MASALAH DI PESAWAT
Sean dan Edward telah tiba di bandara kota new York.
Perjalanan ini amat menyenangkan, bahkan karena begitu senangnya Edward merasa sangat canggung.
"Syukurlah, kita masih punya waktu 8 menit menuju ke pesawat." Gumam Sean bersyukur tidak terlambat.
"Aku rasa, aku perlu ke toilet sebentar." Lanjut Sean bicara pada Edward. Ia meninggalkan barang bawaannya pada Edward di ruang tunggu keberangkatan (Departures).
"Baiklah, aku yang akan mengurus visa. Kau jangan lama-lama." Balas Edward pada Sean yang sudah meninggalkannya sendirian. Langkah kaki Sean mulai menjauh, namun bayang punggung Sean masih terlihat.
...
Sean masuk kedalam toilet umum khusus pria. Namun bukan karena ingin buang air atau semacamnya.
Tak tahu entah apa yang ada dalam pikirannya, Sean menghampiri tempat sampah di toilet. Ia membuang sebuah benda begitu saja, sebuah tongkat yang ia dapatkan dalam mimpinya itu.
"Benda tak berguna!" Pikir Sean kesal.
Menurutnya ia tak seharusnya memiliki benda yang bahkan ia tak tahu apa kegunaan benda itu.
Ia mulai menampakan dirinya di kaca toilet yang besar. Ia menatap wajahnya yang terlihat aneh itu secara seksama. Menatap wajah yang seolah bukan dirinya.
"Mengapa benda itu barada dalam saku jaket ku, bahkan mengikuti ku. Apakah ada kekuatan di dalamnya? Mungkinkah benda itu ada sisi magisnya?" Gumam Sean berpikir sedikit mendalam. Ia tak percaya mengapa bisa tongkat mimpi itu bisa ikut bersamanya.
"Ah... Aku tak peduli tongkat itu. Aku hanya berharap ia tak mengikuti ku lagi." Sean sesumbar berucap sambil membasuh wajahnya berulang kali.
Sean kemudian beranjak keluar dari kamar setor tersebut.
Hatinya berdebar-debar usai membuang tongkat mimpi itu.
Seakan ia merasa penuh salah karena telah membuang benda tak berdosa itu, begitu saja tanpa memikirkan apa yang akan terjadi padanya.
Namun, ulah prilaku konyolnya itu karena sesumbar membuang benda secara sembarangan, memantik kemarahan dari empunya tongkat.
Nampaknya tongkat yang Sean buang tadi enggan di tinggalkan oleh pemilik barunya. Secara astral tongkat itu keluar dari tempat sampah yang bau dan penuh Debu itu, mengikuti Kembali Sean, hingga sampai di ruang tunggu.
"Hei Sean, ayo cepat kita akan ketinggalan pesawat jika kau masih berdiri disitu." Teriak Edward yang tak sabar menunggu kedatangan anak itu.
Pikir Sean, sifat gegabah Edward masih saja tak bisa di ragukan lagi.
Perlahan ia jalan setengah berlari mempercepat langkah kakinya.
Namun sesuatu terjadi pada Sean. Sesuatu yang membuatnya terpental secara tiba-tiba.
Entah mengapa Sean merasa seperti ada seseorang yang sengaja mendorongnya dengan keras hingga tersungkur.
Sean tersungkur, tapi tak mengahasilkan luka apapun.
Ia hanya terpental, namun tak ada yang mencelakai dirinya, setelah ia melihat sekelilingnya. Yang tampak hanya Edward saja.
Sean benar-benar tak tahu jika yang melakukannya adalah tongkat yang tadi ia buang begitu saja.
Tongkat itu masuk kedalam tubuh Sean secara tak kasat mata, dengan paksa.
"Aneh, entah mengapa aku merasa ada yang mendorong ku." Pikir Sean tak karuan.
"Sean apa kau baik-baik saja?" tanya edward sedikit cemas. Edward menyaksikan dengan matanya sendiri bahwa Sean terjatuh tepat di hadapannya.
"Aku baik-baik saja." Jawab Sean seraya bangkit dari jatuhnya.
"Ayo kita jalan," Ucap Sean bicara seolah tak terjadi apa-apa padanya. Bak seorang raja yang bijaksana Sean tak menganggap itu hal yang memalukan dan dia tetap terlihat berwibawa menanganinya.
Namun ia merasa tubuhnya mulai berbeda.
Dadanya terasa agak sakit dan sesak.
Tak seperti biasanya pikir Sean.
Sean dengan semampunya menahan rasa sakit yang tak seberapa itu, meskipun sedikit nyeri Sean menutupnya dengan ekspresi wajah yang datar khas dirinya. Dia menekan dan mencubit keras dadanya yang mulai terseok sakit itu agar tidak terlalu kuat nyeri yang melanda.
Dari dada Sean, nampak seberkas cahaya berwarna kuningkeunguan yang memancar terang. Hanya Sean yang mampu melihatnya, sementara Edward tidak. Dia hanya fokus pada langkahnya saja.
"Eed, apakah kau melihat sesuatu yang aneh dari ku?" tanya Sean menghentikan langkah Edward.
Sean membuka kedua tangannya lebar-lebar agar Edward bisa melihat apakah ada keanehan dalam tubuhnya.
"Ayolah Sean, kau pun masih tampak tampan dari sebelumnya. Apa yang perlu ku lihat dari mu kecuali yang aku rasa, yang berbeda dari mu hanya..."
Edward berfikir sejenak memperhatikan seluruh tubuh Sean lengkap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tidak ada yang berbeda dari Sean saat itu.
"Oh.... Aku rasa tinggi badan mu mulai naik 2 cm." Lanjut Edward berujar menebak.
"Aku rasa begitu!" Jawab Sean tak tulus.
Jawaban yang kurang memuaskan. Itulah yang Sean rasakan.
Mungkin ia terlalu banyak berfikir sehingga seberkas cahaya yang muncul dalam dadanya ia pikir orang lain akan melihatnya.
"Mungkin hanya imajinasi ku saja." Bicara Sean dalam hatinya.
****
"Kepada yang terhormat, penumpang Boeing 737 maskapai penerbangan US Airforce tujuan New York city-Denpasar Bali, akan lepas landas.
Lama penerbangan adalah 22 jam, di mohonkan agar penumpang mengubah perangkat ponsel anda ke mode pesawat.
Terima kasih."
Suara lazim ini mulai terdengar keras. Pesawat yang akan lepas landas ini mengumumkan pemberitahuan ini dan Sean sangat membenci suara ini karena dia menganggapnya sebuah pengganggu saja pikir Sean.
Kedua sahabat karib itu merasa lega. Ya lega, lega, dan lega.
Karena pesawat yang mereka tumpangi masih dalam mode persiapan.
Sean sibuk mencari kursi yang hendak ia duduki.
sesekali ia melihat secarik kertas bertuliskan TIKET.
Sean melihatnya, melihat kursi yang ia cari. kursi dengan nomor 35 F. Kursi yang tertera pada tiket yang ia pegang.
Ia berjalan menuju kursinya, yang terletak di bagian belakang pesawat.
Tempat yang nyaman untuk meyaksikan awan-awan putih yang ajaib bagi Sean.
Langkah kaki Sean sangat santai, bahkan sangat santai.
Ia berjalan tak tergesa-gesa, karena Sean bukan tipe remaja yang menyibukkan diri sendiri.
Sekonyong-konyong, Sean tak sengaja menabrak seorang pria dengan pakaian serba hitam bahkan topi dan kacamata yang ia kenakan senada dengan pakaiannya.
"Maafkan aku!" Sean memulai bicara.
Ia sekali lagi tak sengaja menjatuhkan barang-barang yang di bawa pria berpakaian hitam itu.
Sean mengambilnya satu persatu. Sean mencoba membantu memungutnya dari lantai tanpa rasa pamrih. Sean mengerti apa yang harus ia lakukan.
"Ini milik mu, maafkan aku. Aku tak sengaja melakukannya," Sean melanjutkan kata-katanya. Ia tak ingin merasa bersalah karena hal sepele.
Pria itu tak bergeming.
Ia tak menggubris permintaan maaf Sean.
Bahkan tak sepatah kata pun ia keluarkan.
Ia hanya melanjutkan jalannya dengan nada sinis dan tak bersahabat.
"Mungkinkah dia sosiopat?" Lirih Sean bicara kecil. Sungguh Sean merasa manusia itu sangat aneh karena tak mau menjawab maafnya tadi.
Pria serba hitam misterius ini duduk tepat di depan Sean.
Ia keluar dari arah toilet secara mendadak, oleh karena itu peristiwa ini terjadi. Sean tak sengaja menabraknya.
"Hei Sean!" Sahut suara seorang wanita.
Suara ini Sean mengenalnya, suara yang tak asing.
Suara ini sangat akrab di telinganya. Suara Jessica Muller.
"Hei Jessica!" Jawab Sean seraya menoleh ke arah sumber suara. Dia tidak menyangka jika ternyata satu penerbangan dengan Jessica.
"Hai Eed, ternyata kalian bersama." Lanjut Jessica menyapa Edward.
"Hei Jessica!" Edward juga ikut menyapa.
"Edward dan Sean liburan bersama, sejak kapan kalian berencana melakukan liburan ini?" Tanya Jessica penasaran.
"Ah, aku rasa kami tak sengaja melakukannya! Benarkah Eed!" Sean spontan menjawab sambil merangkul Edward yang sedang menaruh barangnya di kabin pesawat.
Senyum licik Sean keluar lagi. Kali ini senyum palsunya mulai ia keluarkan dan ia melakukannya.
Ia mulai sok akrab pada Edward kala itu dan Edward hanya bisa membenarkan ucapan palsu Sean.
"Kau sendiri apakah liburan tanpa Tuan Muller?" Sean mengalihkan pokok pembicaraan mereka.
"Tentu saja tidak! Aku bersama Ayah pastinya. Kebetulan ayah sedang di toilet." Jawab Jessica meyakinkan Sean.
"Oh itu ayah ku sudah keluar dari toilet." Lanjut Jessica menunjuk kearah ayahnya yang baru saja keluar dari bilik bau itu.
Tuan Muller keluar dalam keadaan lega seraya menepuk-nepuk perutnya yang besar bak balon udara yang siap mengambang.
"Hai Eed, Hai Sean." Sapa tuan Muller pada kedua remaja itu.
"Hai paman Muller, senang berjumpa dengan anda lagi." Edward bicara lebih dulu menjawab sapaan tuan Muller.
Sedangkan Sean hanya memberikan senyumnya.
Pesawat akhirnya lepas landas.
Melesat tinggi meninggalkan kota new York.
Meninggalkan pacuan Jhon F. Kennedy.
BERSAMBUNG.
****
****
SARANJANA EPISODE 10
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Li Hope • Q
wih bagus .... semngat uodate kak langsung love dan ⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐
2020-01-10
2
☆ Rhea Deedra ☆
Apakah pria misterius yg serba hitam itu ada hubungannya dengan tongkat yang selalu mengikuti Sean??
2019-10-06
2
Yanse asiska ferly
up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up ip up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up uo up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up yang banyak ya thor,semangat terus😍😍
2019-09-30
4