KILAUAN EMAS VOL.4
Sean mengambil sebuah ranting kecil.
Ia mencoba menyalakan lampu yang satu-satunya tak ada pantikan api.
Sean memasukan ranting kering itu kedalam sumbu lampu yang menyala lalu memantikannya ke sumbu lampu yang padam.
Jessica hanya menjadi penonton kegiatan Sean yang sibuk sendiri dengan apinya itu.
Jessica tak mengerti ada apa dengan Sean yang sangat bergairah bermain api kecil menggunakan ranting tak berguna itu.
"Hei Sean? apa yang kau lakukan!" tanya Jessica untuk kedua kalinya.
"Apakah masa kecil mu kurang bahagia untuk bermain kembang api, sehingga kau lampiaskan kebahagiaan mu pada api itu?.
Apakah selama ini orang tua mu tak memberikan mu masa kecil yang indah. Lelucon gila!" Jessica melanjutkan bicaranya yang penuh dengan kata-kata olokan.
Namun Sean masih tak bergeming malah ia tak menghiraukan Jessica untuk kesekian kalinya.
Sean tak peduli jika Jessica menghardiknya secara kasar.
Bicara Jessica bagai angin lalu saja bagi Sean!.
"Menyebalkan," Jessica berujar sebal karena tak di hiraukan Sean.
"Seharusnya sedari kecil aku sudah tahu bahwa dia tipe anak yang kurang bahagia.
Dengan begitu aku bisa membelikannya sekotak kembang api dan se dus petasan agar ia bisa bahagia. Bukan seperti sekarang, ia nampak seperti manusia kolot dan idiot.
Entah bagaimana bibi Jane dan paman memberikan kebahagian pada putranya yang malang ini.
Tak peduli sejenius apapun dia. Dia tetaplah remaja paling bodoh yang pernah ku temui, bahkan lebih buruk dari pada Edward dan Yudhar!" jessica melanjutkan umpatannya.
Sean hanya fokus ke satu titik.
yaitu lampu kuno yang berbeda dari lampu lainnya.
Tak perduli apapun yang di ucapkan oleh Jessica ia hanya melanjutkan apa yang telah ia terka.
Perlahan lampu itu menyala, terkadang sedikit kesana kemari bergoyang-goyang karena di goda oleh lembutnya angin yang sedang melintas.
Api kecil mulai menunjukan eksistensinya menjadi besar dan mulai membesar menyamai sahabatnya sesama lampu yang menyala di kanan dan kirinya.
Lampu minyak yang berada di sisi kanan dan kirinya itu nampak gembira menyaksikan lampu padam itu di nyalakan oleh Sean.
"Apakah dugaan ku akan benar bahwa lampu ini adalah jalan keluar dari tempat ini?" Sean mulai bergumam penasaran.
"Ataukah lampu ini memang tak bisa hidup karena aliran minyaknya tersumbat?" lanjut Sean bicara sendiri.
Sean masih ingin melihat kelanjutan dari teka teki yang asal tebak saja.
Lampu di hadapannya mulai bersinar terang menyeimbangi lampu lainnya.
Nyala lampu ini membuat dinding dibaliknya bergetar seperti sedang gempa.
Suara batu bergesekan dan nyaring bunyinya ini jelas terdengar oleh Sean.
Perlahan dinding goa yang ada di hadapan Sean mulai bergeser dari posisinya semula.
Srekkk..
Bunyi batu itu sangat khas dan menonjol.
Dinding ini bergeser menuju sebelah kiri sisi goa dan tenggelam didalamnya.
Lalu srukkkk...
Dinding itu mulai terbuka lebar dan mentok. Namun sudah tak mampu lagi membuka lebih lebar karena telah memenuhi batas wajarnya mengambang terbuka.
Dinding yang di cari Sean sudah terbuka seiring kemampuan Sean dalam menerka situasi.
"Akhirnya aku menemukannya!" seru Sean bahagia.
Jessica yang mendengar ucapan Sean telah menemukan pintu itu langsung mengalihkan wajahnya yang sempat ia palingkan tadi.
"Apakah kau bicara benar Sean?" Seringai Jessica menyela ucapan Sean tadi.
Jessica beranjak dari duduknya dengan wajah sumringah bahagia penuh dengan semangat bergelora dan menghampiri Sean.
"Tentu saja aku bicara benar! kau lihat ini pintunya sudah terbuka," Sean bicara meyakinkan Jessica.
Jessica melihatnya.
Melihat bahwa dinding goa itu benar-benar terbuka.
Namun karena ia teringat pada ucapannya tadi, ucapan yang penuh umpatan Jessica merasa sedikit malu.
Setidaknya ia harus berjalan sedikit anggun dan berwibawa agar kesannya yang ramah dan selalu berfikir positif tak menurunkan imagenya di hadapan Sean.
"Oh Sean. Kau memang luar biasa! kau memang paling bisa di andalkan dalam hal ini. Terima kasih Sean kau telah menyemangati ku. Kau memang pahlawan ku. Aku bersyukur kau.." ucap Jessica penuh pujian pada Sean, namun sayang Sean memotong ucapan itu.
"Hentikan ucapan mu yang penuh kiasan itu! lagi pula memang sepatutnya kamu memuji ku seperti itu! Dan siapa sangka wanita yang menyebalkan seperti mu akhirnya percaya pada ku dalam situasi seperti ini," Sean berbicara konyol mengikuti alur Jessica yang selalu pesimis.
Ia memalingkan wajahnya sama persis seperti yang dilakukan Jessica sebelumnya.
Ia menghentikan ucapan Jessica yang tak ada artinya itu.
Bicara yang bahkan akhir dari kata itu pun Sean akan tahu.
Yaitu, dia akan percaya padanya setelah menemukan pintu berengsek itu.
"Ayolah Sean, tak perlu kau mengungkit yang telah terjadi. Iya aku sadar bahwa aku salah dan tak percaya pada mu. Tapi kali ini aku akan percaya pada mu seutuhnya bahkan lebih dari apapun. Jadi hentikanlah sindiran mu itu seolah aku adalah teman yang paling buruk," Jessica dengan tipu dayanya mencoba mencari alibi dengan ucapan bersalahnya itu.
"Baiklah. Aku pun merasa sedikit puas akhirnya kau mengakui bahwa kau salah dan setidaknya percaya pada ku. Percaya bahwa aku akan melindungi mu. Percaya bahwa aku akan membawa mu keluar dari sini.
Jadi jangan pernah kau keluarkan kata-kata sialan seperti tadi. Kata-kata menyerah yang tak ada arti. Apa kau mengerti!" Sean mulai bicara tegas, ia tak ingin mendengar celoteh putus asa Jessica seperti tadi.
"Iya aku paham," kali ini Jessica bicara sedikit menurut dan tak berontak.
Keduanya berdiri tepat di depan pintu yang terbuka lebar itu.
Sean belum bisa melangkahkan kakinya karena ia masih tak percaya pada dirinya sendiri bahwa ia bisa menemukan pintu itu dengan mudah.
"Hoi Sean! apakah kita akan berdiri untuk waktu yang lama?" tanya Jessica tak sabaran ingin keluar melalui dinding itu.
"Tunggu Jessica!" Sean menahan Jessica agar tak mengambil tindakan gegabah.
"Aku harus memastikan terlebih dahulu apakah di dalam aman atau tidak!"
"Apakah harus begitu?" tanya Jessica.
"Tentu saja! bahkan jika kau masuk kedalam aku tak bisa menjamin keselamatan mu!" jawab Sean singkat.
pluk..
Sean melempar batu kedalam pintu yang menganga.
Gelap dan sepertinya tak ada yang pernah kesana.
Nampaknya tak ada satu pun yang berani masuk ke tempat ini bahkan mungkin saja banyak yang tidak tahu tempat ini.
Batu yang Sean lempar tadi tak ada balasan dari dalamnya. Bahkan tak terdengar ada gelombang suara yang merespon batu itu.
"Tak ada apapun disana. Jadi aku rasa kita boleh masuk sekarang!" Sean memastikannya.
bahwa tempat itu tak ada hal yang mencurigakan.
"Untuk apa kau melemparkan batu seperti itu?" tanya Jessica kembali.
"Hmmmm itu ya! Sebenarnya itu adalah cara agar bisa tahu apakah di dalam ada jebakan atau tidak. Sekarang kurasa tak ada apapun bahkan cuitan kelelawar tak terdengar!" jawab Sean percaya diri.
Ekspresinya memang patut di beri penghargaan. Sean pandai dalam menyusun kata-kata meyakinkan.
"Oke aku paham Sekarang!"
Jessica hanya mempercayai ucapan Sean tanpa ada pertanyaan lagi.
BERSAMBUNG.
**
**
**
**
SARANJANA EPISODE 20
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Nadia Putri
gue suka Sean..dia sangat cerdik..
up yang banyak ya thor
2019-10-09
2