29 Kata Tetangga
30 Tidak Sesuai Ekspektasi
31 Purba Sensitif
32 Rara Kabur
33 Mengelabui
34 Purba Paham
35 Mengalah
36 Ternyata Bayi Orang Lain
37 Belajar Bersikap Baik
38 Sakit tapi Belanja
39 Uang Apa?
40 Yosef Kompor
41 Masih Ragu
42 Sugesti Hot
43 Yosef si Casanova
44 Mulai Menggoda
45 Asal Mula CEO
46 Kepercayaan Sahabat
47 Pengakuan Cinta
48 Sudah Terbuka
49 Tantangan Nyonya Bos
50 Lebih Memilih Selingkuhan
51 Menguntit
52 Selingkuhan vs Istri Sah
53 Lemah
54 Menjadi Casanova
55 Ranjang Pecah
56 Morning Kiss Untuk Kekasih Gelap
57 Rara Unggul
58 Rencana Gagal
59 Dicemburui Bos
60 Sahabat Pengertian
61 Suami Menyebalkan
62 Belajar Jadi Sekretaris
63 Mencuri Kemesraan
64 Kekasih Gelap Lebih Unggul, Lagi.
65 Takluk Ancaman
66 Apapun Masalahnya, Jangan Selingkuh
67 Purba Kacau
68 Tahu Bukan Bayinya
69 Nasihat Mertua
70 Suasana Mendukung
71 Apa Salahnya Mencoba
72 Tak Bisa Melawan Takdir
73 Masih Bersabar
74 Mau Insaf
75 Pendekatan
76 CCTV Tetangga
77 Mantan Panas
78 Licik
79 Menjemput Azkiya
80 Akhirnya Melamar
81 Sama-Sama sakit.
82 Bersabar
83 Mulai Dapat Perhatian
84 Apa Salahku
85 Belum Puas
86 Rencana Mantan
87 Mau Nikah Siri
88 Maafkan Aku
89 Tetangga Wartawan
90 Penawaran Gila
91 Fantasinya Patah
92 Berkorban Demi Bukti
93 Gampang Curiga
94 Mencari Alasan
95 Ke Singapura
96 Mulai Diintai
97 Ketuk Palu
98 Mantan Tunggu Aku
99 Azkia Malang
100 Are You Ok Mona
101 Liontin Kejutan
102 Berharap Untuknya
103 Perjuangan Azkia
104 Yang Ke-2 Prioritas
105 Rindu Mama
106 Lamaran Sementara
107 Curhatan sang Majikan
108 Kabar Baik dan Buruk
109 Akhirnya Beradu
110 Sugar Momma
111 Menemukan Alamat Mantan
112 Ratapan Azkia
113 Ikatan Batin
114 Bisa dikondisikan
115 Kejutan Pengganti
116 Hubungan Sampai Mana?
117 Muncul Curiga
118 Persaingan Lama Mencuat
119 Penyelidikan
120 Telepon dari Madu
121 Dia di Dekat Rumah
122 Mendengar Bulan Madu
123 Jangan Lupakan Tujuan
124 Sama-sama Dendam Masa Lalu
125 Cinta Membuat Buta
126 Kedatangan Orang Tua
127 Cinta Memang Gila
128 Calon Mantu Baru
129 Menantu Menyenangkan
130 Wejangan Orang Tua
131 Kesialan
132 Memaksakan Nikah
133 Gagal Mendadak
134 Perjalanan Menuju Pelaminan
135 Diskusi
136 Firasat Istri Sah
137 Kedua tapi Pertama
138 Saatnya
139 Pemanasan
140 Si Kecil Pusing
141 Kacau
142 Hasutan
143 Lesu
144 Rencana Matang
145 Semringah
146 Penyusup
147 Lagi Bu Molly
148 Sebentar Saja
149 Membantu Teman
150 Waktu Mulai Kacau
151 Masih Prepare
152 Sekretaris Tidak Tahu Apa-apa
153 Kebetulan Menguntungkan
154 Di Mana Pun Hajar
155 Diabaikan
156 Semakin Dekat Azkia
157 Pergi Ke Tempat Yang Salah
158 Bencinya Seorang Anak
159 Mulai Mandiri
160 Satu Tahun Berlalu
161 Memory Azkia
162 Masih Sakit Hati
163 Anak Pelipur Lara
164 Serba Bingung
165 Pendekatan Azka
166 Misi Azka Untuk Azkia
167 Misi Pertama Azka
168 Nama Adik Baru
169 Tentang Momongan
170 Benarkah Kebetulan
171 Bahagia Serempak
172 Saatnya Ketahuan
173 Tidak Pernah Damai
174 Teror Minta Bayaran
175 Akhirnya Cerita
176 Teror Berujung Perselisihan.
177 Tekanan Untuk Berhasil
178 Rara Menghindar
179 Temu Janji Peneror
180 Sibuk Masing-masing
181 Feeling Azka.
182 Dijebak Peneror
183 Pilihan Sulit
184 Benar-benar Kejutan
185 Perjanjian Secara Tidak Langsung
186 Diskusi Maksud Peneror
187 Meminta Menyudahi
188 Kasih Sayang Tak Adil
189 Tidak Ada Siapa-siapa
190 Azkia Ikut Pulang Tidak
191 Akhirnya Pulang
192 Pulang
193 Dengan Waktu Semuanya Pulih
194 Kisah Baru
Episodes

Updated 194 Episodes

1
Amukan Gandi
2
Keberuntungan Yang Sial
3
Nyonya Bos Murka
4
Dua Wanita Pergi
5
Hampir Menyerah
6
Pelecehan
7
Sepakat Pindah Kantor
8
Mona Mengamuk
9
Tidak Menepati Janji
10
Lagi-lagi Tuduhan
11
Minta Putus
12
Tak Pernah Seperti Ini
13
Masa Lalu Mengganggu
14
Balas Tidak?
15
Histeris Kedua Kalinya
16
Keguguran
17
Aku dan Sekretaris
18
Bos Besar Datang
19
Tak Sabar
20
Jatah
21
Antar Pulang
22
Rencana Besar
23
Sedang Ingin
24
Rara Action
25
Kelakuan Menjijikan
26
Kabar Dari Kampung
27
Menangis di Pelukan Bos
28
Untung Tak Curiga
29
Kata Tetangga
30
Tidak Sesuai Ekspektasi
31
Purba Sensitif
32
Rara Kabur
33
Mengelabui
34
Purba Paham
35
Mengalah
36
Ternyata Bayi Orang Lain
37
Belajar Bersikap Baik
38
Sakit tapi Belanja
39
Uang Apa?
40
Yosef Kompor
41
Masih Ragu
42
Sugesti Hot
43
Yosef si Casanova
44
Mulai Menggoda
45
Asal Mula CEO
46
Kepercayaan Sahabat
47
Pengakuan Cinta
48
Sudah Terbuka
49
Tantangan Nyonya Bos
50
Lebih Memilih Selingkuhan
51
Menguntit
52
Selingkuhan vs Istri Sah
53
Lemah
54
Menjadi Casanova
55
Ranjang Pecah
56
Morning Kiss Untuk Kekasih Gelap
57
Rara Unggul
58
Rencana Gagal
59
Dicemburui Bos
60
Sahabat Pengertian
61
Suami Menyebalkan
62
Belajar Jadi Sekretaris
63
Mencuri Kemesraan
64
Kekasih Gelap Lebih Unggul, Lagi.
65
Takluk Ancaman
66
Apapun Masalahnya, Jangan Selingkuh
67
Purba Kacau
68
Tahu Bukan Bayinya
69
Nasihat Mertua
70
Suasana Mendukung
71
Apa Salahnya Mencoba
72
Tak Bisa Melawan Takdir
73
Masih Bersabar
74
Mau Insaf
75
Pendekatan
76
CCTV Tetangga
77
Mantan Panas
78
Licik
79
Menjemput Azkiya
80
Akhirnya Melamar
81
Sama-Sama sakit.
82
Bersabar
83
Mulai Dapat Perhatian
84
Apa Salahku
85
Belum Puas
86
Rencana Mantan
87
Mau Nikah Siri
88
Maafkan Aku
89
Tetangga Wartawan
90
Penawaran Gila
91
Fantasinya Patah
92
Berkorban Demi Bukti
93
Gampang Curiga
94
Mencari Alasan
95
Ke Singapura
96
Mulai Diintai
97
Ketuk Palu
98
Mantan Tunggu Aku
99
Azkia Malang
100
Are You Ok Mona
101
Liontin Kejutan
102
Berharap Untuknya
103
Perjuangan Azkia
104
Yang Ke-2 Prioritas
105
Rindu Mama
106
Lamaran Sementara
107
Curhatan sang Majikan
108
Kabar Baik dan Buruk
109
Akhirnya Beradu
110
Sugar Momma
111
Menemukan Alamat Mantan
112
Ratapan Azkia
113
Ikatan Batin
114
Bisa dikondisikan
115
Kejutan Pengganti
116
Hubungan Sampai Mana?
117
Muncul Curiga
118
Persaingan Lama Mencuat
119
Penyelidikan
120
Telepon dari Madu
121
Dia di Dekat Rumah
122
Mendengar Bulan Madu
123
Jangan Lupakan Tujuan
124
Sama-sama Dendam Masa Lalu
125
Cinta Membuat Buta
126
Kedatangan Orang Tua
127
Cinta Memang Gila
128
Calon Mantu Baru
129
Menantu Menyenangkan
130
Wejangan Orang Tua
131
Kesialan
132
Memaksakan Nikah
133
Gagal Mendadak
134
Perjalanan Menuju Pelaminan
135
Diskusi
136
Firasat Istri Sah
137
Kedua tapi Pertama
138
Saatnya
139
Pemanasan
140
Si Kecil Pusing
141
Kacau
142
Hasutan
143
Lesu
144
Rencana Matang
145
Semringah
146
Penyusup
147
Lagi Bu Molly
148
Sebentar Saja
149
Membantu Teman
150
Waktu Mulai Kacau
151
Masih Prepare
152
Sekretaris Tidak Tahu Apa-apa
153
Kebetulan Menguntungkan
154
Di Mana Pun Hajar
155
Diabaikan
156
Semakin Dekat Azkia
157
Pergi Ke Tempat Yang Salah
158
Bencinya Seorang Anak
159
Mulai Mandiri
160
Satu Tahun Berlalu
161
Memory Azkia
162
Masih Sakit Hati
163
Anak Pelipur Lara
164
Serba Bingung
165
Pendekatan Azka
166
Misi Azka Untuk Azkia
167
Misi Pertama Azka
168
Nama Adik Baru
169
Tentang Momongan
170
Benarkah Kebetulan
171
Bahagia Serempak
172
Saatnya Ketahuan
173
Tidak Pernah Damai
174
Teror Minta Bayaran
175
Akhirnya Cerita
176
Teror Berujung Perselisihan.
177
Tekanan Untuk Berhasil
178
Rara Menghindar
179
Temu Janji Peneror
180
Sibuk Masing-masing
181
Feeling Azka.
182
Dijebak Peneror
183
Pilihan Sulit
184
Benar-benar Kejutan
185
Perjanjian Secara Tidak Langsung
186
Diskusi Maksud Peneror
187
Meminta Menyudahi
188
Kasih Sayang Tak Adil
189
Tidak Ada Siapa-siapa
190
Azkia Ikut Pulang Tidak
191
Akhirnya Pulang
192
Pulang
193
Dengan Waktu Semuanya Pulih
194
Kisah Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!